15: BATTLE CRY

26 20 101
                                    

   Suasana Terlalu genting untuk mengizinkan mu bernafas lega. Audy sibuk Mengudara sembari memastikan dimana para penduduk pulau selatan berkumpul. Barangkali sebagian dari mereka telah memutuskan mengungsi kepulau sebrang atau malah dengan nekat menyebrangi Lautan di tengah malam.

Audy telah berada di kawasan pulau seberang, letupan dan asap membumbung tinggi masih sayup-sayup terdengar, samar-samar cahaya berpendar pun masih tertangkap Indra penglihatan Audy di tengah kabut. Ia mengeluarkan Tongkat nya, mengamati kayu yang retak itu dengan sendu. Retakan nya telah memburuk sejak terakhir kali Audy mengenakan nya untuk Membunuh seorang awak yang meyandra Re. Ia khawatir Tongkat itu tidak akan berumur panjang lagi padahal pertarungan belum mencapai puncak.Sulit baginya untuk menahan diri tidak mengeluarkan sedikit magis pun pada pertarungan kali ini. Ia menyembunyikan Tongkat nya kembali, mendaratkan Gibel di tanah lapang. Audy belum turun, masih menyisir wilayah sekitar yang Luarbiasa. Kalau saja Gibel tidak Bersinar dalam gelap, ia mungkin tak akan melihat apapun.

Sebaik-baiknya mereka bersembunyi, mereka tidak sendirian. Perkataan Migel ada benarnya,Bahwa sulit melarikan diri bersama orang lain. Lampu api dan lentera redup-redup yang bergoyang-goyang di tengah Padang rumput tinggi adalah pemandangan yang sangat jelas di dalam kegelapan.Audy Membawa Gibel melesat kesana, dalam sekejap segerombolan orang itu terperanjat sewaktu angin ciptaan sayap Gibel menyapu bersih Padang rumput hingga lentera-lentera api mereka sebagian padam. Beberapa terduduk, mereka memandang ngeri kearah Audy dengan tunggangan nya.

Audy melompat turun, sontak membuat mereka termundur. Seorang Pemuda paling berani berdiri paling depan, menjadi pertahanan terakhir Orang-orangnya.

"Aku datang dengan damai," ucap Audy mencoba menenangkan keadaan.

"Siapa yang bilang seorang dengan monster bercahaya jatuh dari langit di tengah malam yang gelap datang dengan damai," katanya panik.

"Kau benar. Gibel lebih terang daripada tokek cahaya. Sejujurnya itu sangat membantu." Audy mengusap dagu.

"Apanya!"

Audy mengibaskan tangan."Tenangkan suaramu sedikit." Audy beralih mengamati orang-orang di balik tubuh pemuda itu. Setidaknya jumlah mereka mungkin menyentuh angka Dua puluh atau lebih, di dominasi para pria kekar dan beberapa perempuan beserta anak-anak.

"Aku mengajak kalian untuk berpartisipasi pada kemerdekaan."Audy kembali menatap Pemuda itu.perpaduan antara rambut ikal coklat terang dan mata bak Emerald begitu menarik Atensi Audy.

"Kemerdekaan Para penyihir!" serunya.

Audy menutup telinga sebentar."Tak bisakah kau menjaga intonasi mu? Ini untuk kemerdekaan kalian semua. Sudah saatnya keluar dari Pulau ini,kalian tentu saja tidak ingin selamanya terperangkap disini, di bawah kaki tangan mereka. Karena itulah kalian memutuskan mengendap-endap seperti tikus pencuri saat ini,kan? Sangkal kalau berani."

Semua terdiam, tidak menyahut atau sekedar menatap kearah Audy yang sebetulnya separuh tidak percaya diri. Pertarungan sejauh ini seimbang, dan ia di landa kegelisahan tanpa kejelasan karena Ruther berjuang seorang diri mengendalikan Puluhan Monster yang tak mungkin jinak dan Re yang masuk ke kandang singa secara langsung. Sementara ia hanya mampu mengutarakan Kalimat Persuasif untuk memperbanyak pasukan. Sebutlah itu Bala bantuan.

"Tidak ada yang mengenal pulau selatan sebaik kalian. Berikan kehidupan yang layak pada anak-anak yang menderita karena lahir di tanah berdosa ini," tambah Audy.

Seorang perempuan maju kedepan.

"Ini dahulunya tanah kami. Milik leluhur-leluhur kami,sampai sekelompok orang itu datang dan merubah stigma terhadap keberadaan pulau selatan."

CAPTAIN CALBARAWhere stories live. Discover now