NOTHING-13

492 55 1
                                    

Setahun kemudian.

Ballroom sebuah hotel terlihat megah karena didekor glamor dengan dominan warna putih. Sudut sebelah kanan terdapat deretan makanan dari restoran ternama. Bahkan, minumannya pun kekinian dengan harga lebih mahal daripada yang lain.

Para tamu undangan jelas bukan orang sembarangan. Mereka memakai setelan rapi dengan aksesoris jam yang rata-rata bernilai ratusan juta. Sedangkan para perempuan dari ujung rambut hingga ujung kaki on point, tentu saja dengan brand ternama.

Di bagian tengah agak belakang, Devian berdiri sambil membawa gelas kecil dengan isi berwarna bening agak kekuningan. Pandangannya terarah ke depan, melihat kue ulang tahun bertumpuk dengan angka lima dan nol di bagian tengah. Tidak jauh dari sana, seorang wanita dengan pakaian berwarna merah dengan selendang—mirip seperti pakaian India—berdiri menyalami tamu undangan.

"Pak Devian."

Perhatian Devian teralih. Dia mendapati seorang lelaki yang usianya lebih tua darinya. Dia mengangkat gelasnya kemudian menyeruput minumannya dengan pelan.

"Gimana? Udah ada target buat dibawa pulang?"

Devian terkekeh. Sejauh mata memandang memang banyak wanita cantik, mungkin teman dari anak pemilik acara. Beberapa kali Devian memergoki wanita yang terang-terangan menatapnya. Namun, dia memilih mengabaikan. "Malaslah."

"Pak Terino sempat cerita ke saya."

Rahang Devian seketika mengeras. Dia menegak minumannya dan memilih tidak menanggapi.

"Katanya Pak Devian mulai cari pendamping."

"Ck!" Devian menunduk sambil tersenyum kecil. "Ternyata info seperti itu tersebar, ya! Sepenting itu, ya, hidup saya?"

Lelaki di samping Devian diam-diam memperhatikan. Dia tahu pesona Devian. Meski masih tergolong muda, tapi Devian tidak bisa dianggap remeh. Bahkan lelaki itu bisa berucap pedas kepada para senior.

"Pak Devian."

Devian menoleh, melihat dua orang yang menghampiri sambil tersenyum. Tanpa menoleh ke lelaki yang mengajaknya berbicara, dia memilih mendekati dua orang itu. "Dari mana kalian?"

Ivona mengernyit. "Kan, Pak Devian sendiri yang nyuruh kita buat makan."

"Iya, Pak," timpal Erico.

"Ah, iya!"

Ivona menahan tawa. Dia lalu mengedarkan pandang melihat ruangan yang begitu megah. Acara resepsi pernikahan saja tidak semegah itu. Dia jadi membayangkan anak dari pemilik perusahaan jika akan menikah hebohnya akan seperti apa.

"Pak Devian mau makan?" tanya Erico karena sejak tadi bosnya itu hanya berdiri dan menanggapi setiap kolega bisnis yang mendekat. Meski dia sedang makan, diam-diam dia tetap memperhatikan Devian.

"Nggak perlu!"

"Enak-enak, loh, Pak!" ujar Ivona. Dia melirik Erico yang tersenyum. "Ada daging yang empuk banget. Cake-nya juga enak."

Devian tetap tidak tertarik dengan itu. Dia malas makan jika keadaan terlalu ramai. Apalagi jika di tengah-tengah makan ada yang menghampiri dan mengajak mengobrol.

"Selamat malam semuanya!"

Perhatian para tamu undangan teralih. Mereka melihat seorang MC terkenal berdiri dengan jas hitam dengan bunga kecil di saku dada. Wajahnya terlihat semringah, menatap para tamu undangan.

"Itu, kan, artis!" bisik Ivona ke Erico.

Erico mengernyit. "Gue udah lama nggak nonton tv. Mana gue tahu."

Nothing At AllWhere stories live. Discover now