1 | Tertikam

845 85 20
                                    

Mendengar hal itu, Yvanna dan Ben pun segera berlari menuju menara tanpa ingin membuang waktu lagi. Tio segera membantu Silvia agar bisa berjalan cepat menyusul mereka di tengah sulitnya pakaian pengantin yang dikenakan oleh Silvia saat itu. Mereka benar-benar panik luar biasa karena sama sekali tidak menyangka bahwa Larasati adalah perantara yang Yvanna cari. Di menara, saat itu semua orang tampak sangat gelisah karena belum ada juga kabar dari Reza ataupun Yvanna. Naya diminta diam di dalam kamar bersama Erna, meski pintu kamarnya saat itu terbuka lebar.

"Apakah Reza atau Yvanna menjelaskan sesuatu mengenai firasat yang mereka dapatkan?" tanya Narendra.

"Mereka belum menjelaskan apa-apa, Yah. Mereka hanya meminta kami segera mengamankan Naya, karena firasat buruk yang mereka dapatkan tadi adalah mengenai keselamatan Naya serta calon bayinya," jawab Tika.

Zian berdiri di samping wanita itu tak lama kemudian.

"Ben juga mengatakan hal yang sama, Paman Rendra. Yvanna memintanya mengatakan pada kami untuk segera mengamankan Naya. Saat ini Reza masih mencari bersama Aris dan Jojo, sementara Ben masih mengikuti Yvanna untuk menemukan sumber dari firasat buruk yang datang tersebut," ujar Zian.

Narendra pun segera mengamati keadaan di dalam menara. Ia menatap ke arah Manda dan Lili.

"Pastikan tidak ada jendela yang terbuka. Sampai Yvanna atau Reza menemukan yang mereka cari, keamanan Naya adalah tanggung jawab kita semua," tegas Narendra.

"Baik, Ayah. Kami akan memastikan semua jendela tidak ada yang terbuka," tanggap Lili.

Kedua wanita itu segera berpencar ke seluruh area dalam menara untuk memastikan bahwa tidak ada jendela yang terbuka, sesuai dengan perintah dari Narendra. Bagus dan Ayuni yang berada di ambang pintu menatap ke arah Naya yang tengah dihibur oleh Erna di dalam kamarnya. Mereka berdua tahu kalau saat ini Naya tengah merasa sangat takut jika sampai terjadi sesuatu pada calon anak yang tengah dikandungnya. Ketakutan itu tergambar dengan sangat jelas di wajahnya, hingga Ayuni pun menjadi ikut gelisah.

"Bagaimana ini bisa terjadi? Mengapa banyak sekali orang yang hendak berniat jahat pada anggota keluarga kita?" tanya Ayuni, pelan.

"Mungkin, semuanya berasal dari kesalahan-kesalahan kita di masa lalu. Kita yang terlalu sombong di mata orang lain, terlalu angkuh, dan bahkan terlalu sering memandang rendah pada orang lain membuat semua yang mengenal kita memiliki niatan jahat. Dan yang begitu sulit untuk kita hadapi adalah ketika anak-anak kita yang diincar. Naya juga Putri kita, maka dari itu dia juga pasti akan dikejar oleh orang-orang yang membenci kita," jawab Bagus, sangat sadar akan semua kesalahan di masa lalu.

"Tapi kenapa harus anak-anak? Kenapa tidak langsung saja dilampiaskan pada kita?" sesal Ayuni.

Pintu depan terbuka. Larasati dan Arini terlihat masuk ke dalam menara dengan wajah yang terlihat cemas.

"Bagaimana kondisi Naya? Apakah Naya baik-baik saja saat ini?" tanya Larasati.

"Ya, Naya aman di dalam kamarnya bersama Kak Erna," jawab Narendra.

"Alhamdulillah," gumam Arini.

Larasati pun terlihat bernafas sangat lega pada saat itu, demikian pula dengan Arini. Mendengar suara Ibunya, Naya pun segera turun dari tempat tidur dan hendak berjalan keluar kamar.

"Di sini saja, Nak. Jangan ke mana-mana sampai Yvanna atau Suamimu kembali," saran Erna.

"Aku ingin bertemu dengan Ibuku sebentar, Bibi Erna. Aku akan kembali ke sini jika sudah menemuinya," ujar Naya.

Erna pun tidak bisa mencegah keinginan wanita itu. Seorang wanita yang sedang hamil muda sudah jelas sangat membutuhkan kehadiran Ibunya. Bagus dan Ayuni memberi jalan saat Naya akan keluar dari kamarnya. Arini tersenyum ke arah putri bungsunya, begitu pula Larasati yang sangat menyayangi menantunya seperti menyayangi putrinya sendiri.

"Ibu dari mana? Aku dari tadi terus mencari-cari Ibu," tanya Naya.

"Kamu cari Ibu yang mana? Ibu atau Ibu mertuamu?" tanya Arini, sedikit menggoda putrinya.

"Dua-duanya," jawab Naya seraya berjalan mendekat ke arah mereka.

Arini dan Larasati pun menantikan Naya benar-benar mendekat ke arah mereka. Arini mengeluarkan kotak hadiah yang tadi dititipkan oleh Sasmita untuk diberikan pada Naya.

"Ini ada hadiah untuk kamu dari teman lama kami. Ayo ke sini, jalannya cepat sedikit," titah Arini.

BRAKKKK!!!

Pintu depan menara terbuka dengan keras secara tiba-tiba, seiring dengan munculnya wajah Yvanna, Ben, Silvia, dan Tio.

"Mundur Naya!!!" teriak Yvanna yang kemudian langsung melompat ke hadapan Arini untuk menghalangi kotak hadiah tersebut dari pandangan Naya.

Semua orang terdiam di tempatnya secara tiba-tiba. Tidak ada yang bisa menggerakkan kaki mereka, meski mereka masih bisa bicara. Yvanna segera berusaha menahan kotak itu agar tidak terbuka dengan sendirinya menggunakan kekuatan yang ia miliki.

"Kenapa begini, Nak? Ada apa?" tanya Arini, sangat ketakutan.

"Sasmita ... Sasmita Rusdiharjo, Bibi. Dia hendak mengambil janin yang ada di dalam kandungan Naya. Dia ingin menumbalkannya, Bibi Arini," jelas Yvanna di tengah usahanya melenyapkan makhluk kiriman yang bersembunyi di dalam kotak hadiah tersebut.

Ben berupaya menyeret langkahnya ke arah Naya, namun hal itu begitu sulit untuk dilakukan.

"Sa--Sasmita? Kamu yakin, Nak?" tanya Larasati, sangat shock dengan apa yang dikatakan oleh Yvanna.

Yvanna menatap ke arah Ibunya dengan kedua mata berkaca-kaca.

"Harusnya aku bilang pada Ibu sejak lama mengenai dia. Ma--maafkan aku, Bu. Maaf," Yvanna menangis.

Untuk pertama kalinya Yvanna terlihat meneteskan airmata di hadapan seluruh anggota keluarganya. Padahal biasanya, Yvanna adalah orang paling tegar dan tidak cengeng. Namun kali ini, akibat rasa sesal dan rasa ingin melindungi yang dimilikinya, Yvanna akhirnya menangis tanpa bisa menahan diri.

"Tidak ... Ibu yang salah, Nak. Ibu yang seharusnya menyadari kalau ada keganjilan padanya. Kamu sudah sangat berusaha menjaga sopan santun hingga memilih tidak memberitahu Ibu, Nak. Kamu tidak salah," Larasati menangis di tempatnya, karena sama sekali tidak bisa menggerakkan tubuhnya untuk meraih Yvanna.

Silvia berusaha keras untuk mencapai ke arah Naya, lebih daripada Ben.

"Yv ... apa yang harus kulakukan?" tanya Silvia, lantang.

Yvanna mendengar pertanyaan itu dengan sangat jelas.

"Dekap Naya erat-erat, Sil! Gantikan posisiku jika aku tidak lagi bisa menjaga keluarga kita!" balas Yvanna, tak kalah lantang.

"Nak ...." lirih Arini yang kini juga telah berurai airmata.

Yvanna mencoba tersenyum.

"Aku baik-baik saja, Bi. Aku baik-baik saja," ujarnya.

Silvia berhasil meraih Naya dan mendekapnya dengan sangat erat. Naya menangis hebat di dalam pelukan Silvia ketika hal itu terjadi.

"Aku sudah mendekapnya, Yv!" seru Silvia.

"Bismillahirrahmanirrahim!!!" teriak Yvanna seraya membuka kotak tersebut.

Makhluk yang bersembunyi di dalam kotak hadiah itu pun keluar dan langsung menikam rahim Yvanna secara gaib. Hal itu membuat Yvanna langsung mengalami pendarahan pada rahimnya dan makhluk itu pun menghilang dalam sekejap. Arini menyaksikan hal itu dengan sangat jelas di depan matanya, begitu pula dengan Larasati. Tubuh Yvanna pun ambruk seketika di lantai seiring dengan kesadarannya yang menghilang.

"YVANNA!!!" teriak semua orang.

* * *

TUMBAL JANINWhere stories live. Discover now