NOTHING-6

559 75 4
                                    

Pukul sepuluh lebih tiga puluh menit, Devian kembali ke kantor tanpa Erico. Dia berjalan sambil merapikan rambutnya. Karena terlalu banyak berpikir tanpa sadar dia menggaruk kepala dan pasti membuat rambutnya berantakan.

Devian berjalan pelan menuju ruang kerjanya. Begitu sampai, dia dibuat terkejut mendapati Ivona bertopang dagu dan melamun, tapi menghadap ke arah kedatangannya. Bibir Devian hendak terbuka, tapi tertutup lagi.

Tanpa sadar Devian memperhatikan wanita yang tampak bosan itu. Dia ingat tadi menyuruh Ivona membeli makanan, tapi tiga puluh menit kemudian harus bertemu klien. Itulah mengapa dia menyuruh Ivona mencari makanan dalam waktu lima belas menit.

Devian mengembuskan napas kemudian mendekat. "Saya nyuruh kamu buat melamun?"

Ivona seketika tergagap. Dia mendongak dan melihat wajah Devian. Seketika dia berdiri dan tersadar tidak memakai alas kaki. Seketika kakinya bergerak mencari, tapi karena matanya tidak ikut bekerja dia tidak kunjung menemukan sepatunya.

Sepatu gue mana, sih? batin Ivona tapi dengan wajah tersenyum.

Mata Devian langsung tertuju ke sebuah benda yang berada di depan meja Ivona. Dia lalu menatap asistennya bergerak agak membungkuk. Lantas dia menemukan sebuah kaki dari bawah meja.

"Itu," ujar Devian sambil menggerakkan dagu.

Ivona berdiri tegak. Dia melongok ke depan meja dan melihat sepasang sepatu heels­ berada di sana. "Maaf, Pak!" Dia menunduk lewat bawah meja dan mengambil sepatu itu.

"Kamu lebih suka cara susah?"

Duk....

Kepala Ivona membentur meja. Dia menggeram sambil berusaha keluar. "Tidak, Pak!" Dia memakai heels-nya dan tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa.

Devian memandang wanita yang dua kali menunjukkan kecerobohannya itu. Ditatap seperti itu membuat Ivona merasa bersalah. "Maaf."

"Telinga saya sakit!"

"Mau saya panggilkan dokter?" tanya Ivona seraya menarik gagang telepon.

"Sakit dengar kamu terus minta maaf."

Ivona menoleh dan terdiam. Dia meletakkan gagang telepon kemudian menunduk. "Ma...." Hampir saja dia mengatakan maaf lagi. Dia menarik bibirnya ke dalam dan menggeleng tegas.

Devian menghela napas. "Belikan saya makanan."

"Nasi goreng tadi ada di microwave."

"Menurutmu saya mau makan itu?" tanya Devian. "Saya tidak suka makanan yang dipanaskan."

Ivona menggaruk belakang kepala. "Kalau begitu apa?"

"Makanan yang menurutmu enak apa?"

"Emm...." Ivona tampak berpikir, karena banyak makanan yang menurutnya enak. "Nasi Padang?"

"Saya nggak suka makanan yang terlalu dicampur."

Ivona menggaruk kepala lagi. "Mau yang berkuah? Soto atau sup?"

"Kamu bisa pastikan soto atau sup itu nggak kena nasi?"

"Bisa dipisah!" jawab Ivona cepat.

Devian mengangguk pelan. "Oke! Pesankan saya sup!" Setelah mengucapkan itu dia berjalan menuju ruang kerjanya. Lantas, dia baru ingat sesuatu. "Pesankan saya kopi, yang nggak terlalu pahit dan nggak terlalu manis."

"Siap, Pak!" Ivona kembali duduk dan mengambil ponsel.

Devian masuk ke ruang kerjanya, tapi matanya masih mengintip dari celah pintu. Dia melihat wanita itu bersemangat padahal hanya diminta memesankan makanan. Sampai sekarang, dia belum memerintahkan Erico untuk membagi pekerjaan dengan Ivona. Namun, wanita itu tidak protes.

Nothing At AllTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang