02: Masa kecil penuh penderitaan

Mulai dari awal
                                    

Memangnya apa yang salah padanya? ia hanya ingin bermain bersama dengan anak-anak yang lainnya. Selalu saja anak-anak yang lain mengejeknya Sakit dan tidak memiliki ibu.

Apa dua hal itu harus menjadi alasan ia tidak boleh bergabung bersama anak-anak lainnya?

"Te-teman-teman, tapi aku mau ikut main." Ucapnya dengan nada getir.

Salah satu bocah berbadan gempal menghampirinya sambil memasang raut wajah kesalnya.

"Hei! kamu itu nggak boleh main sama kita. Soalnya kamu itu nggak punya ibu, dan papah kamu penjahat." Sahutnya dengan begitu ketus.

"Tapi papah aku nggak jahat." Balas anak lelaki itu terus meyakinkan yang lainnya.

"Jangan percaya, papahnya itu jahat. bisa-bisa dia juga sama nanti kaya papahnya penjahat juga."

Anak lelaki itu terdiam sambil tersentak kaget. Ia kembali menundukkan kepalanya karena sedih.

Beberapa dari mereka, berkata bahwa papahnya jahat. Tapi baginya, ayahnya luar biasa. Entahlah, bocah berusia 6 tahun sepertinya belum mengerti apa-apa. Bahkan belum tau apa yang terjadi sebenarnya.

Bukan hanya anak seusianya saja, bahkan orangtua pun sampai menjauhi dirinya. Mereka semua mengucilkan anak tidak berdosa sepertinya ini.

Sebenarnya, apa yang telah terjadi pada keluarganya bahkan pada papah nya juga? Kenapa harus ia yang kena imbasnya.

Ia hanya seorang anak lelaki lugu berusia 6 tahun yang tidak mengerti apapun, tapi kenapa semuanya malah membencinya. Kenapa harus ia yang kena?

"Pa-papah aku bukan penjahat." Ulangnya lagi.

"Ih banyak omong, kita pukulin aja yuk dari pada nanti kita yang dipukul papahnya." Ajak anak gendut tersebut.

"Ayok!"

"Ayok!"

Deg!

Satu tendangan dari anak gendut itu mengenai bagian dadanya, anak itu tersentak hingga terhempas ke tanah.

Ia meringis kesakitan sambil terus memegangi dadanya yang terasa begitu sakit luar biasa.

"Cupu banget, sih. Katanya anak penjahat, masa baru 1× tendangan aja dia udah mental dan jatuh." Ledeknya.

Bukan main tendangan anak itu, meskipun usianya masih dini tetapi tendangannya tidak boleh diragukan. Mungkin karena badannya yang gemuk.

Tendangan itu membuat anak lelaki itu tidak bisa bangun. Ia terus meringis kesakitan sambil memegangi dadanya dan mencengkeram bajunya sendiri. Ia ingin menangis, tetapi ia harus tetap bersikap kuat didepan anak-anak menyebalkan ini.

Rasanya begitu menyakitkan, tepat mengenai bagian dadanya. Jantungnya...

Bahkan untuk berdiri saja ia tidak bisa, tolonglah. Bocah ini tidak mau mati kesakitan. Papahnya tidak ada disisinya sekarang tidak ada yang bisa membantunya.

"ayok tendang lagi!"

Tak!

"Aw! aduh...siapa sih itu?"

kilas balik Svarga dan SatyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang