9. Hari Yang Malang

238 60 22
                                    

"Tsk, mengapa bola bundar itu memilih kendaraan rongsokan ini ketimbang membeli yang baru. Aku harus bekerja ekstra hanya untuk benda sekali pakai ini."

Di bawah mobil yang dipenuhi dengan bau pelumas serta suku cadang yang berserakan, Hans menggerutu sementara tangannya terus bergerak memperbaiki sesuatu. jari-jarinya yang memiliki berbagai macam bekas luka menggambarkan kehidupannya sebagai montir di masa lalu. Sayangnya, kehidupan itu sudah lama sirna setelah kematian keluarganya. Dan apa yang tersisa kini hanyalah dirinya yang hampa dan melanjutkan hidupnya dengan cara yang salah. Pembunuhan? Itu sudah dianggap sebagai normal baginya. Tidak ada rasa bersalah atau benci, dia juga tidak merasakan kesenangan akan hal itu. Tapi dia tetap melanjutkannya karena dia sudah menanggapnya sebagai bagian dari kehidupannya. Dia bahkan berpikir jika dia mati, kematiannya akan menjadi hal yang membosankan dengan semua yang telah dilakukannya. Itu adalah alasan kenapa Karlan membiarkannya masuk ke dalam grupnya, dia menyukai sikap tidak peduli dari Hans akan kehidupannya sendiri. Orang semacam itu sangat cocok di medan perang karena tidak takut dab akan mengabaikan semua jenis bahaya demi menyelesaikan misi.

*Ksksksksks....

Suara semak-semak yang bergesekan diikuti dengan suara langkah kaki berjalan memasuki telinga Hans yang tangannya masih sibuk di bawah sana.

"Ziffon, bagaimana situasi di sana? Menemukan kelinci itu? Hahaha."

Hans tidak merasa waspada akan siapa itu karena yakin itu adalah Ziffon yang kembali dari hutan. Jadi matanya tetap fokus ke tempatnya.

"..."

Tapi Ziffon tidak menjawab leluconnya dan hanya diam. Hans tidak merasa tersinggung ataupun aneh akan hal itu karena dia mungkin sedang kesal dengan keadaannya saat ini.

... Tunggu, kesal?

Hans yang memperhatikan sesuatu akhirnya merasa ada yang tidak beres, karena jika Ziffon kesal, dia pasti akan mengatakan kata-kata kasar dan mengumpat.

Dia melirik kaki Ziffon yang seharusnya mengenakan sepatu bot. Tapi daripada itu, apa yang dia lihat adalah kain panjang yang sampai menutupi mata kakinya yang tampaknya adalah sebuah rok, sementara dia tidak mengenakan alas kaki. Sudah sangat jelas itu bukan Ziffon.

Melihat orang yang datang bukan salah satu yang dia kenal, dia segera mencoba untuk berguling ke sisi lain mobil dan mengambil pistolnya yang tersarung.

*Dorr!

"Arghhh!"

Aksinya yang bertindak cepat terhadap situasi sayangnya tidak membuahkan hasil saat suara tembakan meletus dan bahunya terkena timah panas.

*Dorr! Dorr! Dorr!

Tiga tembakan lain meletus dan semuanya mengenai bagian tubuh Hans dari bahu, perut dan betis yang membuatnya tumbang karena tidak bisa berdiri dengan benar. Darah keluar dari luka tembakan yang dia alami, dan rasa sakit yang diterimanya membuat tubuhnya tidak merespon dengan benar.

"Mrggh.. Hahh, hahh, siapa...."

*Tak.. Tak.. Tak..

Suara langkah kaki yang kasar semakin mendekat ke arahnya diikuti dengan detak jantungnya yang juga berdetak kencang karena dia tahu ajalnya semakin dekat.

... Tidak mungkin pihak polisi bisa mengetahui keberadaan kami begitu cepat. Apa itu JSDF? Atau seseorang diantara kita telah membocorkan informasi?

Dengan keringat dingin serta wajah yang pucat karena mulai kehabisan darah, Hans mencoba berpikir siapa dalang di balik ini. Dia juga mencoba memikirkan bagaimana dia akan melarikan diri, tapi dengan tubuhnya yang terbaring di tempat terbuka, itu tidak mungkin.

Change Role : Make My Own Ideal Hero's Use Former Myself! Where stories live. Discover now