Part 17 : Perempuan dibalik Cadar dan kembalinya Zulaikha

945 57 11
                                    

Assalamualaikum. Jangan lupa sebelum baca, vote dulu yahh. Jangan lupa komen dan follow akun saya😊

✨✨

✨✨

✨✨

✨✨

Happy reading sobat Zulaikha ❤️

"Mungkin ini yang terbaik," ujar Zulaikha seraya menutupkan kain hitam di wajahnya. Hanya mata bulatnya saja yang terlihat. Dengan begitu bekas luka di wajahnya tidak terlihat dan anak-anak tak perlu lari ketakutan melihat dirinya. Tapi, dalam hati kecilnya ia sangat sedih. Kenapa ujian selalu saja datang menerpanya?

"Bagaimana caranya Mas Adnan mengenaliku nanti kalau wajahku telah rusak. Apa dia akan bisa menerimaku?" Zulaikha bermonolog pada dirinya sendiri. Buliran bening pun meluncur bebas dari pelupuk matanya yang indah.

"Aku rindu kamu, Mas. Apa kabar?"

Perih menghujam hati Zulaikha ketika ia mengingat kembali sosok Ali.   Ia ingat masa-masa indah dulu bersamanya. Saat ia menemukan Ali yang tak berdaya di tepian sungai. Dan saat dengan ikhlas ia merawatnya. Sampai laki-laki itu kembali sehat dan bugar. Ia juga ingat saat-saat sedang mencari kayu bakar bersama Ali untuk dijual. Dan benih-benih cinta pun akhirnya mulai tumbuh. Kemudian, ijab qobul mengikat mereka dalam sebuah pernikahan. Lalu ia pun merasakan menjadi istri yang seutuhnya pada malam pengantin.

Tapi kebahagiaan itu tak berlangsung lama saat ingatan Ali kembali. Ia dengan acuh meninggalkan Zulaikha. Tanpa belas kasih ia mendorong gadis itu hingga terjatuh. Dan karena keributan itulah yang membuat sang kakek tiada. Mengingat itu semua membuat hati Zulaikha semakin perih dan tersayat. Tapi cinta dan baktinya yang besar pada sang suami mengalahkan rasa bencinya. Ia lantas tak menyalahkan laki-laki itu atas meninggalnya sang kakek. Baginya semua itu adalah takdir.

Rasa rindu Zulaikha kini sudah menggebu-gebu. Sore itu ia berniat untuk mendatangi rumah Ali. Melihat wajahnya yang tampan dari kejauhan mungkin akan membuatnya menjadi lebih baik. Tidak hanya ia yang rindu, mungkin bayi yang dalam kandungannya juga rindu pada sosok ayahnya. Sekalipun, sejak ia ada di kandungan ia tidak pernah diberi kasih sayang. Anak yang malang.

Zulaikha memutuskan untuk naik angkot menuju rumah Ali. Ia tidak ingat betul jalannya. Tapi ia masih ingat di mana alamat rumah itu berada. Ia tinggal mengatakannya pada tukang angkot. Tidak butuh waktu lama, gadis bergamis hitam itu pun telah sampai di tempat tujuan. Rumah yang besar itu tampak sepi. Tidak ada satpam yang berjaga. Zulaikha kini berdiri di depan gerbang, sambil mencari keberadaan suaminya. Ia terus menunggu di sana dengan cukup lama. Sampai akhirnya orang yang dicari pun datang.

Tin tin!

Suara klakson dari arah belakang membuat Zulaikha terkejut. Seorang laki-laki tampan dan tinggi pun keluar dari mobil dengan gagahnya. Zulaikha menatapnya cukup lama. Rasanya ia ingin berlari memeluk sosok itu dan menangis di bahunya.

"Aku rindu, Mas. Aku mencintaimu. Tolong kembalilah padaku. Aku ini istrimu, Mas. Anak kita butuh kasih sayangmu," ucap Zulaikha dalam hatinya. Tanpa sadar, air matanya pun menetes membasahi cadarnya.

"Siapa kamu? Apa kamu mau mencuri?" tanya Ali dengan suara keras membuyarkan lamunan Zulaikha.

"Tidak-tidak, nama saya Zaenab. Saya hanya mencari pekerjaan. Barang kali di sini membutuhkan pembantu," jawab Zulaikha gelagapan. Sebenarnya itu bukan tujuan Zulaikha datang ke sana. Tidak sama sekali. Tapi entah kenapa setelah melihat brosur yang menempel di depan gerbang, bahwa rumah itu membutuhkan pembantu tambahan membuat Zulaikha menjawab sekenanya.

"Kamu mau jadi pembantu dalam keadaan hamil seperti itu? Perempuan lemah seperti kamu bisa apa?" Ali menjawab dengan ketus.

"Saya bisa masak dan bersih-bersih, Tuan," jawab Zulaikha menunduk. Ia tak sanggup menatap mata itu terlalu dalam.

"Siapa, Sayang?" tanya seorang wanita berpakaian minim yang keluar dari mobil.

"Ini ada yang mau ngelamar jadi pembantu di rumah kita," jawab Ali. Nora pun menatap gadis bercadar yang ada di hadapannya dari atas hingga bawah dengan pandangan mengejek.

"Kok pakaiannya kayak ninja gini?" ucap Nora sembari menahan tawa.

"Astaghfirullah. Ini namanya cadar, Mbak. Gunanya untuk menjaga diri kita dari pandangan yang bukan mahram. Bukan seperti mbak yang berpakaian terbuka. Itu aurot namanya. Dosa, Mbak," jawab Zulaikha pelan dan langsung membuat mata Nora melotot tajam ke arahnya.

"Belum apa-apa aja udah berani kayak gini. Nggak usah sok menceramahi saya, deh."

Nora melipat kedua tangannya di depan dada. Gadis itu merasa kesal. Sedangkan gadis di hadapannya Zulaikha hanya menunduk. Tak ingin ada keributan Ali pun meminta Zulaikha untuk masuk ke dalam.  Membuat kemarahan Nora membuncah. Gadis itu tidak terima.

"Apa-apaan, Sayang. Aku tidak sudi punya pembantu seperti dia!" ujar Nora membentak.

"Rendahkanlah egomu, Honey. Bi Inah sudah tua. Tidak tega aku memecatnya. Kita butuh pembantu tambahan untuk sekarang ini." Ali menjelaskan. Tanpa menjawab sepatah kata pun Nora langsung masuk ke dalam dengan menghentak-hentakkan kakinya kesal. Ia dengan sengaja menyenggol bahu Zulaikha, sehingga menimbulkan rasa sakit di sana.

Ali mempersilahkan Zulaikha masuk setelah membukakan pintu gerbang agar terbuka sempurna. Gadis itu merasa sangat bersyukur. Akhirnya ia bisa kembali ke rumah itu lagi. Bukan sebagai Zulaikha, tapi sebagai Zaenab. Gadis itu hanya tak ingin semuanya tahu identitas yang sebenarnya. Ini adalah kesempatan Zulaikha untuk mencari tahu dalang dibalik fitnah yang menimpanya dulu.

"Bi Inah!" teriak Ali dan dengan tergopoh-gopoh Bi Inah pun datang.

"Ada apa, Tuan?" tanya Bi Inah mengatur nafas.

"Antar dia ke kamar pembantu!" titah Ali tak bisa dibantah. Bi Inah pun segera mengantar Zulaikha ke kamar. Rupanya sampai detik ini tidak ada yang mengenalinya. Termasuk Bi Inah. Gadis itu merasa sangat lega.

"Nanti tinggal di sini sama Bibi. Nama kamu siapa, cah ayu?" tanya Bi Inah lembut saat mereka sampai di kamar pembantu.

"Nama saya Zaenab, Bi," jawab Zulaikha. Bi Inah menatap matanya cukup lama.

"Suara kamu mirip Zulaikha, Nak. Mata kamu juga. Dia pembantu di sini dulu. Bibi sudah menganggapnya seperti anak Bibi sendiri. Bibi kangen banget sama dia, Nak," ujar Bi Inah menahan air matanya agar tidak tumpah.

Zulaikha berkaca-kaca. Andai saja Bi Inah tahu kalau orang yang dia rindukan sekarang ada di hadapannya. Tapi Zulaikha tak bisa berkata apapun. Ini belum waktunya Bi Inah tahu siapa dia sebenarnya. Semua ini untuk kebaikan semua orang.

"Boleh Bibi peluk kamu, Nak?" tanya Bi Inah.

"Kalau itu bisa mengobati rindu Bibi. Peluk saja, Bi."

Zulaikha pun menyambut pelukan hangat Bi Inah. Dan wanita tua itu pun menangis di pundaknya. Begitupun Zulaikha. Ia juga sangat merindukan Bi Inah saat itu. Bersyukur Allah telah mempertemukan mereka kembali. Ketika Bi Inah melepaskan pelukannya. Dengan segera Zulaikha menghapus air matanya.

"Terima kasih, Nak," ujar Bi Inah parau.

"Sama-sama, Bibi." Zulaikha tersenyum di balik cadarnya.

Next ??

Jangan lupa vote dan komennya😘
See you next part.
IKUTI TERUS CERITA INI, YAH😍

ZULAIKHA "Istri yang Tak Dianggap" (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang