NOTHING-15

1.6K 94 4
                                    

Hari Senin selalu datang cepat, tapi tidak untuk Devian. Menurutnya hari Sabtu dan Minggu kemarin sangat lama. Dia bosan menjalani hari tanpa bekerja. Berdiam diri di rumah membuat waktu seolah berjalan lambat.

Drttt....

Devian baru turun dari mobil saat merasakan getar ponsel. Dia merogoh saku, melihat ponsel yang menampilkan wajah Delina. Seketika dia mengangkat panggilan sambil berjalan masuk. "Apa?"

"Gue denger dari papa lo habis kencan?"

"Enggak!"

"Katanya ke tempat golf."

"Nggak ada!" Devian masuk lift. Saat berbalik dia melihat Ivona berada di depannya. Seketika dia memilih berdiri di pojok tanpa memedulikan asistennya itu. Di pikirannya langsung teringat hari Sabtu kemarin saat Ivona mengeluarkan unek-uneknya.

Ivona pun demikian. Dia langsung ingat hari Sabtu kemarin saat marah-marah di depan Devian. Sepanjang hari Minggu, dia terus terusik oleh hal itu. Ujung-ujungnya dia merasa bersalah. Devian sejak awal memang seperti itu dan harusnya Ivona sudah memaklumi, seperti apa yang dikatakan Keriska.

"Ehm...." Devian berdeham merasakan suara begitu canggung. Dia melirik Ivona yang bahkan tidak mengucapkan selamat pagi untuknya.

"Lo denger suara gue?" Samar-samar terdengar suara lain.

Ivona melirik ke ponsel di genggaman Devian. Dia memilih diam alih-alih memberi tahu. Sedangkan Devian langsung mengangkat tangan. Dia tidak sadar jika telah mendiamkan Delina.

"Nanti gue kabari!" ujar Devian setelah itu mematikan sambungan.

Tring....

Devian keluar lebih dulu. Saat melewati meja depan, dia melihat Erico yang telah hadir. Lelaki itu membungkuk hormat tapi Devian tidak merespons dan memutuskan masuk.

"Huh...." Ivona mendekati meja sambil mengusap dada. "Gila."

"Kenapa?" Erico memperhatikan Ivona yang tampak gelisah. Setelah itu dia menatap ke arah kepergian Devian. "Bikin salah?"

"Nggak salah doang! Gue...."

"... kenapa?"

Ivona mengibaskan tangan, malu jika menceritakan semuanya. "Gue anter minum dulu." Kemudian dia berlari menuju pantry.

Di ruangannya, Devian belum mendapati minuman yang tersaji. Gorden di ruangan juga belum dibuka. Seketika dia membuka gorden dan melihat langit yang cukup cerah.

"Pemisi, Pak...." Ivona berjalan masuk dan meletakkan dua air mineral. "Mau saya pesankan makanan?"

"Saya mau roti."

"Baik, Pak!"

"Roti yang nggak terlalu manis tapi tetap ada rasanya."

Ivona mengangguk. Dia buru-buru keluar dan memesankan roti untuk bosnya. Saat memegang ponsel, tangannya bergitu bergetar.

Tak....

"Lo kenapa?" Erico dibuat kaget oleh suara itu. Dia mendapati Ivona yang memegang kening dengan satu tangan masih bergetar. "Woy!"

Ivona menggeleng. "Nggak apa-apa." Dia kembali mengambil ponsel dan mencoba tetap tenang. Tiba-tiba dia khawatir saat keluar dari ruangan Devian. Memang benar ruangan itu agak mistis.

"Tenang...." Erico menepuk pundak Ivona.

***

Seharian, Devian tidak ada kegiatan di luar. Jika sudah begitu, dia akan di dalam ruangan dan keluar jika perlu. Namun, urusan makan sudah ada asistennya. Jadi, dia tidak perlu untuk meninggalkan ruangan.

Nothing At AllWhere stories live. Discover now