19 :: Afeksi

127 36 15
                                    

“Ratu ....” Bastian menggumamkan nama itu tepat setelah dia bangun dari tidurnya. Air mata sudah turun membanjiri pipinya entah sejak kapan. Matahari bahkan belum bergerak di luar sana, gelap masih memayungi dunia tempat Bastian tinggal.

“Ratu ....” Sekali lagi nama itu keluar dari mulutnya bersamaan isak kecil yang tak tertahan. “Maaf Ratu maaf, seharusnya aku nggak ngelupain kamu.”

Bastian menangis di pagi buta setelah akhirnya mengingat semua hal tentang Ratu, tentang orang yang dia cintai juga tentang alasan mengapa Bastian ada di dunia ini.

“Ada yang salah sama dunia mimpi ini, kenapa Ratu tiba-tiba menghilang dan dilupakan semua orang?” monolog Bastian setelah dirinya mulai tenang dan berhenti menangis.

Barusan Bastian terbangun setelah mengalami mimpi panjang tentang kenangan-kenangannya bersama Ratu di dunia ini. Mungkin karena selama beberapa hari terakhir dia sibuk mencari tahu tentang gadis itu yang sempat terlupakan dari ingatannya, namun sepertinya alam bawah sadarnya masih mengingat Ratu dengan baik.

“Gimana caranya aku nyari kamu?” Bastian turun dari tempat tidur dan menyibak sedikit gorden kamarnya. Di luar sana masih terlihat sepi, hanya ada beberapa orang yang sudah beraktivitas. Entah itu siswa yang sedang lari pagi atau petugas kafetaria yang sibuk menurunkan barang.

“Apa ada yang salah sama sistem mimpinya?” Bastian kembali menutup gorden dan duduk di tepi ranjang.

Rasa sesak setelah mengingat Ratu beberapa menit lalu masih dia rasakan, Bastian merasa teramat bersalah. Dia tidak pernah menyangka dirinya akan berada dalam situasi melupakan Ratu.

“Ratu, kamu dimana sekarang?” ucap Bastian lirih. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi di hari terakhir dia bertemu Ratu. Sayangnya, tidak ada satu pun petunjuk yang berhasil dia temukan.

“Apa Ratu udah bangun dari mimpinya?” pemikiran Bastian berakhir pada satu kesimpulan dan jika benar, maka artinya dia juga harus segera keluar dari mimpi ini.

Tapi bagaimana caranya?

Bastian kembali termenung. Dianti bilang dia bisa keluar dari mimpi saat dia benar-benar menginginkannya. Bastian hanya perlu menanamkan itu dalam pikirannya, namun berapa kali pun dia menggumamkan 'ingin bangun dari mimpi' dalam hatinya, dia tidak berhasil bangun. Dia masih berada di kamar asramanya.

“Kenapa nggak berhasil? Bukannya gue cuma tinggal mikirin pengen bangun terus gue bisa bangun?” katanya frustrasi. Pada akhirnya dia menyerah untuk sementara, dan memilih untuk bersiap-siap berangkat ke sekolah.

Hal pertama yang dilakukan Bastian ketika sampai di kelas adalah mengunjungi meja Dewa dan mencoba membangun konversasi bersama cowok jangkung itu. Bastian sudah memutuskan untuk memberitahu Dewa terlepas dari larangan Dianti untuk tidak memberitahu siapapun—kecuali Ratu—soal dunia mimpi yang sedang mereka jejaki.

“Ratu adalah cewek lo di dunia ini, dan gue adalah cowok yang suka sama Ratu di dunia nyata. Tujuan gue datang ke dunia ini adalah untuk membawa Ratu kembali.”

“Lo lagi ngomongin film?”

No, gue lagi ngomongin kenyataan. Bagi lo mungkin nggak masuk akal, tapi apa yang gue omongin barusan seratus persen benar. Dunia ini adalah dunia mimpi milik Ratu, semua yang ada di sini cuma ilusi.”

“Maksudnya gue nggak nyata?” Bastian mengangkat kedua bahunya tanda tak tahu.

“Gue nggak tau latar belakang lo. Bisa jadi lo emang cuma karakter yang dibuat Ratu atau bisa juga lo beneran ada di dunia nyata.”

Dewa mengerutkan dahi menatap Bastian. Mana mungkin kehidupannya selama ini hanyalah skenario yang dibuat gadis bernama Ratu dalam mimpinya, terlebih dia punya kemungkinan bahwa dirinya tidak nyata.

Make Your Dream Project [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora