26. Jiwa Yang Kesepian

16K 3.5K 1.1K
                                    

Kalimat-kalimat Elios dan Lacey tidak berhenti terngiang di kepalanya, Hiro mulai ketakutan, tubuhnya gemetar, dadanya sesak, matanya tidak henti mengeluarkan air saat ia berjalan cepat menuju kamar Oliver. Kala itu, punggung tangannya sudah berdarah kembali karena Hiro mencabut infusnya begitu saja. Dia sudah terlanjur takut bila Papa dan Mama meracuninya lagi.

"Oliver! Oliver!" Panggil Hiro sangat keras, lupa jika Oliver sudah pergi satu jam yang lalu. Dia terus saja mengetuk pintu kamar saudaranya. "Oliver tolong saya! Saya mohon, tolong buka pintunya!"

Napas Hiro naik turun. Ia menangis deras karena Oliver tidak kunjung menjawab panggilannya."Oliver!"

Namun, Hiro tidak menyerah, terus-menerus dia memukul pintu hingga tangannya membiru. Seluruh tubuhnya sakit, perih, tapi ia abaikan karena ada ketakutan lebih besar yang menghantuinya. Seakan-akan memintanya untuk mati saat itu juga.

Hiro butuh Oliver. Dia benar-benar butuh saudaranya.

"Tolong saya, Oliver! Tolong saya!" Hiro terlanjur kalut dan tidak bisa berpikir apa-apa. Yang dia lakukan hanya memukul-mukul pintu sampai lupa jika sudah melakukannya nyaris satu jam. Beberapa pelayan yang lewat sempat melihat, tapi mereka mengabaikannya karena menganggap kelakuan aneh Hiro adalah hal yang biasa terjadi. Anak itu memang sering mengetuk pintu kamar Oliver dan mengganggu saudaranya setiap waktu.

Pada akhirnya, Hiro berlari ke kamarnya sendiri dan mengunci pintu dari dalam. Gerakannya begitu tergesa-gesa saat ia bergegas masuk ke kamar mandi. Ia menutup pintu lagi, menguncinya dari dalam kembali seperti tadi. Sebelum kemudian duduk di lantai dan menumpukan kepala di atas lutut. Kedua tangannya ia gunakan untuk menutup telinga.

Hiro menangis dalam diam. Sebab saat ini ia baru sadar, jika dirinya benar-benar kesepian. Dia tidak memiliki apa pun dan siapapun. Jangankan keluarga, dirinya sendiri saja Hiro tidak punya. Dia sebatas hewan milik Mama dan Papa, yang bisa disingkirkan bila sudah tidak lagi diperlukan.

"Bodoh! Bodoh! Bodoh!" Hiro menghantukkan kepalanya ke dinding kamar mandi berkali-kali. Oliver melukainya, Mama dan Papa tidak pernah menginginkannya, ia dianggap hewan percobaan untuk obat mematikan yang mereka buat. Dan Hiro terlalu bodoh untuk menyadari itu semua. Padahal banyak sekali kejanggalan yang terjadi di rumah ini.

Setelah satu jam lebih berada di kamar mandi, Hiro baru ingat jika Oliver sedang tidak ada di rumah saat ia mendatangi kamar cowok itu. Alhasil, Hiro berhenti menyakiti dirinya sendiri dan keluar lagi karena ingin menemui Oliver yang mungkin saja sudah kembali. Ia melangkah cepat, lekas membuka pintu dan berlari menuju kamar saudaranya.

Kebetulan, Oliver baru pulang dan akan masuk ke kamar saat Hiro berjalan cepat dan kian dekat. Detik itu juga Oliver mundur, menepis tangan Hiro yang akan menyentuhnya.

"Oliver tolong dengarkan saya dulu," pinta Hiro dengan suara gemetar sambil menyatukan kedua tangan untuk memohon. Sesekali anak itu menoleh ke belakang seakan ada penjahat yang sedang mengincarnya.

Melihat wajah takut Hiro, Oliver berdecih tidak percaya. Ia kira Hiro sedang bersandiwara untuk menarik perhatiannya. "Gue nggak punya waktu buat lo."

"Oliver--"

"Gue ngantuk," potong Oliver cepat seraya membelakangi Hiro yang menyusul masuk tanpa izin. Mata Oliver melebar, dia berdecak geram melihat Hiro menangis. "Keluar!"

Belenggu Hiro |Haruto| (TERBIT)Where stories live. Discover now