❝17. Pengakuan Abzar❞

11 1 0
                                    

Sendu Sejuk

Kalau cinta itu kejar
masalah hati urusan belakang

•••∆•••


Berkali-kali menepis pikirannya itu yang selalu mengingat kejadian kemarin. Safara sebenarnya marah karena itu adalah hal yang pertama kali dalam hidupnya. Mungkin juga sama dengan Abzar.

Ia juga gugup jika harus bertemu dengannya nanti, ketika mengingat Abzar ia akan mengingat yang kemarin juga. Kejadian itu sangat membekas. Safara sangat gugup.

Namun dengan kesialannya, Safara harus bertemu Abzar diparkiran. Melihat Abzar yang baru saja memarkirkan motor, buru-buru Safara berjalan menuju kelasnya. Tetapi Abzar langsung menghampirinya, tentu saja langkah lebarnya berhasil mencegat Safara.

"Saf, kamu marah ya?" Tentu saja. Tidak usah ditanya, Abzar sudah tahu Safara marah padanya.

Safara hanya diam, bahkan enggan menatap Abzar yang ada disampingnya. Ada rasa malu yang hinggap sekarang karena posisi mereka ditangga yang tentu saja banyak murid berlalu lalang melewati mereka.

"Ak-aku ada tugas, lain kali ya!" ujar Safara langsung bergegas pergi meninggalkan Abzar yang sepertinya kecewa.

Diusapnya wajah secara gusar, Abzar ingin sekali membanting apapun yang ada disekelilingnya. Tetapi ia berfikir dua kali untuk tidak membuat masalah. Jadi, Abzar pergi ke kelas dengan wajah datar dan keadaannya yang dalam mode senggol bacok.

Sesampai dikelas, Abzar menaruh tasnya dengan hentakan yang membuat murid dikelas tersentak kaget. Rano yang sedang bermain ponsel jadi mengusap dadanya karena kaget.

"Kenapa lo?" tanya Rano, ketika Abzar duduk disampingnya.

Abzar menghela nafas kasar kemudian menatap Rano dengan tatapan nanar. "Gue buat kesalahan,"

"Kesalahan naon deui?!" balas Rano.

Abzar menatap Rano dengan gugup, ia melihat sekitar yang sibuk pada aktivitasnya. Lantas Abzar mendekatkan diri pada Rano yang sudah dilanda penasaran. "Kemarin gue cium Safara,"

Abzar sudah yakin jika reaksi Rano akan seperti itu. Kedua mata yang membelalak serta mulut menganga. Dengan refleks Rano memukul punggung Abzar.

"Lo... serius?"

Abzar mengulum bibirnya ia mengangguk pelan.

"Gila Zar, gue kira lo cupu tenyata suhu!" cetus Rano menggelengkan kepalanya tak percaya.

"Gue juga refleks. Khilaf." balas Abzar.

"Tapi lo ngelakuin itu gak sengaja?"

"Pokoknya tubuh gue gak bisa dikendalikan, ya namanya mah khilaf." tekan Abzar.

"Cium mana? Cium pipi? Kalau pipi sih masih oke lah,"

Abzar melirik Rano, bibir bawahnya ia gigit ketika mengingat kejadian itu. Sungguh itu diluar kendalinya. Rano yang menatapnya kebingungan sendiri karena Abzar yang diam tak memberikan respon.

"Bi-bibir juga."

Rano hampir saja terjungkal jika kakinya tak menyangga tubuhnya itu. Ia kembali membelalakkan mata dengan mulut yang sedikit terbuka. Bibir Abzar yang masih digigit seolah mengisyarat.

"Abzar astaghfirullah! Lo dah kelewat fatal banget ini mah, anjing sumpah! Lo bikin... astaghfirullah, Zar. Lo lebih muda dari gue! Gue aja gak pernah ngelakuin begituan. Wah Zar!!" pekik Rano, bicaranya yang keras mengundang perhatian teman sekelasnya.

[1] Sendu Sejuk | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang