05. BTS

42 24 18
                                    

Setelah kejadian di hari itu, Lovita menjadi seperti semula. Mengabaikan Lavosir dan menjauhinya. Lovita berlagak seperti tak mengenal Lavosir. Tak perlu di terangkan lagi bagaimana keadaan Lavosir sekarang. Cowok itu semakin sensitif. Namun terlepas dari itu, Lovita tetap Lovita. Yang tak melibatkan urusan pribadinya dengan urusan lain.

Seperti sekarang. Ia dan Lavosir ditempatkan di kelompok yang sama. Dan jangan lupakan Ray yang juga ditempatkan pada kelompok yang sama. Pak Bayu-guru biologi mengintrupsi di depan kelas untuk mencari anggota kelompoknya masing-masing seiring beliau menulis pilihan materi yang akan dipilih tiap kelompok nanti. Kebetulan isi tiap kelompok hanya tiga orang saja.

"Lo minggat, kasi gue duduk sini" ujar Lavosir yang tiba-tiba datang dan langsung menarik baju Ray secara paksa agar berpindah duduk dari sana.

Ray yang tadinya asik berbincang dengan Lovita tersentak kaget karena merasa lehernya tercekik akibat tarikan paksa di kerah baju belakangnya. Tak jauh dengan Ray, Lovita pun mulanya sedikit terkejut dengan kedatangan Lavosir yang tiba-tiba. Jujur saja, dibandingkan dengan rasa marah, rasa kecewa Lovita terhadap Lavosir jauh lebih besar.

Percaya atau tidak, kecewanya seseorang jauh lebih menyakitkan dibanding ia marah.

"Tapi lo 'kan bisa duduk di depan Lav. Lagian ini emang tempat gue" ujar Ray sambil berusaha melepaskan cengkraman Lavosir pada kerah bajunya. Bukannya terlepas, cengkraman itu justru makin menguat. Bahkan sudah mencekik leher Ray.

"Lo berani bantah gue sialan?!"

"Lavosir! Duduk di depan. Gak usah buat perkara" ini adalah kalimat terpanjang yang di ucapkan Lovita setelah seminggu. Karena biasanya jika Lavosir mengajaknya berbicara, Lovita hanya akan menjawab seadanya saja.

Kata keramat yang di ucapkan hanya dua, iya dan gak. Bahkan kadang hanya gelengan atau anggukan kepala saja yang di dapat Lavosir. Intinya Lovita hanya membalas seadanya. Dan itu sungguh menyiksa batin Lavosir.

"Gak mau. Gue mau deket lo" ujar Lavosir menolak.

"Guenya yang gak mau deket sama lo" Lovita memandang Lavosir datar.

Hati Lavosir mencelos. "Kenapa?" lirihnya.

Ray mendongak menatap Lavosir tak enak. "Biar gue aja deh yang pindah ke depan" ujarnya mengalah.

Lovita mendelik tak terima, sedangkan Lavosir justru tersenyum penuh kemenangan. Dengan cekatan Lovita menahan lengan Ray agar tetap duduk di sebelahnya.

"Ini tempat lo Ray" ujar Lovita tajam. Tatapannya beralih pada Lavosir. "Gak usah buang-buang waktu cuma karena masalah gini. Lo duduk di depan. Bantah lagi mending lo minta pindah aja. Gue bisa buat berdua aja sama Ray"

Lavosir mengepalkan kedua tangannya bahkan urat-uratnya sampai menonjol karena saking kuatnya. Mendadak otak dan seluruh tubuhnya terasa panas. Bahkan rasanya seluruh organ, sel maupun jaringan di dalam tubuhnya mendadak berhenti bekerja saat gadis itu mengatakan bisa mengerjakan itu berdua dengan Ray tanpanya. Rasanya sesak, terutama dibagian dadanya.

Dengan kasar Lavosir menarik kursi di depan Lovita. Membalikannya agar menghadap Lovita. Sedangkan cewek kucir kuda itu hanya melirik sekilas lalu kembali fokus membolak-balikan halaman buku.

"Ray, menurut lo materi mana yang bagus?"

Ray nampak segan menjawabnya karena tatapan tak suka dari Lavosir yang menyorot padanya sejak tadi. "Semua sama aja. Cuma ekosistem lebih gampang"

Lovita mengangguk, kemudian tangan kanannya terangkat. "Pak, kelompok kita milih materi ekosistem"

"Baik, materi ekosistem sudah terpilih. Silahkan kelompok yang lain segera" ujar pak Bayu mengintrupsi.

LAVOSIRWhere stories live. Discover now