Dia melihat ke arahku, lalu melipat tangannya di depan dadanya. "Apa pun, selagi bikin lo bahagia ya gua lakuin Na. Bahkan tanpa lo minta, gua bakal terus berusaha bikin lo bahagia dengan cara gua sendiri, karena itu janji gua di masa lalu."

Aku terdiam.

"Lo tahu, buat menjalin hubungan sama lo, gua harus nunggu waktu lima tahun. Waktu segitu bukanlah waktu yang singkat buat gua nemuin lo, Ana," jelasnya.

Aku tersenyum, kalimat yang keluar dari bibirnya membuat hatiku menghangat. Apakah ini rasanya dicintai?

Alvan menggenggam tangan ku, "Gua enggak tahu, perasaan gua terbalas atau enggak. Setidaknya sekarang, lo milik gua."

Ah, benar juga, dia belum tahu perasaanku sesungguhnya. Apakah aku harus mengakui sekarang juga?

"Sebenernya, Al ...," ucapku dengan ragu.

"Kenapa?"

"Gua udah suka sama lo dari waktu gua selalu ditolongin sama lo yang hampir nabrakin pintu, dinding, tiang, apa pun itu." Setelahnya, aku tertawa kecil, dan dia ikut tersenyum.

"Jadi sebenernya semesta pernah nemuin kita, tapi gua aja yang gak sadar sama kode alam," katanya.

Aku mengangguk, lucu juga ternyata. Lalu Alvan menyuruh Haikal memesankan makan dan minum. Aku dan dia melanjutkan obrolan.

"Auva," panggilnya.

Aku yang sedang menerima makanan dari Haikal akhirnya menengok ke arahnya. Sebelum itu, aku mengucapkan terima kasih padanya karena telah memesankan makanan. Haikal hanya mengangguk lalu pergi untuk bergabung dengan yang lain.

"Kalau seandainya ada cowok yang enggak dikenal ngajak kenalan, lo pergi aja, enggak usah ditanggepin."

Aku yang sedang mengaduk kuah mie hanya memandang heran. Memangnya siapa yang akan berkenalan di tengah jalan?

Aku mengangguk, tidak mau pusing, yang penting jangan mau, 'kan? Ya sudah, sekarang aku hanya fokus pada makanan.

"Iya, tau yang udah pacaran mah, duduknya misah," sindir Raju pada kami.

Uhuk!

Aku tersedak mendengar penuturan langsung dari Raju, lelaki yang tadi memberi tahu tentang paket Alvan. Alvan langsung menyodorkan minuman kehadapanku.

"Raju," ucapnya pelan, tetapi membuat sang pemilik nama ketakutan.

"Ampun, Bang," cicitnya.

Terdengar suara gaduh dari meja sana, sementara aku meminum es kelapa itu. Segar, apalagi cuaca di luar sangat panas. Alvan kemudian menanyakan apakah aku baik-baik saja? Aku hanya mengangguk.

Tak lama kemudian, seorang ibu-ibu menghampiri kami dengan membawakan beberapa minuman. Sepertinya itu pemilik warung ini.

"Nah, cah bagus, sok dinikmati minumannya," ujar Mbok dengan senyum ramah. Evan tersenyum bahagia.

"Waah, iya Mbok, makasih," jawab Evan sambil meneguk minumannya.

"Akhirnya datang juga," sambung Liam sambil tersenyum ke arah Mbok.

"Makasih, Mbok, esnya."

"Favorit gua ini, tempe mendoan," ucap Haikal, menunjukkan kepuasannya pada hidangan Mbok.

"Mbok, mie goreng belum mateng?"

"Belum, tunggu ya, soalnya Mbok tadi abis bikin mendoan."

"Eh, aduh bocah ayu. Sopo iki, Nduk?" tanya beliau saat melihat aku duduk di hadapan Alvan.
(Eh, aduh anak cantik. Sapa ini, Nak?)

"Pacare Alvan iku, Mbok," kata Reyhan. (Pacarnya Alvan itu, Mbok.)

"Oh, niki toh yang digalauin yen alvan teng mriki," celetuk Mbok Ijah.
(Oh, ini toh yang digalauin kalo alvan ke sini)

"NAH IYA MBOK!"

Aku terkejut. Galau? Maksudnya, Alvan kalau galau ke sini? Sedangkan Alvan sendiri hanya melototkan matanya kepada mereka. Namun, hanya dibalas dengan tawa, terutama oleh Ezra dan Zaidan.

"Dadi iki pacare? Ayu tenan ... jenenge sopo, Nduk?" tanya beliau padaku.
(Jadi ini pacarnya? Cantik sekali. Namanya apa, Nak?)

"Auva, Mbok."

"Yo iyo, ora aneh lek sering ketok sumpek, wong pacare iki modelan koyok ngene." Aku hanya tersenyum, bingung mau respon apa lagi.
(Ya iya, enggak aneh kalo sering keliatan susah, orang pacarnya ini modelan kayak gini)

"Cah ayu kudu ngerti, Alvan lek nang kene mesti ngamuk-ngamuk, ora seneng mergo pacare arep dijupuk uwong. Sering ngersulo pisan angel nyedeki pacare, yo gak heran lek ngersulo angel, wong wedoke ayu koyo awakmu, Nduk," kata Mbok dengan semangat.
(Anak cantik harus tau, Alvan kalau ke sini selalu marah-marah, enggak seneng karena pacarnya mau diambil orang, sering ngeluh juga susah ngedeketin pacarnya, ya gak heran kalo ngeluh susah, orang ceweknya cantik kayak kamu, Nak)

Aku menatap ke arah Alvan meminta penjelasan, tetapi dia hanya menunduk lalu tersenyum sambil memalingkan wajah. Nanti akan aku goda dia setelah ini.

"Yaudah, Mbok, tinggal dulu, mau lanjutin yang lain. Dinikmati ya, Nduk, makanannya."

"Iya, Mbok," ucapku.

Setelah Mbok pergi, aku dengan cepat menatap Alvan sambil memulai menggodanya. "Jadi ada yang sering galau rupanya," sindirku.

"Galau Va, katanya takut lo dimiliki yang lain."

"Bener banget, pernah sampe nyamperin adek kelas yang deket sama lo."

"Brisik setan!" ucap Alvan secara ketus.

Aku tertawa, begitu juga yang lain. Lalu, aku mencolek punggung tangannya sambil memasang wajah tengil. "Aduh masnya sekarang masih galau enggak?" godaku padanya.

Dia hanya memalingkan wajah, enggan menatapku, walaupun begitu bibirnya menampilkan senyum yang manis. Ah, aku semakin jatuh cinta padanya.

"Enggak galau lah, kan pujaan hatinya udah ada depan mata."

"Bisa pegang tangan langsung tanpa berhalu lagi, kapan ya gua gandeng tangan dia?" ejek Zaidan.

"HAHAHA."

Mereka semua tertawa mendengar cerita dari Zaidan. Aku pun ikut tertawa, menikmati kelucuan ucapan Zaidan dan ekspresi Alvan yang sedang kikuk ini.

"Diem anjir!" katanya.

"Iya tau, salting bilang bos."

"Jiakh, udah gak halu lagi sekarang, sih."

"Aduh, Bang Alvan kalau lagi salting kaya kucing," celetuk Haikal dengan senyum.

Sontak membuat aku dan yang lain semakin tertawa, sedangkan wajah Alvan semakin memerah. Sungguh, hari ini aku senang sekali. Membuat Alvan salah tingkah mungkin akan menjadi hobi baruku.

ー ABOUT FEELINGS ー

ABOUT FEELINGS [END]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz