Part 11

617 59 9
                                    

Lea hanya mengikuti sepasang pasutri baru itu saat mereka berkeliling di rumah mewah Reygan Sachdev. Sebenarnya Lea sudah ingin pulang, namun sepupunya yang menyebalkan itu masih menahannya di sana. Padahal yang Lea lihat, Aileen tampak sudah nyaman dan tidak terlihat canggung bersama Reygan.

"Kalau kalian bosan dan pengen nonton, gue ada home theater," Reygan berujar sambil menunjukkan home theater miliknya, "Sengaja gue pakai sofa bed gini biar nyaman."

"Pasti hampir sebagian filmnya, lo yang bintangi," Aileen memberikan komentarnya.

"Tau aja lo."

Ini yang semakin membuat Lea merana dan ingin pulang. Ketika Reygan duduk di salah satu sofa bed yang ada di sana, otomatis Aileen mengikuti. Seakan melupakan kehadiran Lea, Reygan meminta Aileen untuk berbaring. Lea hampir berteriak mencegah Reygan yang sepertinya ingin berbuat senonoh di hadapannya, jika saja Lea tidak melihat Reygan yang mendekatkan wajahnya dengan perut Aileen. Tidak lupa telapak tangan besar lelaki itu melingkupi perut Aileen penuh kehangatan.

"Hello, baby. I love you."

Aileen merasa terharu mendengar ucapan tulus Reygan untuk calon anak mereka.

Reygan mendongak, melihat Aileen yang menatapnya dengan mata berkaca-kaca, "Mau dipanggil apa sama anak kita, Ai? Mami-Papi?"

"Kayak gue panggil orangtua gue?"

"Hm, dulu gue sempat mikir kalau nanti gue punya anak, gue mau dipanggil Papi. Eh ternyata, gue juga punya mertua yang panggilannya Papi."

Aileen tersenyum, "Ya udah, Mami-Papi aja. Sebenarnya gue pengen dipanggil kakak aja sih. Dia cuma beda lima tahun sama Lyn," kata Aileen sambil terkikik.

Reygan memutar bola matanya sambil mengubah posisinya menjadi duduk tegap, "Mau dia beda setahun sama Lyn, tetap aja dia anak lo, Ai. Bukan adik lo."

"Iya-iya," Aileen masih nyaman dengan posisi berbaringnya, "Leaaa, sini duduk! Kita nonton aja yuk!"

"Gue mau pulang aja, Ai," Lea yang merasa dirinya akan menjadi nyamuk di antara Reygan dan Aileen kembali mengatakan ingin pulang.

"Ih, jangan! Gue masih butuh teman di sini," Aileen masih melarang, "Telepon Bang Kean atau Genta deh, Le. Biar lo gak sendirian."

"Boleh?" Lea bertanya, matanya melirik Reygan yang kini sedang memainkan ponselnya.

"Boleh," sahut Aileen cepat. Apapun akan Aileen lakukan asalkan sepupunya tetap menemaninya. Bukannya apa-apa, rumah Reygan ini terlalu besar dan Aileen akan merasa sepi jika hanya ada dirinya dan Reygan. Memang, pengurus rumahnya ada banyak, tapi mana mungkin mereka mau berlama-lama di ruangan yang sama dengan Reygan dan Aileen. Pasti mereka akan canggung dan merasa tidak enak. Lea yang biasanya asal ceplos saja, mendadak seperti patung.

Lea memilih keluar untuk menghubungi Genta agar menemaninya di rumah Reygan. Karena jika menghubungi kakak laki-lakinya, dapat dipastikan Kean tidak akan mau menemaninya.

"Mau babymoon gak, Ai?" Reygan memutar tubuhnya menghadap sang istri.

"Hah? Babymoon?"

Reygan mengangguk, "Biasanya orang baru nikah kan honeymoon, tapi berhubung udah ada bayi di perut lo, jadi kita babymoon aja."

"Gue kan harus kuliah."

"Izin aja."

"Emang mau kemana?"

"Kalau misalkan lo dibolehin naik pesawat sama Tante Hanna, gue mau ajak lo ke Bali. Tapi kalau gak dibolehin, mungkin ke Bandung aja. Sekalian gue lagi libur."

It's ScenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang