Pemeran Utama

241 45 4
                                    

"Wah... Pak Kuncoro memang luar biasa. Ada-ada aja ayahmu itu." komentar Esa sambil terkikik geli setelah aku curhat masalah Ayah.

"...terus gimana? Tinggal 3 minggu lagi dong waktumu." lanjut Esa sambil mengunyah pecel lelenya.

Aku mengedikkan bahu, "Nggak tahu lah, Sa. Mungkin ayah cuma gertak, biar aku nggak santai-santai sama kejomloanku."

"Kamu sih kelamaan jomlo." ledeknya tanpa nurani.

"Kaya situ enggak aja." Balasku.

"Aku kan sibuk kerja."

"Kamu pikir aku pengangguran?"

Esa terkekeh, "Tapi kenapa sih ya pada ribet banget urusan jodoh? Nggak tahu apa kalau banyak banget yang perlu dipikirin selain jodoh?" lanjut Esa kesal. Aku bisa maklum kenapa Esa merasa kesal, kalau Ayah baru memberi poster peringatan, Orangtua Esa sudah melangkah lebih jauh—Menjodohkan Esa dengan teman masa kecilnya.

"Ya karena kita tinggal di kota dimana seberapa bagus pun karier atau prestasi seorang wanita, tetap dianggap belum sempurna kalau belum menikah. Seberapa harmonis pun sebuah rumah tangga, tetap ada yang kurang kalau belum punya anak. Seberapa lucu pun anak, tetap dianggap kurang kalau baru satu." jawabku, teringat slogan yang digembar-gemborkan pemerintah 'Dua anak lebih baik' menjadi acuan bagi orang-orang kurang kerjaan yang hobi nanyain hak prerogative Allah.

"... Kayanya slogan dua anak lebih baik harus diganti deh. Jadi acuan buat pertanyaan kapan tambah momongan gitu." lanjutku lagi.

Esa mengangguk setuju, "Gile ya... kalau di drama korea umur 30an belum dapat jodoh perasaan biasa aja. Artis-artisnya malah sampe 40an masih pada betah jomblo. Kalau di sini? Bah... bisa diomongin orang sekampung. Segala diruqyah juga kali."

Aku terkikik geli. Teringat cerita Esa yang dibawa Mamanya ke Kiai untuk diruqyah karena tak kunjung dapat jodoh, khawatir ditaksir jin atau ada orang jahat yang sengaja menghambat jodoh Esa lewat hal ghaib. Masalahnya aku juga pernah mengalami hal yang sama. Dibawa Ibu ke tempat Ruqyah gara-gara susah jodoh juga. Tapi itu terjadi sekitar 2 tahun lalu, dan sampai sekarang aku masih jomblo juga. Hadeuuuh.

"Untung Han Hyo Joo tinggalnya di Korea, ya." kataku tiba-tiba, membuat mata Esa membeliak.

"Eh lha kan emang dia orang korea."

"Nggak... kalau di sini pasti udah jadi bahan ghibah. Mbak Hyo Joo nih... udah cantik, karier mapan, umur mau 40 tapi belum nikah juga kasian..." Kataku menirukan orang-orang kalau lagi ghibah.

"Hahaha," Esa tergelak.

"Eh tapi aku juga nungguin banget berita doi dating lho. Kira-kira sama siapa, ya?" tanya Esa. Meski tahu mengkhawatirkan artis, apalagi artis Korea adalah hal paling sia-sia, tapi tetap saja kami suka.

"Duh, aku tuh ngeship banget pas doi sama Lee Jong Suk di drama W lho. Kenapa nggak berlayar di real life aja sih." Gerutuku. Meski itu drama lama, tapi chemistry mereka di drama itu memang ciamik, apalagi visualnya. Nggak tahu editannya yang terlalu bagus atau emang dasarnya mereka se-good looking itu.

"Aku tim Han Hyo Joo- Park Hyung Sik lah. Masih belum move on sama Happiness aku." Sahut Esa menyebut salah satu drama favoritnya.

Aku tertawa saja, aku juga suka mereka di drama itu, "Aku tim Park Hyung Sik-Park Bo Young soalnya." Sahutku enteng.

"Ah kita nih, ngeshipperin artis korea mulu. Kapan kita berlayar dengan jodoh kita sendiri, huh?" gerutu Esa membuatku tergelak.

Selanjutnya kami malah ngobrolin tentang tontonan, skincare, bahkan sampai urusan politik dan sedikit membicarakan tentang pekerjaan. Meskipun tinggal di satu kota, kami jarang bertemu karena pekerjaan masing-masing. Padahal jika benar-benar niat, kami bisa bertemu dadakan dan mengobrol panjang lebar seperti malam ini.

Jodoh Juseyo {TAMAT}Where stories live. Discover now