Prolog

495 53 2
                                    

happy reading

***

jangan lupa masukin cerita ini ke perpus kalian guys

***

"COWOK? Rasanya gue gak butuhin hal itu dalam hidup. Intinya, gue benar-benar gak minat untuk jatuh cinta sama siapapun!” Suara penuh ketegasan itu hampir terdengar di seluruh taman kompleks yang sedang tidak ada pengunjung mengingat saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam.

Melihat media akhir-akhir ini kerap kali memberitakan hal buruk dan bejat kaum pria di luar sana,  Denallie Ayla Larissa semakin tidak tertarik untuk menjalani hubungan dengan seorangpun. Terlebih lagi, beberapa orang terdekatnya juga banyak yang menderita patah hati akibat dari hubungan yang tidak baik dengan para lelaki.

Sudahlah, dari pada terus menerus mengingat sesuatu yang buruk. Ia memutuskan untuk menamatkan novel yang dibawanya ke taman. Saat berada di lembaran terakhir, raut wajah perempuan itu tiba-tiba saja berubah.

Sial! Novel yang kemarin dibelinya ternyata berakhir dengan sedih. Benar-benar sangat jauh dari tebakan akalnya.

"Emang, ya! Gak di fiksi, gak di real life, cowok-cowok demen banget nyakitin perasaan orang." Dena menghela napas gusar kemudian menutup buku di tangannya dengan kasar.

"Jangan teriak-teriak, kalau warga kompleks yang udah tidur pada bangun, lo mau tanggung jawab?" Laki-laki bertubuh tegap berdiri di samping kursi yang tengah ditempati oleh Dena.

Dena mengernyit kening. "Lo siapa?"
Sosok tersebut menunjuk nametag yang masih melekat di kemejanya.

"Degardian A.N," gumam Dena sambil memicingkan matanya.

"Panggil aja Dega. Gue boleh duduk?"

Cewek itu mengangguk ragu lalu mengizinkan sosok yang tidak dikenal olehnya untuk duduk.

Setelah mendudukkan diri, keadaan sempat hening seketika. Sampai akhirnya, cowok itu membuka suara lebih dulu.

"Lo baru putus, ya?"

"Nggak."

"Baru diselingkuhin?"

"Nggak juga."

"Terus? Ngapain teriak-teriak? Udah kayak orang paling tersakiti di bumi aja."

Kening Dena terangkat sebelah. "Suka-suka gue lah, sibuk amat lo" sinisnya.

Jika boleh jujur Dega baru pertama kali menemukan perempuan yang bertingkah seperti ini pada dirinya. Sekadar informasi, dari TK hingga sekarang ia selalu menjadi incaran kaum hawa dan tak satupun dari mereka yang pernah berperilaku ketus terhadapnya seperti seseorang yang sedang duduk beberapa meter saja darinya sekarang.

"Sepatah hati apapun lo sama cowok, tetap aja suatu saat lo bakal butuhin mereka."

Dena menaruh novel yang ke samping kemudian bersidekap. "Kita liat aja nanti. Kemungkinan besarnya, sih, nggak."

"Kemungkinan besarnya, sih, iya, kalau dari pemikiran gue."

Cewek itu tertawa sarkas. "Tampang biasa aja mau sosoan jadi cenayang."

"Lo bilang apa tadi?"

"Muka lo biasa aja," ulang cewek itu penuh penekanan pada setiap kata.

Seorang lelaki yang selalu dipuji oleh semua orang akibat ketampanan yang dimilikinya  makin dibuat kaget ketika mendengar kata demi kata yang diucap lawan bicaranya. Dia menjadi perempuan pertama yang mengatakan bahwa wajahnya biasa-biasa saja. Namun, yang aneh adalah entah mengapa, hal itu justru berhasil menarik perhatian dari cowok berambut hitam legam tersebut.

Dega berdeham. "Btw, lo udah kuliah? Atau masih SMA?"

"Gue gak suka ditanya-tanya sama orang yang gak gue kenal," ketus Dena.

"Oke, maaf." Dega pasrah.

"Malam, Neng Dena," sapa satpam perumahan. Karena keramahn gadis itu, ia jadi banyak dikenal oleh orang-orang di Azarya Residence, tempat di mana ia tinggal sekarang.

"Malam, Mang. Semangat keliling kompleksnya," balas cewek itu sambil beranjak dari kursinya.

Pria itu tersenyum lalu menggumamkan terima kasih kemudian kembali melaksanakan tugasnya untuk menjaga keamanan di dalam perumahan.

Dega berdiri dari duduknya. "Katanya benci sama cowok. Kok ke dia ramah banget? Tipe lo om-om gitu, ya?"

Dena menarik napas dalam-dalam untuk dihembuskan. "Jangan sembarangan kalau ngomong! Gue gak suka sama cowok bukan berarti berlaku ke semua kaum Adam di dunia ini. Mang Darto itu umurnya lebih tua dari bokap gue tau, jelas lah gue harus sopan dan ramah ke dia," tegasnya.

"Santai, gue bercanda doang tadi." Degardian kembali duduk.

"Gak jelas lo!" bentak Dena yang sedetik kemudian pergi begitu saja, mengingat malam sebentar lagi semakin larut membuatnya harus segera kembali ke rumah. Tentunya, tanpa pamit terlebih dahulu pada lelaki itu.

Usai gadis tersebut hilang dari pandangannya. Dega bangkit dari duduknya berniat untuk meninggalkan tempat itu. Baru saja ia ingin melangkahkan kaki, matanya menangkap sebuah novel yang tertinggal pada bangku taman yang diyakini itu adalah milik perempuan yang menjadi teman duduknya tadi.

"Denallie Ayla Larissa," gumam cowok itu saat mendapati nama pemilik novel pada lembar pertamanya seraya memangut-mangut.











































****

Halo, ini merupakan cerita pertamaku tanpa embel-embel dari Sheila dan Fariz.  Aku harap kalian bisa suka sama alurnya yaa🌹

Denallieजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें