NOTHING-3

802 96 4
                                    

"Jika kemampuan bela diri peserta nomor satu mendapat skor lebih tinggi, Pak!"

Erico dan Devian masih berada di aula. Proses perekrutan telah selesai. Devian tadi tidak bisa mengikuti sampai akhir karena ada pekerjaan lain. Sisanya Erico benar-benar yang mengurus.

"Poin dia yang lain?" tanya Devian dengan kening mengernyit.

"Kalah dengan dua lainnya, Pak."

Devian mengembuskan napas. Dia mengambil catatan Erico dan mulai mempertimbangan. Menurutnya nilai saja tidak cukup. Ada yang nilai bagus tapi dari kemampuan lain biasa saja.

"Nomor satu bisa dipertimbangkan!" ujar Devian.

"Apa tidak bisa pilih nomor tiga, Pak? Dia lelaki dan pasti kondisinya lebih prima."

"Tapi lelaki tidak sabaran."

Erico tertohok dengan kalimat itu. "Memang benar, Pak!"

Devian duduk bersandar sambil terus menimbang-nimbang. "Kalau dari kepribadian, menurutmu lebih baik yang mana?"

"Yang nomor satu ini agak cerewet kayaknya, Pak! Tampangnya aja kelihatan pendiam, tapi ternyata tidak juga."

"Tapi dia sopan, kan?"

"Masih dalam kategori sopan."

Devian melirik arloji, ingat ada jadwal lain. Seketika dia berdiri dan menepuk meja dengan pelan. "Saya pilih nomor satu!" Kemudian dia memilih pergi.

"Baik, Pak!" Erico segera membereskan kertas yang berserakan.

Ceklek....

Begitu keluar dari aula, ada empat orang yang langsung berdiri. Devian mengernyit, harusnya ada lima orang yang menunggu. Dia mengangkat bahu kemudian memilih keluar.

"Rapatnya lama banget!"

Di pilar depan, Ivona berdiri bersandar sambil menggerakkan kaki dengan bosan. Dia menoleh ke belakang dan tidak mendapati temannya yang tadi duduk di sofa ruang tunggu. Seketika dia berlari masuk dan temannya tidak berada di aula.

"Waduh! Gawat!" Ivona membuka pintu aula dan melihat lelaki yang tadi mengujinya. Dia membungkuk hormat kemudian memutuskan masuk.

Erico berdiri, menatap lima orang dengan wajah tegang itu. "Terima kasih sudah mengikuti semua proses dengan tertib."

Ivona tidak menjawab. Dia harap-harap cemas menunggu hasilnya.

"Seperti yang sudah ditentukan di awal, hanya ada satu orang yang diterima," ingat Erico. "Bagi yang diterima, nanti akan mendapat email. Jika tidak ada email dalam waktu satu kali dua puluh empat jam, mohon maaf sekali artinya tidak terima."

Dada Ivona terasa diremas mendengar hal itu. Semoga gue diterima.

***

"Kurang dua menit."

"Aduh! Gue panik!"

Keriska melihat Ivona yang berbaring tengkurap sambil menutup telinga itu. Dia menatap laptop kemudian jari telunjuknya bergerak ke tombol F5. "Gue pencet, ya!"

"Tunggu!" Ivona segera duduk sambil memejamkan mata. Dia menarik napas panjang dan mengembuskan dari mulut. Setelah itu dia menepuk pundak Keriska. "Yuk!"

"Oke!" Keriska memencet tombol F5 kemudian halaman email itu berubah jadi putih.

Ivona membuka mata, melihat layar yang perlahan berubah menjadi tampilan pesan masuk email-nya. Wajahnya seketika mendekat saat melihat informasi dari web lowongan kerja. "Lah, kok nggak ada?"

Nothing At AllWhere stories live. Discover now