Ketemu Lagi

204 55 5
                                    

Usai salat isya, aku bersiap-siap periksa ke klinik dekat kos. Badanku sudah mulai menghangat, biasanya demam akan datang malam hari dan paginya suhu tubuhku normal lagi. Aneh, kan? kaya sakit nggak niat gitu lho. Masa sakitnya kalau malam aja.

Aku memesan ojek online dan menuju klinik. Sampai di sana rupanya antrean sudah mengular. Hey... malam-malam gini kirain sepi, ternyata rame juga. Apa lagi musim orang sakit?

Aku menuju meja pendaftaran dan mendapati Rosa, teman satu kosku berjaga di sana.

"Masih antre 8 orang lagi, Mbak." kata Rosa merasa bersalah tidak bisa memotong antrean untukku. Katanya sih dokter yang sedang praktik hari ini memang banyak pasiennya, banyak yang cocok. Kalau tahu Rosa berjaga malam ini, aku minta diantrekan saja tadi.

"Nggak apa-apa, Ros. Aku tunggu aja."

Rosa mengangguk, kami mengobrol sebentar untuk membicarakan keluhanku. Aku kemudian duduk di kursi antrean seperti pasien yang lain.

Pukul sembilan malam sampai akhirnya namaku dipanggil, dan sepertinya aku bukan pasien terakhir. Karena setelahku masih ada beberapa orang yang sedang antre.

Aku memasuki ruangan dokter dan tak bisa menyembunyikan kekagetanku ketika melihat dokter Kanasta yang ternyata sedang berjaga malam ini. Wah... kenapa juga aku tak tanya pada Rosa tadi siapa dokter yang berjaga. Setelah kejadian memalukan itu tentu saja aku tidak ingin dipertemukan lagi dengannya.

Dokter tersenyum cerah.

"Halo... kita ketemu lagi." katanya semangat kemudian mempersilakan aku untuk duduk di depannya. Ia kemudian memeriksa rekam medis yang diserahkan suster.

"Silakan duduk, Bu." kata suster kemudian melakukan pemeriksaan tekanan darah dan suhu padaku.

"Hm... Kayyisa Danatri, 29 tahun... hm... sudah menikah?" tanya Dokter sambil melihat rekam medis kemudian menatapku. Aku memandang suster ragu, memangnya status menikah juga masuk rekam medis, ya? Oh mungkin dikira hamil.

"Belum, Dok. Saya nggak hamil. Haqqul yaqin." jawabku cepat dan fasih, pakai qolqolah segala. Lalu menyesalinya kemudian. Ngapain juga pakai haqqul yakin segala, mau kasih tahu kalau kamu masih perawan ting-ting, Kay?

Dokter tersenyum kecil sambil mengangguk-angguk.

"Percaya, kok." lirihnya lagi-lagi sambil tersenyum kecil, membuatku mengkerutkan kening. Sejak pertemuan kedua kami, entah mengapa aku merasa kalau Dokter ini bukan sekadar Sok Kenal Sok Dekat alias SKSD, tapi juga seolah sudah mengenalku. Masa gara-gara aku mengiranya penculik, dia jadi merasa tahu segalanya tentangku, sih.

"Apa keluhannya?" Kali ini ia menatapku dan bertanya dengan ramah, layaknya Dokter pada umumnya. Aku mengenyahkan semua pemikiran dan dugaan absurdku kemudian memberitahu semua keluhan yang kurasakan, dia mendengar dengan seksama sambil menatapku. Membuatku kadang salah tingkah. Ini bukan pertama kalinya aku ke dokter, tapi baru kali ini aku menemui dokter yang mendengar keluhan pasiennya seperti seseorang yang mendengar curahan hati sahabatnya.

Setelah itu dokter menulis sesuatu di rekam medis dan melontarkan beberapa pertanyaan sebelum melakukan pemeriksaan dibantu suster.

"Cek darah dulu, ya, Kay?" Tawarnya, aku hanya bengong sesaat.

"Mel, Orang lab masih ada, kan?" tanyanya kemudian menoleh pada Suster yang dipanggil Mel itu.

"Ada, Dok."

"Oke, Kay. Cek lab dulu, ya. Kalau berkenan... sambil menunggu hasilnya, saya terima pasien selanjutnya dulu. Bagaimana?"

Kay. Lagi.

Apa dia menyapa semua pasiennya seakrab itu?

Aku mengangguk kecil, tanda menyetujui.

"Nanti setelah hasilnya keluar, langsung ke sini, ya."

"Mari, Bu." Suster mempersilakan. Tuu kan... harusnya kalau baru kenal tuh begitu, apalagi dia menjual jasa. Kata sapaan itu penting. Emang dasar SKSD kali ya. Selanjutnya suster mengantarku ke ruang lain untuk cek darah. Sesuai instruksi, Setelah hasilnya keluar, aku kembali menghadap dokter.

"Gejala tipes." kata Dokter Kanasta setelah melihat hasil dari laboratorium.

"Gejala yang kamu rasakan itu karena ada bakteri asing yang masuk ke tubuhmu." lanjutnya santai. Ia kemudian mengambil kertas dan mencorat-coret sambil menjelaskan padaku tentang penyebab dari gejala-gejala yang kualami.

Dokter Kanasta menjelaskan dengan sangat detil tapi sederhana. Cara menjelaskannya mengingatkanku pada Dokter Hadi, Dokter senior yang jadi langganan keluarga kami kalau sakit. Hanya saja Dokter Kanasta menjelaskan dengan cara yang lebih menyenangkan.

"Nggak perlu opname, tapi kalau setelah minum obat dan beristirahat nggak ada perubahan, langsung ke IGD saja, ya." lanjutnya lagi. Tenang dan tidak terburu-buru. Ia kemudian menuliskan resep untukku sambil memberiku beberapa saran untuk mengurangi gejala selain dengan minum obat teratur.

"Nggak punya pacar, ya?" tanyanya yang kali ini menurutku nggak nyambung. Suster tak bisa menyembunyikan senyum kecilnya.

"Apa hubungannya, Dok?" tanyaku bingung.

"Punya nggak?"

Aku menggeleng, jangan bilang tipes ini penyakit jomblo ya?

"Pantesan... nggak ada yang ingetin makan-makanan sehat, ya?" katanya sambil tersenyum iseng.

Aku memaksakan tersenyum.

"Kuncinya makan. Paksain, ya. Sedikit tapi sering. Jangan makan pedes, asem, gorengan, santan dulu." lanjutnya lagi aku mengangguk angguk mengerti. Selanjutnya ia juga menyampaikan cara agar nggak kena lagi di kemudian hari. Wah, lengkap banget. Pantesan dari tadi pasien yang keluar dari ruangan ini tak pernah kurang dari sepuluh menit.

"Kalau nggak ada yang nemenin makan, aku bersedia kok." katanya santai sambil tersenyum. Reflek aku menoleh pada Suster yang telihat sama kagetnya dengan kalimat Dokter Kanasta, tapi si suster kemudian hanya tersenyum-senyum saja.

Kami kemudian menyudahi sesi konsultasi ini, aku berterima kasih sewajarnya.

"Semoga cepat sembuh ya, Kayyisa." katanya tulus sambil tersenyum manis sebelum aku keluar ruangan.

Sumpah! Cowok ini aneh banget!

***

Jodoh Juseyo {TAMAT}Where stories live. Discover now