❝31. End Love❞

15 2 3
                                    

Sendu Sejuk

Perlahan dia akan bangun
dan melihat dunianya telah hilang

•••∆•••


Semilir angin menghembus permukaan kulit kedua orang tersebut. Keduanya memakai jaket, namun angin malam ini berhembus kencang hingga busana tebal yang menyelimuti sedikit tak berpengaruh.

"Zar,"

Nama yang dipanggil itu hanya diam, hanya memperhatikan wajah cantiknya dari samping. Perlahan perempuan yang ia sayangi meneteskan air mata.

"Kadang aku capek banget, pengen nyerah rasanya, tapi seakan banyak sisi dari dunia ini yang pengen aku hidup. Aku gak punya tujuan, aku buntu, aku pengen nikmatin kehidupan sama mereka dengan sempurna, harmonis. Kenapa susah banget!" sendu Safara dengan begitu menyakitkan ditelinga Abzar. Cowok itu hanya diam, biarkan semua yang ada dihati Safara dikeluarkan.

'Keluarin semuanya, aku mau dengar, aku mau peluk kamu, aku akan jadi sosok berguna, Safara.'

Sembari memejamkan mata, Abzar membatin seperti itu. Isakan tangisnya memilukan, Abzar merengkuh kepala Safara dan menyandarkan ke bahunya.

"Keluarin semuanya, Saf. Jadikan aku sebagai tempat curhat terbaik kamu." kata Abzar.

"Ak-aku.... Diusir dari rumah, Zar. Aku sekarang tinggal sama nenek, aku gak punya siapa-siapa. Mereka gak perduli sama aku. Aku capek..." lirih Safara diakhiri tangisan memilukan.

Abzar memeluk Safara, tak hanya sebuah pelukan. Ia melontarkan kata-kata yang membuat Safara tenang. "Kamu gak ngerasa kesepian, disini ada aku. Aku bakal jadi rumah ternyaman kamu, kamu boleh ngeluh, senang, sedih. Kamu bisa datang ke aku, aku selalu siap terbuka buat kamu, Safara."

Ingin rasanya ia kembali menangis. Kalimat Abzar benar-benar menyentuh hatinya. Ia meleraikan pelukan. Menatap Abzar yang membuatnya memuji ketampanannya. "Aku gak mau egois. Aku mau kita sama-sama terbuka, Abzar. Gak hanya kamu yang jadi rumah, aku juga pengen jadi rumah buat kamu."

Abzar tersenyum, ia mengangguk. "Aku akan selalu ingat kamu, cantik."

Mata mereka saling memandang, senyuman terukir yang membuat Abzar semakin sakit. Apakah ia harus memberitahu perihal rahasia ini kepada Safara. Ya, dia harus.

"Safara, aku juga mau cerita."

Safara mengangguk dengan mata binar. Dia senang, karena selama ini jika ia ingat-ingat. Abzar jarang bercerita tentangnya pada Safara. Itu semakin tidak adil dan Safara merasa ia egois.

"Apa?!" serunya semangat sampai Abzar terkekeh.

"Kamu gak bakal marah' kan sama aku?"

"Konteksnya apa dulu? Gak mungkin aku marah gitu aja tanpa sebab,"

Abzar menggigit bibir bawahnya ragu. Tapi, rasa ingin bercerita tentang ini sangat membuncah. Ia takut terlambat memberitahunya nanti. Soal reaksi Safara nanti akan jadi yang terakhir, yang penting ia jujur lebih dulu.

"Sebenarnya sedari kecil, aku punya penyakit, Saf." ucap Abzar memulai ceritanya.

"Penyakit apa? Bahaya gak?"

"Jantung. Aku punya penyakit jantung bawaan dari lahir."

Hati Safara rasanya hancur, jantungnya bergemuruh. Perasaannya sakit. Safara tersenyum kecut seraya bangkit dari kursi. "Kamu anggap aku apa sih, Zar, selama ini? Kita udah bareng beberapa bulan. Apa itu belum cukup untuk kamu terbuka sama aku? Ini bukan perihal kecil. Setidaknya ketika kamu sakit aku ada."

[1] Sendu Sejuk | EndWhere stories live. Discover now