07: The Forgotten Prince

30 21 28
                                    

   Herbury memang sepanas rumornya. Desas-desus mengatakan kau akan gosong bila sehari saja menetap di Herbury, kota Timur beriklim tropis yang selalu di terpa badai Pasir yang datang tanpa kabar.

"Air ku habis," keluh Re mengguncang- guncangkan botol minum nya yang nihil isi.

"Kapan kita mendarat, sejak tadi hanya ada gundukan pasir disana sini. Mana oasis yang terkenal itu?" Ruther ikut-ikutan mengeluh.

"Entahlah, aku khawatir kita malah tersesat. Aku sudah baca kalau Jalan Herbury memang seperti labirin. Kita sudah melintasi Padang pasir sejak dua jam lalu, harusnya tidak akan selama ini," Audy bimbang, ia mengeluarkan Kompas nya dan arah mereka seharusnya sudah sesuai petunjuk benda bundar itu.

"Pasti mudah melihat Oasis dari atas sini." Ruther Membuat teropong dengan tangannya, berharap Oasis yang di maksud bisa muncul secara ajaib.

"Kalau turun sekarang?" usul Re.

"Ada Makhluk Gurun. Aku tidak ingin bertemu mereka. Kalau turun kau pikir secara sazam Oasis nya akan muncul?" celutuk Audy.

"Lama-lama kita bakal mati kering," kata Ruther.

Alba Mengeong lesu, hawa panas menyengat tanpa atap sedikit pun benar-benar menyesakkan dada. Keringat mengalir walau mereka tengah mengudara dengan kecepatan lumayan.

Bahkan angin pun terasa menyengat.

"Disana!" seru Audy girang.

Ruther dan Re bergegas mengikuti arah tunjuk Audy yang menjurus pada Lingkaran maha lebar yang mengikis gurun, Pepohonan dan perumahan Berjejer Dan tersusun Rapi. Bahkan ada telaga di tengah-tengah yang terlihat begitu segar untuk di Selami.

Alba Menurun begitu jalanan batuan tersusun di atas Pasir, kedua kaki Alba mendarat dan dalam sekejap Menjadi kecil dan meletoy.

"Kau sudah melakukan yang terbaik." Audy menggendong Alba dan memasukkan nya ke tas.

Mereka berbaris mengikuti Antrean yang tidak seberapa panjang menuju Gapura masuk. Audy dan Ruther di persilahkan masuk segera Begi tahu mereka berdua adalah seorang Magister. Tapi kemudian,Mereka mencegat Re.

"Kau bukan penyihir legal," katanya dengan wajah datar.

"Apa?" protes Re sambil berkacak pinggang. Hari ini sudah panas dan emosinya Membuat ini semua lebih panas.

"Kau bukan penyihir Legal, datangi lah Kantor Pemeriksaan di Selatan Oasis untuk dapat masuk dan menjajal Herbury," katanya.

"Loh, aku datang bersama mereka!"

"Tuan, Anak ini baru ingin memulai pendidikan Magisnya," Audy ikut membela.

"Tunjukkan Identitas Istera mu kalau begitu," pinta nya lagi.

Re melengos sebal. Ia ingin saja mengubur Pria itu ke dalam pasir biar terpanggang atau di makan makhluk gurun. Tiba-tiba saja semua ini membuat bekas luka di jidatnya kembali nyeri.

"Kalau tidak punya, ikuti kataku tadi!" katanya mulai meninggikan intonasi.

"Ah! Disini tuan!" kata Audy menunjukkan kartu identitas Re sebagai Istera dari Tas nya. Pria itu mengambilnya lantas berkali-kali bergantian memandang kartu itu dan Re.

"Saya lupa kalau dia menitipkan ini pada saya. Dia sungguh Ceroboh," Audy tertawa Garing.

Setelah jeda panjang, Pria itu akhirnya menghela nafas. Begitu mengembalikan Kartunya dia mengizinkan Re bergabung bersama mereka. Mereka lekas menjauh.

"Aku tidak Pernah ikut Akademi. Bagaimana bisa aku punya identitas?" bisik Re.

"Itu kartu pengenal ku dulu, aku hanya sedikit memodifikasi nya supaya berguna," jawab Audy enteng.

CAPTAIN CALBARAWhere stories live. Discover now