XXVIII

864 160 4
                                    

"Apa? Kalian akan kembali ke Heilon?" Fiona bersuara. Ekspresi terkejut terlihat jelas dari wajah cantik gadis itu.

"Benar." Abel menjawab pelan. Menoleh ke belakang tepat ke tempat berdirinya perempuan perempuan bersurai perak tersebut.

"Apa terjadi sesuatu di Heilon?" Tanya Fiona lagi.

"Bukan begitu. Tapi Jeron bilang dia akan mati." Kali ini y/n menjawab. Bangkit dari tempat duduknya di sofa ruang kerja Abel sembari terkekeh pelan mengingat isi surat yang dikirim oleh laki laki itu pada Abel.

"Lagi pula kami memang sudah terlalu lama meninggalkan wilayah. Jadi memang sudah saatnya kembali." Lanjut Abel. Melingkarkan lengannya pada pinggang y/n yang kini berdiri di sampingnya.

Y/n melirik Abel. Ia menangkap ekspresi khawatir dari wajah laki laki itu. Dan y/n paham apa yang dikhawatirkan nya.

Abel takut mengenai banyaknya ancaman yang akan mengincar Fiona dan Siegren jika ia kembali ke wilayah.

"Tenanglah.. mereka pasti baik baik saja." Bisik y/n pelan. Sembari mengusap lembut tangan calon suaminya yang merengkuh hangat pinggang nya.

.
.
.

- Satu hari sebelum kembali nya y/n dan Abel ke Heilon -

Surat dari kaisar datang dengan tiba tiba ke mansion keluarga Heilon. Isinya sudah bisa di tebak adalah permintaan y/n untuk menghadap kaisar.

Tapi yang mengherankan adalah.

Ksatria pengawal justru memberikan nya izin untuk bertemu Alana sebelum menemui kaisar.

"Alana?" Y/n bersuara pelan. Sebelum mengetuk pintu kamar yang di tempati oleh adiknya.

"Aku masuk ya.." ucap perempuan itu setelah beberapa menit tidak mendapatkan jawaban.

Lembab.

Diikuti perasaan aneh yang mencekam menyambut nya.

"ALANA?!" Teriak y/n histeris begitu melihat adiknya yang sedang meremas dadanya dengan peluh membanjiri tubuh perempuan itu.

"..ka..kak." lirih Alana pelan. Membuka sedikit matanya melihat sosok rupawan sang kakak yang sudah sangat lama tidak ia temui.

"Apa yang terjadi? Dimana obat mu? Alana? Siapa yang melakukan ini?" Tanya y/n beruntun. Mengobrak abrik meja kecil di sudut ruangan mencari obat yang seharusnya bisa meredakan kondisi adiknya.

"Kak.. y/..n.." Wanita bersurai coklat itu kembali berbicara patah patah. Meminta y/n menatap sebentar kearahnya. Y/n menghentikan kegiatan nya. Berjalan perlahan kearah tempat tidur Alana. Lalu..

Bunga.

Sekeliling tubuh Alana tercium wangi bunga yang kuat.

Diikuti dengan y/n yang jatuh terduduk tepat di samping tempat tidur adiknya.

Dia adalah orang yang paling mengenal aroma bunga ini.

Bunga yang bisa menimbulkan halusinasi berat hanya jika di gunakan dengan dosis yang sedikit.

Lalu akan menjadi racun jika masuk ke paru paru dalam jumlah dosis yang terlalu banyak.

"Brengsek." Lirih y/n pelan. Meremas rambut nya sendiri frustasi.

Dia sudah tidak lagi terpengaruh dengan racun itu karena selama hidupnya kaisar selalu menyiksa nya dengan memasukkan gadis itu ke dalam sebuah ruangan yang dipenuhi aroma bunga ini.

Dengan tingkat dosis yang selalu di naikkan setiap kali ia memasuki ruangan itu.

Tapi berbeda dengan Alana.

"Ka..kak.. to..long.." suara Alana kembali terdengar. Tangan kiri nya terangkat menarik pelan ujung pakaian khas ksatria Heilon yang dikenakan oleh y/n.

"Bu..nuh.. aku.." lanjut gadis itu.

Y/n menutup matanya. Tangannya meremas lembut jemari lentik milik sang adik yang sebelumnya menarik ujung pakaian nya.

"Tidak.. pasti ada cara. Kaisar pasti memiliki obat penawar nya." Y/n membalas. Suara nya bergetar. Ia tidak bisa fokus pada kenyataan yang sedang terjadi di depannya.

"Kalau aku membunuh lagi.. pasti.. pasti kaisar akan memberikan obat penawar nya. Tunggu sebentar Alana." Ucap si surai raven lagi. Mencoba beranjak dari tempat ia menjatuhkan diri sebelumnya.

Namun Alana menahan lengan kakaknya.

Tangan kanan gadis itu memegang leher nya yang terasa panas dan tercekik. Air matanya meluruh perlahan.

Y/n menahan napas. Memejamkan matanya sesaat. Tangannya meremas pelan sarung pedang yang melingkar di pinggang nya.

"Tolong.. bunuh aku kak.." Alana kembali membuka suara.

Satu tangannya masih menggenggam lengan y/n. Sedangkan yang satu nya lagi masih memegangi lehernya sendiri. Posisinya sudah tidak sepenuhnya berbaring lagi karena sebelumnya menahan kepergian kakaknya.

"Aku.. mohon.." lanjut gadis itu di sela sela isak tangis nya.

Sring!

Cratt!

Bruk!

Suara yang terdengar selanjutnya adalah cipratan darah dan tubuh serta kepala yang terjatuh secara terpisah.

Diikuti keheningan mencekam.

Y/n tersenyum samar. Menatap tubuh tak bernyawa yang terjatuh di dekat kakinya.

Ia baru saja memenggal Alana.

Satu satu nya keluarganya yang tersisa.

"Tunggu aku. Kita semua akan kembali berkumpul dalam waktu dekat." Ucapnya pelan sebelum membalikkan badan dan pergi.

Chrysanthemum || Abel x Reader [Author of My Own Destiny]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang