𝑻𝒉𝒆 𝒎𝒐𝒎 𝒐𝒓 𝒕𝒉𝒆 𝒘𝒐𝒎𝒂𝒏?

230 40 140
                                    

"Hah! Ya ampun!" Lova terengah-engah menahan napas. "Massss!" jeritnya tercekat, suaranya nyaris hampir tak ingin sampai.

"Masss! Tolong sini!" jerit Lova sekali lagi pada Ledi yang entah sedang apa di dalam rumah.

Yang pertama muncul ialah Liona, tergopoh-gopoh bocah itu menghampiri bundanya yang tengah berjongkok. Gaun biru dengan motif bunga-bunga yang dikenakannya bergoyang kesana kemari.

"Kenapa, Bun? Kenapa?!" tanya heboh. Bergaya pula Liona dengan nafas sok tersengal-sengal. Padahal hanya lari sepuluh atau sebelas langkah.

"Panggilin ayah kamu, cepet!"

"Tapi Bunda kenapa?"

"Mau lahiran! Cepetan, Na!" Lova mendorong pelan Liona. Bocah itu justru terbelalak, bukan melaksanakan perintah.

"Oh? Bunda hamil, ya? Pantesan tambah gendut!" Gadis itu menyeletuk sumringah, melompat-lompat dengan sepasang kepalan tangan yang dinaik-naikkan.

"Kambingnya mau ngelahirin, ampunnn! Cepetan kepalanya udah nongol itu..."

"Mana? Mana? Ona juga mau liat!" Berjongkok juga bocah itu di samping Lova. Mengikuti arah pandang bundanya pada kambing hamil di dalam kandang.

Pada akhirnya, Lova bangkit. Berjalan sendiri, memanggil suaminya. Kadang, menyuruh Liona hanya akan membuat darah tinggi saja.

*****

07.15

Fajar telah menyelesaikan pendidikannya di tahun pertama juga tahun kedua dengan baik. Meski beberapa kali bujangan itu jatuh sakit sebab apapun urusannya kini ia hanya bisa mengandalkan diri sendiri, pada akhirnya ia kebal. Awal-awal dulu, sekitar semester satu, sering kali ia mengeluh pada orang tuanya. Tapi seiring berjalannya waktu, ia mulai mampu menghandle segala sesuatu.

"Sayang, hari ini aku mulai magang." Ponsel Fajar ia senderkan pada pinggiran bantal. Sedangkan lelaki itu sendiri tengah sibuk memasukkan laptop, buku, dan kawan-kawannya kedalam tas.

"Secepet itu?" Gadisnya di seberang sana nampak terkejut. Matanya yang tadi diserang kantuk berat kini spontan segar kembali. "Oke, good luck, Kak!"

Video call selesai.

Sesingkat itu.

Caramel melanjutkan tidurnya yang memang mata itu baru terpejam di pukul lima subuh. Jangan tanya karena apa, karena tugas tentunya. Pratikum lah, merangkum lah, persiapan presentasi lah, banyak.

Soal komunikasi keduanya yang mulai singkat, Caramel tak ambil pusing. Dirinya sangat mengerti, ia yang baru semester dua akhir saja sering kelelahan begini. Apalagi Fajar yang merupakan mahasiswa semester enam akhir. Memasuki masa-masa magang.

Dikabari Alhamdulillah, tidak dikabari, it's okay. Keduanya sama-sama harus pintar mengatur waktu. Jika dulu setiap ada waktu luang adalah saatnya bertemu, kini mereka lebih mengutamakan istirahat. Menjaga kestabilan tubuh juga mental.

*

"Kak Fajar... capek, nggak?"

"Enggak, aku otw ke sana, ya..."  Padahal lelaki itu baru saja pulang dari rumah dosen pembimbingnya. Tak apa, jika tidak begin, tidak ada waktu untuk keduanya bertemu.

*

"Ayah, Ibu, besok aku sidang. Tolong doain semoga lancar, ya..." Fajar pinta doa kedua orang tuanya melalui sambungan telpon dengan jantung yang terlonjak-lonjak jika mengingat hari besok.

I'm okay (END)Where stories live. Discover now