Plak!

"Jangan karena lo pacar seorang anggota geng, lo bisa seenaknya buat labrak sana-sini! Gua sejujurnya enggak tau apa-apa, sialan!"

Aku berbalik menghadap Abyaz, menunjuk wajahnya dengan jariku. Semua ini salahnya, menyebalkan.

"Dan lo, tolong jangan gangguin gua lagi. Udah puas bikin gua sengsara? Bilangin ke anggota lo yang lain buat stop modus!"

Keluar dari kelas, aku melihat Naka mematung di depan pintu bersama yang lain. Aku tak peduli, fokus menuju toilet. Kemudian, Juan menghampiriku. Aku tersenyum tipis, ah, rupanya dia anggota Arjun?

"Hah ... Va, lo enggak apa-apa?" tanyanya, mencoba mengatur nafas dengan susah payah.

Aku terkekeh kecil melihatnya, "Gak apa, emang lagi apes aja kena tampar mereka." Aku lihat Juan mengangguk, menunjukkan pengertian. Seniat itu dia berlari mengejarku?

"Lo mau ke mana? Gua temenin deh, soalnya kalo lo kenapa-kenapa gua yang abis," tuturnya dengan senyum ramah.

"Enggak tau, gua malas balik ke kelas."

"Jam sekarang bebas, ke kantin kelas 10 aja gimana?" tanyanya sambil memberi saran dengan penuh semangat.

Aku berpikir sejenak, tidak buruk juga sih. Katanya kantin di sana lebih banyak cemilan yang beranekaragam, mungkin moodku akan lebih baik?

"Boleh deh, kantin sana lebih banyak jajanan 'kan?" Juan mengangguk, menunjukkan antusiasmenya.

"Ayolah, gua traktir deh, tapi jangan lebih dari dua ratus ribu," ungkapnya. Aku tertawa lalu mengangguk.

"Emangnya gua Arkan, yang jajan lupa nominal," gerutuku. Juan hanya menanggapi dengan tawa, menciptakan momen santai di antara kami.

Akhirnya, aku memilih untuk berjalan beriringan dengan Juan. Setidaknya, aku bisa melupakan kekesalan tadi karena Juan terus memberikanku candaan kecil.

"Kalo Arjun gei, lo gimana Va?"

"Heh! Kalau ngomong yang bener aja." Aku dengan cepat menggeplak bahunya, sedangkan Juan sudah tertawa.

"Ya abis nempel mulu anjir sama sih Fadil, tuh anak berdua kaya apa banget, asli Va." Aku hanya bisa tertawa, wajar saja Juan berpikiran seperti itu karena memang Arjun selalu bersama Fadil.

"Mungkin kalau beneran, Arjun bakal didepak dari keluarga haha."

"Bayangin, nanti dia tinggal di mana?" Kami berdua terdiam sebelum akhirnya saling melirik satu sama lain.

"Sama Fadil kayaknya," seru kami, setelahnya kami tertawa bersama.

Hingga akhirnya aku memasuki kantin kelas 10. Juan sebelumnya memberitahukan kepadaku bahwa beberapa dari mereka adalah anggota termuda Bradiz. Hanya beberapa saja sih, katanya.

Aku mengangguk, lalu segera mengikuti Juan yang tengah mengambil minuman dingin. Mataku terfokus pada salah satu jejeran donat yang berada di etalase.

"Wan, gua pengen donat itu." Tunjukku pada donat coklat dengan taburan biskuit oreo di atasnya. Juan yang melihat itu mengangguk.

"Terus apa lagi, Va?"

Kulihat ia mengambil satu botol minuman soda, sementara aku menatap jejeran makanan yang ada di sini. Pilihan di kantin kelas 10 memang menggiurkan.

"Gua pengen puding dong, tapi yang kemasan ada enggak? Buat di kelas." Juan segera mencari itu di kulkas sebelah dan menemukan beberapa puding dengan rasa berbeda.

"Mau cokelat dong, dua ya?"

"Iya Va, udah nih? Lo mau pesen minum apa?" Suasana kantin semakin hangat dengan pilihan makanan dan minuman yang kami pilih.

ABOUT FEELINGS [END]Where stories live. Discover now