O1 : Pulang

743 51 31
                                    

Hujan gerimis di luar sana turun secara bersamaan dengan senja yang muncul, aku menatap ke arah luar melalui jendela kamar kemudian aku menutup jendela tersebut.

Tak lama pintu terbuka dan menampakkan sosok papa berdiri tegak tepat di depan pintu "sayang semuanya sudah siap?" tanyanya dengan suara lembut.

Aku berjalan menghampiri papa "pa, aku tinggal sendirian di sini gapapa kok, ga keberatan sama sekali." bukannya menjawab pertanyaan papa aku justru mengatakan itu.

Papa menatap aku dengan heran lalu dia mendekat dan mengusap kepalaku "papa ga akan mungkin izinin kamu, ayo pulang nak kamu itu sampai kapanpun juga tetap tanggung jawab papa." ucapnya seraya menatapku namun aku justru menunduk dan tak berani menatap papa sama sekali.

16 tahun sudah berlalu, selama itu aku tinggal di rumah ini. Rumah yang tak terlalu besar namun tak terlalu kecil juga setidaknya cukup untuk aku dan bunda tinggal di sini, berdua.

"bunda udah ga ada... tinggal sama papa ya?" suara papa membuyarkan lamunanku.

Tepat empat hari yang lalu Tuhan memanggil bunda untuk pulang dan dia tak akan pernah kembali. Sean, papaku yang mengetahui kematian bunda berniat untuk mengangkut aku ke rumahnya.

Aku sebenarnya tak mau, lagipula aku tak keberatan sama sekali tinggal di rumah sendiri karena bunda selalu pergi berkerja dari pagi hingga malam jadi bisa di bilang aku sudah terbiasa di rumah sendiri walau memang rasanya agak berbeda karena bunda sudah tak ada di dunia ini lagi.

Melihat mata ku yang berkaca kaca, papa segera menarik aku ke dalam pelukannya dan perlahan tangannya mengusap punggungku "masih ada papa di sini sayang, jangan pernah merasa sendiri." aku hanya terdiam dan membalas pelukan papa.

Akhirnya aku setuju dengan permintaannya dan papa akan membawaku pulang ke rumahnya, dia membantu membawakan semua barang barang yang aku kemas hingga kami sampai di depan mobil.

Sebelum masuk ke dalam mobil, cukup lama aku berdiri di depan pintu gerbang seraya menatap lekat rumahku ini. Pasti rasanya akan sangat rindu tinggal di sini.

"LYORA!!" bukan hanya aku yang terkejut dengan suara panggilan itu tapi tampaknya papa juga.

Seorang gadis berambut sepundak berlari menghampiriku "katanya pindah besok!" datang datang Dinda langsung mengomel.

Aku hanya tersenyum mendengar omelannya sampai akhirnya dia berhenti.

"I will miss you so bad, kapan kapan lu harus kesini pokoknya atau engga nanti gue yang ke rumah lu tapi tunggu gue bisa naik motor yaa Ly."

Aku terkekeh pelan mendengar semua omongannya "ahahahaha i'll never forget you Din..."

"awas aja kalau lu ilang tiba tiba, gue doain semoga earphone lu bunyi sebelah terus."

Akhirnya aku tertawa cukup keras saat mendengar perkataannya sedetik kemudian suara tawa Dinda mengiringi suara tawaku.

"kak Raa!!!" tiba tiba seorang bocah laki laki datang menghampiri kami.

"jangan lari!!" ujar Dinda sebab jalanan mulai licin karena rintik hujan yang turun.

Dio datang dan langsung memeluk kaki ku, karena badannya pendek jadi dia hanya bisa memeluk bagian kakiku.

"hey Dio!" sapaku padanya, dia Dio adiknya Dinda yang masih berusia 4 tahun.

"kak kamu kata kak Dinda mau pindah?? Kok pindah sih kak, kan ini rumah kamu! Masa mau di tinggal nanti rumahnya berhantu loh...." tak jauh berbeda dengan Dinda, ucapan Dio juga sukses membuat aku tergelitik.

Soulmate | Enhypen Where stories live. Discover now