NOTHING-2

1.1K 89 1
                                    

Pukul sepuluh, Devian baru sampai kantor. Dia melewati meja ruang tunggu sambil menatap beberapa kotak yang tergeletak. Kemudian dia menatap Erico. "Masih ada yang ngirim?"

Erico buru-buru berdiri begitu mendengar suara bosnya. Dia membungkuk hormat kemudian melirik ke beberapa kotak makan. "Itu dari Bu Delina, Pak!"

"Nggak ada dari wanita yang sebelumnya?" tanya Devian sambil mendekati meja. Dia membuka kotak makan itu menemukan aneka sushi. Kemudian di bagian tumblr terdapat notes kecil yang tertempel.

Sorry Kakak gue yang tersayang. Gue udah kasih tahu temen sekelas lo itu biar nggak gangguin lo. Maksud gue, biar lo sekali-sekali kencan gitu. Biar nggak kerja mulu.

"Huh...." Devian mencabut notes itu dan meremasnya pelan. Dia berbalik dan mendapati Erico yang masih berdiri tegak. "Makanan ini buat kamu."

"Makasih, Pak!"

Devian masih memperhatikan sekretarisnya itu. Tubuh Erico kurus dan tinggi. Dia bisa melihat tulang pipi Erico yang menojol. Pertama kali bekerja saja lelaki itu sudah kurus, tapi sekarang semakin kurus. "Kamu butuh teman?"

"Ha?" Erico kaget dengan pertanyaan itu.

"Maksud saya partner."

"Buat?"

Devian kesulitan berbicara. Di satu sisi dia tidak ingin terpengaruh oleh ucapan kakeknya kemarin. Namun, ada ketakutan yang enggan dia akui jika Fathan tiba-tiba datang. "Saya butuh asisten!" ujarnya cepat sebelum berubah pikiran.

"Maksudnya asisten?"

"Ya asisten!" jawab Devian masih kebingungan. Dia menggaruk pelipis berusaha tetap tenang. "Ikut saya!" Devian kemudian masuk ke ruangan.

Erico terdiam, terlampau bingung dengan bosnya itu. "Gue nggak dipecat, kan?" gumamnya khawatir. "Masa posisi gue diganti?" Dia berjalan menuju ruangan bosnya dengan tangan yang terasa basah.

Devian ternyata duduk di sofa, alih-alih di kursi kebesarannya seperti biasa. Dia menggerakkan tangan meminta Erico duduk di hadapannya. Barulah setelah itu dia memulai pembicaraan. "Saya rasa butuh asisten."

"Asisten untuk pekerjaan?"

"Ya." Devian tampak ragu untuk menjawab. Sebenarnya memperkerjakan Erico sudah cukup. Delina yang manja saja mampu membantu pekerjaannya. Namun, aneh jika tiba-tiba dia meminta asisten. "Untuk keperluan pribadi saya."

Erico mengangguk saja. "Perlu bantuan saya?"

"Tolong kamu catat!"

"Sebentar, Pak!" Erico berlari keluar untuk mengambil notesbook-nya. Setelah itu dia kembali dan bersiap mencatat.

Devian terdiam sejenak. Dia ingin mencari asisten yang tidak gampang ditebak oleh Pak Terino. "Pertama harus lulusan manajemen atau akuntansi," ujarnya yang langsung dicatat oleh Erico.

"Harus bisa mengemudi dan bisa bela diri dilengkapi dengan sertifikat."

Erico menatap bosnya ragu. "Bela diri? Apa perlu?"

"Kamu tahu, kan, di luar pesaing kita banyak?" ingat Devian. "Nggak ada salahnya saya rekrut orang yang bisa melindungi saya."

"Baik, Pak!" Erico menurut saja. "Selanjutnya?"

"Dia harus sebar, ulet, yah, semuanya bisa kamu tambahi sendiri."

"Kapan informasinya akan dipublikasi, Pak?"

"Besok pagi!" jawab Devian cepat. Dia tidak ingin ragu dan membuatnya pusing. Andai dia menyesal mencari asisten, dia bisa menjadikan seseorang itu karyawan bawahan Erico.

Nothing At AllOnde histórias criam vida. Descubra agora