NOTHING-12

494 50 1
                                    

"Maaf, Pak."

Devian menatap Ivona yang menunduk penuh permintaan maaf. Dia mendekat dan tidak memedulikan itu. Bahkan dia langsung masuk ruangan.

Ivona sempat melihat kaki Devian yang melangkah menjauh. Dia berdiri tegak kemudian menatap Erico. "Gue harus gimana?"

"Kayaknya Pak Devian beneran marah."

"Emang marah. Lo lihat nggak wajahnya?" ingat Ivona. "Pak Devian pasti pernah marah, kan, ke lo? Terus apa yang lo lakuin?"

Erico mengangkat bahu. "Sejujurnya Pak Devian nggak pernah marah ke gue."

"Air mineral saya mana?"

Teriakan itu mengejutkan Ivona. Dia buru-buru berlari ke pantry dan mengambil air mineral. Kemudian dia menuju ruangan Devian dengan perasaan was-was.

Devian duduk di kursi kerjanya sambil menatap Ivona. Tangan itu tampak bergetar saat meletakkan air mineral. Devian langsung menarik air mineral itu dan membuat Ivona semakin kaget.

Diam-diam Ivona memperhatikan. Dia tahu wajah bosnya tidak menunjukkan sedang dalam mood baik. Namun, dia tidak bisa menahan diri lagi. "Maaf, Pak, saya sempat salah sangka."

"Baguslah kamu ngerasa gitu."

"Sekali lagi saya minta maaf." Ivona menunduk sekali lagi.

Devian menutup air mineralnya dan menatap Ivona. Baru kali ini dia melihat wajah penyesalan asistennya. "Benar-benar menyesal?"

Ivona mengangguk. "Maaf, Pak. Saya tidak akan menuduh yang macam-macam."

"Untung saya suka kinerjamu."

"Kalau nggak gitu saya dipecat?"

"Itu, tahu."

Kedua tangan Ivona langsung menangkup di depan dada. "Sekali lagi saya minta maaf."

Kaki Devian bergerak hingga kursinya berbalik menghadap jendela. "Buka gordennya."

Ivona mengangkat wajah dan baru menyadari Devian memunggunginya. Dia melepas tengkupannya dan berlari ke arah gorden. Lantas membukanya lebar.

"Kamu mau mata saya sakit?"

Tangan Ivona dengan cepat menarik gorden itu agar sedikit tertutup. "Seperti ini?"

"Ya," jawab Devian sambil duduk bersandar.

Ivona memandang Devian yang tidak lagi menyuruhnya. Dia melangkah hendak pergi, tapi lelaki itu langsung menatapnya. Ivona seketika mengurungkan niatannya.

"Kamu ingat wajah wanita kemarin?"

"Ingat, Pak."

"Kalau dia mencoba ke sini, kamu yang tangani!" perintah Devian. "Saya nggak mau kantor jadi rusuh karena dia."

Ivona mengangguk. Bertambah lagi beban tugasnya. "Saya boleh kembali?"

"Belum!"

"Emm...." Ivona menggaruk belakang kepala. Dia merasa sedang kena hukuman. Namun, apa pantas dia berdiri di samping jendela yang panas sedangkan Devian memperhatikannya?

Refleks Ivona menunduk khawatir kemejanya terlihat menerawang. Beruntung, dia kali ini memakai kemeja dengan bahan agak tebal. Tindakan Ivona itu menarik perhatian Devian.

"Kamu pikir saya cari kesempatan?"

"Nggak gitu!" Ivona buru-buru menjawab. "Saya cuma lihat kemeja saya sudah rapi atau belum. Hehe...."

Devian menggerakkan kaki dan kursi itu kembali berbalik menghadap meja. "Setiap hari buka gorden segitu. Ukurannya harus pas."

Ivona mendongak sambil menggerakkan kelima jarinya ke atas. "Setidaknya satu jengkal. Oke!" Dia kemudian menjauh dari jendela dan berdiri di hadapan Devian.

Nothing At AllWhere stories live. Discover now