Aku tidak akan berbohong, aku tergoda untuk mendorongnya jatuh ke sana.

Satu langkah lagi. Aku menerobos kerumunan lebih dekat padanya, berdiri di belakangnya. Tanganku terangkat pelan, lantas menggantung di udara. Aku hanya perlu memberikan sedikit dorongan. Hanya sedikit saja. Dia tidak akan tahu. Tidak akan ada yang sadar, dia sibuk melompat-lompat dengan cerobohnya.

Ya, hanya sedikit luka akan bagus untuknya. Sekali-kali, dia juga perlu diberi rasa sakit. Barulah itu adil.

Aku menelan ludah. Lalu bersiap mendorongnya di bahu ketika kerumunan dari belakang justru mendorongku tiba-tiba. Aku oleng ke sisi begitu sekelompok siswi senior berusaha menyerobot.

Tahu-tahu, aku mendengar jerit kesakitannya.

Di sana, Bia terluka. Runcing pagar yang kuperhatikan tadi menggores tepat di bawah lututnya, menyebabkan luka berdarah yang lumayan. Seketika, ia menangis seperti bayi.

"Bia! Bia lo nggak pa-pa?"

"Bia, lo luka?!"

"Bia?!"

"Bia?!"

Sontak saja, dia menjadi pusat perhatian dengan mudah. Semua orang menkhawatirkannya.

Aku terdorong ke belakang oleh makin banyaknya orang yang mencoba menolong. Tetapi bagian paling menyedihkan dari semua itu adalah ketika sebuah bahu yang kokoh menabrak bahuku, membuatku nyaris terjatuh. Itu bahu Pandawa.

Dia segera melemparkan basket di tangannya begitu mendengar jerit itu dan berlari ke luar lapangan. Ia menyingkirkan semua orang ke sisi sebelum, tanpa basa-basi, mengangkat Bia di lengannya.

Ia melarikannya ke UKS. Diiringi sorak sorai anak-anak lainnya, in a good way. Selayaknya para penonton ketika meyaksikan sebuah drama romantis di depan mata.

Pelan tapi pasti, rasanya ada sesuatu yang menggelegak dalam diriku. Tanganku mengepal di sisi tubuh, kuku-kuku menusuk telapak tangan, dan aku masih tidak dapat mengatasi rasa marah yang kian menjadi.

Di antara semua orang, kenapa harus Bia yang mendapat semua yang pernah kuimpikan?

Di antara semua orang, kenapa harus Pandawa orang yang menyelamatkanku tiga tahun lalu?

Mungkin apa yang ibuku katakan benar; hidupku adalah sebuah kesialan berjalan.

Aku mencoba menarik napas, dan tidak berhasil sehingga dengan segera, aku berlari ke arah sebaliknya. Menuju atap.

***

Tidak ada seorang pun di atap. Akhirnya. Tidak bahkan di bangku panjang di dekat tumpukan meja kursi itu. Akhirnya aku sendirian, dan aku bisa bebas menjadi diriku.

Ya, seperti inilah aku. Aku bukan malaikat dan semua yang kupelajari adalah cara bertahan hidup. Cara membenci. Cara memupuk kebencian. Dan hanya itulah satu-satunya cara aku bertahan. Jika bukan karena rasa benci ini. Jika bukan karena amarah untuk melihat orang-orang di sekitarku hancur, aku pasti sudah memilih mati sejak lama.

Dan kejadian barusan membuat amarahku menggelegak ke permukaan. Aku mengepalkan tangan lebih erat, lalu berjalan dalam langkah-langkah lebar dan cepat menuju sebuah kursi kusam yang duduk sendirian di tepi. Aku menerjangnya dengan kakiku. Menendangnya keras hingga kursi itu terjungkal.

Belum cukup, akupun berteriak. Kuluapkan segala yang mengimpit dadaku. Aku butuh bernapas. Aku benci perasaan ini, tetapi tidak dapat melepasnya. Tidak tahu caranya. Aku benci semua orang! Aku benci Bia! Aku benci Pandawa!

Namun di atas itu semua ... aku paling membenci diriku!

Aku berteriak lagi. Sekuat tenaga. Hingga tenggorokanku terasa sakit dan suaraku terasa habis. Hingga aku terjatuh di lututku. Aku memeluk diriku sendiri, menenggelamkan wajah di antara lutut, dan membiarkan kesedihan yang tidak bisa kukeluarkan lewat airmata hadir dalam bentuk rasa lelah.

Aku memeluk diriku sendiri, dan merasakan dunia begitu luas untukku. Aku sendirian. Aku kesepian.

Lalu, samar-samar, aku merasakan sepasang kaki melangkah ke arahku. Sepasang kaki itu berhenti di depanku.

Aku mendongak.

Ia mengulurkan sebotol air mineral untukku. Wajahnya terhalang oleh silau matahari di belakang kepalanya. Tetapi lambang pada lengan seragamnya itu sulit ditemukan di manapun. Hanya ada satu, lambang seperti itu. Dan itu milik ketua OSIS SMA Bintang Karya Insani.

"Pasti capek, teriak-teriak," katanya. "Minum dulu."

***

Terima kasih ya, yang sudah meluangkan waktu untuk mampir, terus juga vote, komen dan like. Terutama yang suka berbagi pendapatnya di kolom komen.

Banyak yang gemes ke Isa! Haha

Again, thank you. I really appreciate it. See you again soon!

QOTD: Bucin Aksal mode kira-kira berapa chapter lagi nih baru aktif?

Prince Effect [COMPLETED]Where stories live. Discover now