Keluarga K

235 55 3
                                    

Namaku Kayyisa Danatri, panggilan akrab Kay, atau Kakak kalau di rumah, sebab aku adalah putri sulung dari tiga bersaudara. Usiaku menjelang 30 tahun. Bekerja sebagai guru di sebuah SD Negeri. Menjadi PNS demi memenuhi cita-cita kedua orangtuaku sejak aku masih kecil. Ibuku, Kinasih seorang sarjana pendidikan, tapi memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga dan sempat membuka usaha catering karena merasa dunia perkantoran tidak cocok untuknya, sekarang Ibu lebih aktif jadi sosialita komplek, aktif di berbagai acara perumahan, ya pengajian, ya arisan, ya posyandu, pokoknya masuk ke dalam jajaran ibu-ibu seksi sibuknya orang komplek. Sementara
Ayahku tercinta Kuncoro Hadikusumo juga seorang PNS, pakdhe dan om-om kebanyakan PNS meski lain bidang. Jadilah mereka mendorongku untuk menjadi PNS juga. Sempat gagal dua kali ikut ujian PNS, aku akhirnya mendapatkan pekerjaan di usia ke 25 tahun.

Setelah memastikan penampilanku cukup rapi, aku mengetuk layar ponsel untuk melihat jam. Song Joongki sedang tersenyum manis menghiasi wallpaper ponsel, membuatku otomatis tersenyum juga.

Aku tidak ingat dengan pasti kapan tepatnya aku mulai menggilai hal-hal yang berbau Korea. Rasanya baru kemarin, tapi pernah aku cek sih sudah lebih dari lima tahun yang lalu. Ketika aku dibuat patah hati berat oleh seorang pria.

Namanya Mahendra Wijaya, kami berpacaran ketika aku baru lulus kuliah. Ayah dan Ibu sudah amat mendorong kami untuk segera menikah. Akupun menyambut baik maksud itu, hanya saja sebelum rencana lamaran diperbincangkan. Seorang perempuan datang dan mengaku sebagai calon istri Hendra.

Hendra tak mengakui bahwa mereka pacaran tapi malah mengaku kalau ia pernah tidur dengan perempuan itu saat kami masih berpacaran. Kan jahanam sekali. Bagaimana mungkin ketulusan cintaku bisa dikhianati hanya karena kebutuhan dalam kolor? Kalau boleh mengutuk, aku ingin mengutuknya jadi batu akik! Lalu kujual! Waktu itu batu akik lagi ngetrend.

Pokoknya aku tak terima pengkhianatannya dan tanpa harus kudeklarasikan, kami putus. Tak lama kudengar Hendra menikah dengan wanita itu.

Aku patah hati berat. Aku menangis seharian di rumah Esa, salah satu teman dekat semasa kuliah yang kemudian malah mencekokiku dengan variety show korea. Aku ingat pertama kali variety show yang aku tonton adalah Running Man. Variety show yang membuatnya terpingkal-pingkal. Di sana lah aku bertemu cinta pertama-virtual-ku Song Joong Ki.

Oh buat apa aku menangisi Hendra?

Mungkin sejak itu aku jadi rajin nonton variety show dan drama-drama korea. Oh pernah juga sih suka Boyband Super Junior, itupun setelah menonton variety show mereka. Bagiku mereka ini semacam pelawak berkedok idol.

Sebagian besar gajiku kemudian kuhabiskan untuk menonton konser bahkan liburan ke Korea. Ayah dan ibuku membiarkanku, sebagai bentuk pelampiasan atas patah hatiku. Hingga sekarang.

Aku masih keluar kamar dengan hati riang, sampai aku menutup pintu kamar dan menemukan sebuah poster tertempel di pintu kamar.

Mulutku mulai menganga dan mata melotot lebar ketika membaca dengan seksama poster yang tertempel :

KAYYISA DANATRI, AYAH SUDAH MENUNGGU LAMA UNTUK DAPAT SEORANG MENANTU. TERHITUNG 1X30X24 JAM DARI SEKARANG, KALAU KAKAK BELUM BAWA CALON MANTU JUGA BUAT AYAH DAN IBU, TERPAKSA AYAH YANG BAWAKAN CALON SUAMI UNTUK KAKAK.

TTD

KUNCORO HADIKUSUMO

***

Bukan Ayah namanya kalau nggak ngelakuin hal yang aneh-aneh. Poster bertanda tangan yang kutemukan tadi pagi cuma sedikit dari keajaiban yang Ayah pernah lakukan.

Keajaiban pertama mungkin dari filosofi Ayah ketika memberi nama anak-anaknya. Aku, termasuk yang beruntung, sebagai putri pertama yang lahir ketika Ayah masih lugu-katanya. Namaku cukup normal dan cantik, nama pemberian Pakdhe. Paling tidak bukan nama yang malu-maluin atau nama ajaib seperti nama adik-adikku.

Adik pertamaku diberi nama Kisanak Abimanyu, iya Kisanak, tahu, kan? Yang panggilan ala-ala zaman Majapahit itu. Jadi, Kisanak lahir waktu penduduk komplekku atau mungkin sebagian besar penduduk Indonesia lagi gandrung sama serial Kolosal. Tadinya Ayah malah mau namain Kisanak Dengan nama Kamandanu, tapi nama itu sudah dipakai tetangga, dan tercetuslah nama Kisanak.

Nama adik keduaku Kalasenja Masayu, alasannya? Karena Kala-begitu kami memanggilnya- lahir menjelang maghrib. Untung lahirnya nggak waktu subuh atau dzuhur. Mau dinamain Kalafajar atau kalasiang gitu?

Jadi, meskipun nama kami unik, tapi pada akhirnya kami tumbuh menjadi anak-anak yang lucu, menggemaskan, dan bikin calon mertua bangga.

Aku kini sudah bekerja dan ikut bantu-bantu meringankan beban orangtua. Kisanak kuliah sambil bekerja di Bandung, sementara Kala sudah kelas tiga SMA dan selalu sibuk dengan kegiatan organisasi.

Omong-omong tentang Kala, yang selalu sibuk dengan organisasinya itu, kembali membawa cerita bertema Ayah. Kejadiannya baru beberapa minggu yang lalu. Saat Kala sedang sibuk menjadi panitia untuk acara ulang tahun sekolah. Pukul sembilan malam, gadis itu belum juga muncul di rumah. Padahal sudah menjadi peraturan di rumah kami, Semua anggota keluarga harus sudah berada di rumah maksimal jam 9 malam. Undang-undang itu sudah disahkan dengan tanda tangan seluruh anggota keluarga.

Malam itu, Aku, sebagai anak tertua dan sedang ada di rumah dipaksa Ayah untuk menghubungi seluruh teman-teman Kala, bahkan disuruh menelepon ke sekolah.

Astaga! Memangnya siapa yang akan mengangkat telepon di kantor sekolah pada jam sembilan malam? Ayah hampir memaksaku untuk lapor polisi, kalau saja gadis itu tak muncul jam setengah sepuluh malam.

Untung saja jam 9 lewat 15 Kala muncul dan mampu membuktikan bahwa dirinya tidak berdosa, kalau buka. Karena ban motornya pecah di jalan dan HP lowbat Kala tidak akan terlambat.

Pernah juga satu malam, Kisanak terlambat pulang usai bermain futsal dengan teman-temannya. Apa yang terjadi?

Pagar rumah dicat oleh Ayah, sehingga Kisanak menjadi korban kelakuan absurd Ayah hari itu. Tidak ada omelan dan hukuman. Hanya saja noda cat basah di baju dan tangan Kisanak cukup memberi pelajaran bahwa kami tak bisa macam-macam dengan peraturan yang Ayah buat.
***

"Menurutmu, Ayah serius nggak ya sama posternya kali ini?" tanyaku pada Kala ketika mengantarnya ke sekolah dengan motor maticku, sekalian berangkat kerja.

"Kapan Ayah nggak serius sih, Kak? Tadi pagi aku juga dapat surat pemberitahuan." kata Kala cuek.

"Dari Ayah?"

"Ya masa dari Pak RT?" jawab Kala datar. Aku tertawa.

"Isi suratnya apa?" tanyaku.

"Pemberitahuan, kalau aku keterima di universitas negeri, Ayah hanya akan membiayaiku sampai 8 semester. Kalau di universitas swasta, cuma sampai 4 semester. Kalau mau lanjut S2 atas biaya sendiri."

Aku nyengir, rupanya surat pemberitahuan yang sama dengan yang aku dan Kisanak terima saat kelas 3 SMA. Untungnya kami berdua bisa masuk universitas negeri dan lulus tepat waktu, Kisanak sekarang lanjut S2 dengan biaya sendiri tanpa bantuan dari Ayah.
Seteguh itu memang pendirian seorang Kuncoro Hadikusumo.

"Its okay. Kakak tahu kamu pasti bisa masuk ke universitas negeri kok. Di luar kota juga nggak apa-apa." kataku menyemangati Kala.

"Kalau nggak bisa gimana, Kak?" tanya Kala, aku menangkap nada khawatir dari Kala. Ketika melihat ke arah spion, kulihat gadis itu menggigit bibir bawahnya. Diantara kami bertiga, Kala memang tidak menonjol di bidang akademis, jadi aku mengerti kekhawatirannya.

"Urusan nanti itu, yang penting usaha dulu." Jawabku. Dalam hati aku sudah berazzam, kalau nanti Kala keterimanya di Universitas Swasta dan Ayah hanya mau membiayai sampai 4 semester, selanjutnya aku yang akan membiayainya. Yang penting anaknya mau lanjut kuliah lagi dan serius belajar.
Gadis itu turun dari motor dan menenteng helm. Biasanya pulang sekolah nanti dia dijemput Ayah atau nebeng temannya.

"Semangat cari jodohnya, Kak. Kalau perlu aku bantuin bikin proposal." Kata Kala santai. Dia juga membaca sendiri pengumuman Ayah untukku itu.

"Ha? Proposal apaan Kala?"

"Kaya bikin proposal bantuan dana, kan? Aku sering bikin kok. Dijamin cair."

Entah sedang melucu atau serius tapi aku tertawa saja mendengar kata-kata si bungsu.

Jodoh Juseyo {TAMAT}Where stories live. Discover now