|| 1 || His Name is....

43 7 2
                                    

"Lo ingat ciri-cirinya gimana? Siapa tahu aja gue pernah ketemu atau nggak gue tanya Ghali aja?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Lo ingat ciri-cirinya gimana? Siapa tahu aja gue pernah ketemu atau nggak gue tanya Ghali aja?"

Mendengar suara Anin itu Senja menggeleng pasrah dengan pandangan yang masih menatap kosong ke depan. Wajahnya sembab dan masih ada sisa ketakutan pasca memaksa Anin menjemputnya dengan motor salah satu penghuni kosan. Bayangan truk besar yang menabrak pos keamanan kampus yang sedang kosong terus terngiang di kepala. Senja begitu dekat dengan kematian sore tadi dan membayangkannya lagi membuatnya tak percaya sekarang dirinya sudah berada di kamar kosnya.

"Nggak bisa mikir gue."

"Lo udah habis teh anget dua gelas. Masa belum tenang juga," balas Anin kemudian berdecak.

Anin yang sejak tadi berdiri di ambang pintu masuk dengan wajah yang tampak sangat lelah masuk ke kamarnya. Hari sudah cukup larut malam dan rencana Senja yang tadinya akan mengerjakan tugas buyar sudah.

"Gue hampir ketabrak truk, Nin! Ah, nggak. Gue hampir kelindas truk! Dan setahu gue jarang ada orang yang selamat setelah ditabrak truk! Dan lo nyuruh gue tenang gitu aja!!"

Anin menghela napas, tahu ketakutan yang dialami temannya itu wajar. Hanya saja sekarang sudah lebih dari dua jam Anin menemani Senja. Sejak tadi Senja bercerita tentang kronologi kejadian hingga saat ini Senja tak dapat berhenti membicarakan lelaki misterius yang menolongnya. Senja melarangnya untuk menceritakan hal ini pada teman kosan mereka yang lain, otomatis ini menyisakan Anin seorang diri.

"Terus lo sekarang mau gue ngapain?"

"Penampilan cowok itu kayak mahasiswa. Pakai kemeja flannel, kulitnya bersih kayak anak rumahan gitu, punya lesung pipi, terus dia ganteng. Gue harap ketemu cowok itu lagi setidaknya sekali buat terimakasih dan balas budi. Gue sama sekali nggak bayangin gimana kalau cowok itu nggak maksa gue buat pindah tempat."

"Ciri-ciri yang bagus, tapi tetap aja nggak membantu. Zaman sekarang banyak cowok yang lebih jago skincare-an dari pada cewek. Dan bisa-bisanya lo di saat lagi syok macam gini malah salfok sama ganteng dan lesung pipi." Anin membalas kesal sambil menjatuhkan tubuh di atas kasur.

Senja yang menggenggam mug berisi teh hangat ketiga menatap temannya itu sekilas. Tidak lama pandangannya kembali pada genangan air teh di dalam mug dan sekali lagi mengingat wajah laki-laki asing itu.

"Beneran lo nggak tahu, Nin?"

"Beneran. Ngapain juga gue bohong," balas Anin sambil menatap pada langit-langit kamar.

"Biasanya kan lo paling apal anak-anak kampus. Ghali gimana? Masa juga nggak tahu?"

"Ck, gue coba nantilah tanya Ghali. Tapi gue cerita, ya? Bisa salah paham nanti dia kalau gue mendadak tanya cowok. Tuh orang kalau ngambek ngeselin."

Senja menghela napas dengan sangaaaaaat panjang dan kembali menatap ke arah layar laptop saat mengingat apa yang terjadi seminggu lalu. Apa yang terjadi sore itu masih membekas segar diingatannya. Beberapa kali kejadian itu masuk ke dalam mimpinya dan wajah laki-laki asing berlesung pipi itu kembali muncul dengan wajah yang terlampau jelas.

FORGET ME NOTWhere stories live. Discover now