28. Mentormu

5 2 0
                                    

Setelah beberapa kali ke sini, rasanya ruang rapat lebih dari sekadar ruang diskusi. Satu waktu aku melihat Sajda dan Sebas fitting baju di sini dengan Arbei sebagai stylist mereka. Lain waktu, semua orang hadir di sini bukan untuk rapat, tapi untuk mabar. Sajda main sambil berbaring di meja. Arbei dan Sebas selonjoran di lantai sementara Abel mengangkat kakinya ke meja. Ash menyatukan tiga kursi dan tidur di sana. Satu-satunya yang tidak hadir adalah July. Namun beberapa detik kemudian, dia datang bersama cemilan.

Kemarin, mereka main tenis meja di sana. Ash bahkan memintaku membantunya mengaitkan net ke dinding. Sungguh pertandingan yang sengit. Sajda menang telak atas Sebas dan maju ke final, namun Abel yang jadi juara. Hari ini, Ash berjanji mengajariku segala hal tentang seluk-beluk Negeri Dalam di sini.

Tetapi ia belum kunjung datang.
Sudah lima belas menit. Aku keluar ruangan. Markas ramai hari ini. Semua anggota ada di sini, tapi Ash justru tidak kelihatan batang hidungnya. Arbei menyapaku saat kami berpapasan di selasar. "Mencari apa?"

"Apa kau lihat Ash?"

"Oh!" Arbei ber-oh ceria. "Dia baru saja menyusul Abel. Ada urusan mendadak di markas lain."

"Oh." Suaraku terdengar kecewa. "Dia berjanji mau mengajariku tentang Negeri Dalam hari ini."

"Maksudmu, kau mau tahu tentang Negeri Dalam?" Mata Arbei berbinar. Ia segera menarik lenganku begitu aku mengangguk. "Akan kutunjukkan."

Arbei membawaku ke perpustakaan. Dengan sigap, tangannya memilah-milah di barisan buku tua bersampul kulit sambil mengoceh riang. "Buku adalah jendela dunia, benar? Kau tidak perlu Ash untuk mengajarimu tentang seluk-beluk negeri asalmu. Kau hanya perlu buku."

Ia berbalik menghadapku dengan alis terangkat, wajah cerah dan lengan memangku buku-buku tebal. Lalu, satu persatu buku-buku itu ia pindahkan ke pangkuanku.

"Yang ini tentang asal-usul Ras Estellion. Yang ini peta geografis beserta sejarah tiap pulau kami. Ini buku tentang mitologi dalam tradisi kami-mungkin kau tidak terlalu membutuhkannya. Dan yang ini-Orion! Maafkan aku-" dia menjatuhkan sebuah buku, "-buku tentang pengendalian aura, sekaligus pengantar tentang jenis-jenis bakat kelainan. Buku wajib sekolah dasar. Ini jilid duanya. Jilid tiganya mungkin terselip di suatu tempat, nanti aku carikan."

Ia menumpuk lagi. "Lima Agensi, struktur sosial Ras Estellion, kehidupan modern Ras Estellion dan... tokoh-tokoh penting."

Total ada tujuh buku di tanganku. Lututku gemetar. Aku seperti sedang menggendong galon air.

"Kau bisa menulis catatan di lembar terpisah jika ada istilah yang tidak kaupahami, nanti aku akan bantu. Tapi setidaknya, buku-buku ini adalah pengantar, jadi bahasanya seharusnya tidak rumit. Di mana kau mau membaca?"

Aku kebingungan. "Di sini."

"Hebat!" Ia mendorongku bertukar posisi dengannya. "Kalau begitu, aku ada di ruang rapat."

Arbei melambai gembira, berjalan mundur hingga pintu ruang perpustakaan, lalu menutupnya. Tinggallah aku sendiri.

Membaca buku bukanlah hal sulit bagiku-meski telah lama minatku terhadapnya menghilang. Hanya saja, hari ini terasa sepi. Berkali-kali aku melarikan pandangan ke luar. Aku seperti anak kecil yang dikurung di kamar belajarnya hingga waktu makan siang. Aku mengernyit. Jelas aku bukan anak kecil. Kuputuskan untuk membaca di rooftop.

Langit cerah dan angin bertiup sepoi-sepoi. Markas sepertinya baru belanja furnitur baru. Ada kursi ayunan rotan di bawah kanopi. Kursinya berbentuk seperti sangkar burung. Ada bantalan sofa di dalamnya. Aku bersantai di sana.

Dari buku pertama, aku tahu bahwa Ras Estellion adalah orang-orang yang punya energi dan pancaran aura di atas rata-rata. Di masa lampau, mereka disalahpahami sebagai penyihir. Kebanyakan dari mereka datang dari suku-suku tradisional di Asia Tenggara.

Ada Tujuh Penggagas, tujuh orang pendiri peradaban modern Ras Estellion. Mereka, Ras Estellion, hidup di pulau-pulau terpencil yang tidak ada di peta manapun. Intinya, dari peta atlas yang kubaca sewaktu sekolah, pulau-pulau mereka tidak terdeteksi.

Karena sebagian besar daratan dikuasai Orang Luar-yaitu aku salah satunya-daratan mereka sebagian bersar berupa pulau-pulau kecil di lautan luas. Di setiap samudra, ada satu pemerintahan pusat. Jadi, bisa dibilang ada lima negara yang berpenghuni Ras Estellion. Dari foto-foto sejarah, kehidupan mereka penuh adat dan tradisi. Pakaian mereka dari kain-kain bermotif dan aksesoris mereka meriah. Simbolis. Aku jadi teringat pada pita batik di lengan semua anggota tim saat mereka berseragam, juga senjata unik Ash.

Dalam satu halaman, disebutkan itu namanya keris. Senjata tradisional Suku Jawa dari Garis Khatulistiwa. Pedangnya meliuk-liuk seperti badan ular yang bergerak, ujungnya melancip. Pangkalnya terbuat dari kayu. senjata itu penuh ukiran dari hulu hingga hilir. Aku mengamati wujud keris dalam foto itu. disebutkan bahwa celah di bawah ukiran badan keris digunakan untuk menyimpan racun. Sekali gores dan kau mati. Aku menelan ludah.

Ash tidak terlihat hingga beberapa hari selanjutnya. Yang ada hanya Arbei dan Sebas yang sibuk bolak-balik. Aku benar-benar kesepian. Tiba-tiba, aku merindukannya.

Pagi itu adalah jadwal latihanku. Kami biasa bertemu saat sarapan, namun tidak ada siapa-siapa di dapur. Aku pemanasan di taman belakang. juga tidak ada siapa-siapa. Bermeditasi di balkon. Tidak ada siapa-siapa. Lalu, ke kolam renang.

Di saat aku tengah melamun, terdengar langkah kaki mendekat. Aku bangkit, lalu berbalik, hendak menyambut Ash di pangkal undakan. Namun, begitu aku mengangkat wajah, Sajda terhenti kaget tepat dua langkah di depanku. Aku lebih kaget.

"Hai, Sajda," sapaku ragu. "Ada sesuatu?"

"Hari ini jadwal latihanmu, kan?" tanya Sajda agak canggung. Aku menjawab heran, "Ya."

"Mulai sekarang, aku yang menjadi mentormu."

.
.
.

Pic on header: https://pin.it/kYCFpBz

SemidevilOn viuen les histories. Descobreix ara