Believe in You - Chapter 22

804 91 7
                                    

Permintaan gadis berusia 25 tahun itu benar-benar dituruti oleh Dimas, meskipun ia tetap berusaha bisa melihat gadis itu dari jauh. Ia pun selalu bertukar pesan bahkan saling menelpon dengan Abil setiap hari melalui ponsel Bunda. Kabar permintaan Abel untuk memberi jeda itu pun sudah diketahui oleh kedua orang tuanya, kedua sahabat, dan tentunya Kakak Dimas, Adisa.

Awalnya Abel hanya ingin memberi tahu Bunda dan Ayah, namun kedua sahabatnya langsung tahu ketika Adisa datang ke Orion. Bukan Adisa ingin memaksa Abel, ia hanya ingin memastikan perkataan Dimas yang sudah empat hari galau setiap datang ke rumahnya.

Ketika Adisa datang waktu makan siang kala itu setelah menjemput Vania dan Abil, ia duduk di area outdoor. Area outdoor Orion sengaja diperuntukkan para pelanggan yang tidak merokok dan ramah untuk anak. Abel yang baru selesai meeting dengan salah satu klien yang menyewa Orion untuk acara meet and greet menghampiri Adisa dengan Tiara dan Nadifa di belakangnya. Keempat wanita itu saling menyapa. Adisa meminta Vania dan juga Abil untuk bermain di playground sementara para orang dewasa ingin berbicara agar lebih leluasa..

"Mbak Disa udah pesan Mbak?" tanya Nadifa yang tengah membolak balik buku menu.

"Udah barusan aku pesen sama Celin." Adisa melihat ke arah Abel. "Kok ngeliatin akunya gitu Bel? Santai aja aku cuma mau gosipin adek ganteng aku."

Mendengarnya Abel malah menghela nafas. "Mau gosipin Dimas berarti ngomongin aku juga kan? Udah pesen makan dulu baru aku ngomong." putus Abel.

Begitu Celin beranjak dari meja mereka setelah mengulang pesanan, ketiga wanita itu langsung memfokuskan diri mereka pada satu orang, Abel.

"Mbak Disa mau nanya apa?" tanya Abel bingung mau memulai cerita dari mana.

"Kalian lagi berantem? Udah empat hari, Dimas pulang kerja baliknya ke rumah aku tapi kusut banget. Kalau ditanya soal kamu, mukanya kayak lampu minta diganti."

"Aku minta jeda sama Dimas buat nggak ketemu sama hubungin aku selama sebulan." ucap Abel dalam satu tarikan nafas.

"What?" " Hah, ngapain?" " Why?" seru Adisa, Tiara, dan Nadifa bersamaan.

"Tunggu, masalahnya apa sih Bel? Di Semarang kemarin kayaknya fine-fine aja semua." Tiara langsung mengutarakan rasa penasarannya.

"Masalahnya aku belum berani melangkah ke hubungan yang Dimas tawarkan. Aku mau bukan cuma Dimas yang yakin tapi aku juga."

"Gemes sebenernya sama kalian berdua, tapi ya kalian yang jalani. Duh, sebulan kudu siap-siap kalau Dimas jadi makin annoying nih." kata Adisa bercanda kemudian memeluk Abel menunjukkan dukungannya pada keputusan yang diambil gadis itu.

"Maaf." lirih Abel.

"Don't be sorry about that. You're mature enough to know what you're doing right now. Get through this, face it. Ini bukan sesuatu yang salah. Cari yang memang kamu cari untuk bisa yakin sama kamu dan Dimas. Mbak percaya sama kalian berdua."

Setelah ketiga wanita itu tahu tentang permintaan Abel, mereka tidak berusaha memburu Abel tentang keputusannya. Namun, Nadifa yang sudah mengenal Abel sejak SMA tentu tahu gelagat temannya ya sedang dilanda cemas. Seperti saat ini, Abel yang tidak fokus pada pekerjaannya dan sering kali melamun. Jika tidak melamun ia akan melihat ke arah ponselnya.

Ponsel yang sudah hampir dua minggu ini tidak lagi berdering dari nomor Dimas. Sejak hari ke tiga akhirnya Dimas mengalah mengikuti permainan Abel yang tidak merespon apapun pesan yang ia kirimkan saat itu. Ia hanya akan menghubungi Bunda untuk berkomunikasi dengan Abil yang tentu dilakukan setiap hari. Kini Abel hanya memandang room chat-nya dengan Dimas yang tidak ia balas satu pun.

Believe in YouWhere stories live. Discover now