Masa Lalu Kanasta

202 68 8
                                    

Mas Kanasta memenuhi janjinya untuk menemui Ayah. Sabtu pagi dia sudah tiba di rumahku dan mengobrol dengan Ayah. Mereka terlihat tidak canggung lagi karena sudah pernah bertemu sebelumnya.

Ibu langsung menginterogasiku. Pasalnya dulu aku pernah bilang kalau perjalanan cintaku dengan Mas Kanasta sudah karam sebelum berlayar. Eh tahu-tahu laki-laki itu menemui Ayah untuk menyatakan keseriusannya.

Setelah mengungkapkan keseriusannya, Mas Kanasta meminta izin untuk mengajakku keluar. Ayah dan Ibu memberikan ijinnya dengan senang hati.

Mas Kanasta membawaku ke sebuah rumah makan keluarga. Tempatnya lumayan ramai, apalagi ini weekend. Tapi kami berhasil mendapat sebuah saung yang cukup privat setelah serombongan keluarga kecil meninggalkan saung itu.

Kami banyak mengobrol, terutama sih tentang keluarga. Mas Kanasta menunjukkan foto Ibunya yang bernama Yusi, masih terlihat cantik dan muda. Ia juga menunjukkan foto adiknya yang bernama Gara yang sekarang sedang kuliah di Jepang. Mas Kanasta tidak terlalu banyak membahas tentang keluarganya. Ia malah banyak mengajukan pertanyaan tentang keluargaku. Hari ini Mas Kanasta bertemu dengan Ayah, Ibu, dan Kala di rumah. Sementara untuk Kisanak, aku hanya menunjukkan fotonya karena dia masih di luar kota.

"Om Kuncoro pasti sayang banget sama kalian, ya?" katanya mengembalikan ponselku, di sana aku menunjukkan foto masa kecil kami yang diantar Ayah naik motor berempat. Foto itu diambil Ibu.

"Ya... sayang dengan cara yang unik." Kataku sambil tertawa kecil, mengingat setiap kebijakan Ayah yang kadang nyentrik itu.

Mas Kanasta tersenyum lagi.

"Kalian dibesarkan dengan baik. Pantas kamu jadi pribadi yang baik dan menyenangkan."

Entah mengapa ada maksud lain dari perkataan Mas Kanasta yang seharusnya sebuah pujian itu.

"Alhamdulillah..." jawabku.

"Seperti yang pernah kamu bilang Kay... Kita bukan remaja lagi. Ketika memutuskan untuk melanjutkan hubungan, akupun memikirkan ke arah yang serius." ujar Mas Kanasta.

Aku mengangguk setuju. Sebelumnya ia juga pernah mengungkapkan hal itu. Karena itu lah ia sempat banyak meragu.

"Dan kamu tahu kan, kalau pernikahan itu tidak hanya melibatkan kita berdua. Tapi juga dua keluarga besar?"

Lagi-lagi aku hanya mengangguk, sekarang jantungku berdebar tak karuan. Apa ini masalah keluarga yang dimaksud Esa? Tapi... Masalah keluarga apa? Jangan-jangan aku bakal punya mertua rese kayak mertua Bu Lia. Aku mendelik curiga.

"Aku... serius ingin menikahimu, Kayyisa... Tapi ada sesuatu tentangku yang perlu kamu tahu." katanya sambil menatapku dalam. Raut wajahnya berubah, serius dan sendu.

"Meski aku sangat ingin kamu menerima lamaranku, tapi aku tahu kamu juga berhak menentukan pilihan setelah tahu tentangku." Lanjutnya kemudian, matanya beralih menatap kolam ikan di sekitar saung yang kami tempati.

Aku mengerutkan dahi, ada nada getir yang kutangkap dari kalimatnya. Ini mengingatkanku pada perkataannya beberapa waktu lalu tentang penyesalan jika menerimanya, apa benar ini tentang keluarganya?

"Kamu bisa mengatakannya, Mas. Setelah itu biar aku yang memutuskan." Jawabku tenang.

Ia menatapku sekilas dan tersenyum. Ia kemudian mengeluarkan ponselnya, setelah mengutak-atiknya sebentar, pria itu kemudian menyerahkannya padaku.

Satu artikel di sebuah portal online. Aku membacanya, seorang pria berusia 50 tahunan ditemukan tewas di rumahnya. Korban diduga dibunuh oleh rekannya karena dendam. Kejadiannya belum lama ini.

Jodoh Juseyo {TAMAT}Where stories live. Discover now