Part 9 : Resmi dimadu dan hamilnya Zulaikha

1K 55 11
                                    

SEBELUM BACA VOTE DULU YA😘
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK KOMENTAR ❤️
😇
😇
😇
😇
😇
😇
😇
HAPPY READING 😘

Hari pernikahan Ali dan Nora pun tiba. Akad nikah dan pesta akan dilangsungkan secara mewah di rumah laki-laki kaya itu. Rumah bernuansa putih dan biru itu dihias dengan seindah mungkin. Bunga-bunga cantik di pasang di setiap sudut ruangan, terutama di lantai bawah. Dekornya sempurna dan elegan. Berbagai macam makanan lezat, kue, dan minuman tersedia dan tertata rapi di atas meja.

Rumah itu cukup besar yang terdiri dari beberapa kamar utama, kamar tamu dan kamar pembantu. Ada kolam renang dan kebun yang cukup luas di belakang rumah. Kini, sudah seminggu Zulaikha tinggal di sana. Bukan sebagai nyonya atau permaisuri, tetapi sebagai pembantu. Hari ini adalah hari yang cukup berat untuknya saat ia menyaksikan sang suami menikahi wanita lain. Hatinya terluka, akan tetapi rasa bahagia telah mengalahkan rasa sakitnya. Dia bahagia ketika orang yang dia cinta juga bahagia, walau bukan dengannya.

"Hoek ... Hoek." Tiba-tiba Zulaikha merasa mual. Perutnya terasa sakit. Kepalanya sedikit pusing. Wajah cantiknya kini menjadi sangat pucat.

"Kau kenapa, Nduk?" tanya Bi Inah, lalu duduk di sampingnya. Di hari ini para pembantu tidak diperbolehkan keluar atau menghadiri pesta pernikahan yang diselenggarkan di depan.

"Aku hanya mual, Bi. Harusnya di tanggal ini aku sudah haid, tetapi belum haid juga," jawab Zulaikha lirih.

"Jika Bibi lihat dari tanda-tandanya, sepertinya kamu hamil, Nduk. Selamat ya, sebentar lagi kamu akan menjadi seorang ibu."

Mata Zulaikha berkaca-kaca mendengar hal itu. Antara rasa bahagia dan juga sedih. Bahagia karena akan menjadi seorang ibu, dan sedih karena ia hamil tanpa kasih sayang sang suami. Ia mengelus perutnya yang rata dengan air mata yang berjatuhan.

"Jika memang itu benar, terima kasih Ya Allah, Engkau telah menitipkan malaikat kecil ini pada hamba. Tolong kuatkan hamba dalam menjalani semua ujian-Mu."

"Istirahatlah, Nduk."

"Tidak, Bi, aku ingin menyaksikan ijab qobul suamiku." Zulaikha memaksa keluar walau sedang tidak enak badan. Ia ingin sekali menyaksikan pernikahan Ali, dan melihat senyum bahagianya saat ini.

Sementara di luar sana suasana begitu sangat ramai. Tampak kedua pengantin tengah duduk di hadapan penghulu dan ijab qobul sebentar lagi akan dimulai. Mereka tampak serasi. Ali terlihat gagah dan tampan dengan jas putihnya, sedangkan Nora terlihat sangat cantik dengan gaun putih panjangnya yang mewah. Belahan dadanya terlihat jelas. Rambutnya di sanggul kecil di belakang. Perut buncitnya terlihat samar karena mengenakan korset. Senyum merekah dan bahagia pun terpancar dari wajah mereka.

"Sah!" ucap semua orang bersamaan.

Zulaikha yang mengintip di balik tangga pun hanya tersenyum getir. Mutiara bening jatuh mengalir dari mata indahnya. Ini adalah ujian terberatnya sejak menjadi seorang istri yang tak pernah dianggap. Setiap hari air mata itu tak pernah kering. Yang ia tunjukkan sekarang adalah tangisan duka dan bahagia. Saat berada di depan laki-laki itu ia berubah menjadi wanita yang sangat tegar. Dengan sempurna ia menutupi luka di hadapannya. Selalu menampakkan senyum, dan bersikap biasa walau sang suami sedang bersama wanita lain. Akan tetapi, ia tampak rapuh ketika berada di belakangnya. Ingin sekali ia berteriak dan memeluk Ali, lalu mengatakan kabar bahagianya saat ini. Benihnya telah tumbuh dalam rahimnya, tetapi itu sangat tidak mungkin. Kini ia hanya bisa berdoa sampai hari itu tiba.

Gadis berkerudung ungu itu menyusut air matanya, kemudian dengan perasaan pilu dia kembali ke kamar belakang. Ia tak sanggup lagi bila melihat pemandangan itu. Tampak kedua pengantin tengah berdiri menyalami para tamu. Ditangan Nora menggenggam bunga buket putih yang begitu indah. Tidak ada satu pun kerabat Ali yang hadir, kecuali sang adik yang tak henti menampakkan senyum binarnya melihat sang kakak telah menikah. Dengan itu dia tak khawatir lagi dengan bayi yang dikandung Nora yang sekarang menjadi kakak iparnya.

Pesta pernikahan telah usai. Para tamu sudah mulai meninggalkan ruangan. Hari sudah menjelang sore. Kedua pengantin memilih untuk beristirahat. Ini adalah hari yang menyenangkan sekaligus melelahkan bagi mereka. Akhirnya, setelah sekian lama, yang dinanti-nanti Nora pun tiba. Menjadi seorang istri dari Muhammad Ali Fikri, seorang pengusaha muda dan kaya di kota Jakarta. Bagaimana ia tidak senang, bayi yang ia kandung akhirnya memiliki seorang ayah dan ia telah berhasil mengelabuhi laki-laki itu.

Zulaikha memilih untuk beristirahat sejenak, berharap keadaannya akan lebih baik. Bi Inah ke dapur untuk membuatkan jamu untuknya. Bi Inah berasal dari Jawa. Sudah puluhan tahun ia bekerja di rumah itu. Dulunya ia adalah penjual jamu di kampungnya. Hidupnya sebatang kara. Ia telah lama bercerai dengan sang suami, tepatnya satu tahun setelah melahirkan dan hari itu ia berpisah dengan anaknya. Entah sang suami membawanya kemana. Ia merasa sangat rindu.

"Bi, di mana Zulaikha?" tanya Hanif yang tiba-tiba datang mengejutkan Bi Inah.

"Di kamarnya, Tuan. Dia sedang tidak enak badan," jawabnya sambil mengaduk jamu dalam gelas.

Tanpa sepatah kata pun Hanif langsung meninggalkan dapur dan mengundang dokter langganannya ke rumah untuk memeriksa gadis itu. Tak berselang lama, dokter pun tiba di kamar Zulaikha. Hanif menunggu di luar selama pemeriksaan selesai. Betapa terkejutnya gadis itu melihat dokter yang tiba-tiba datang.

"Bagaimana bisa ada dokter dan siapa yang memanggilnya?" gumamnya dalam hati. Dokter itu pun mulai memeriksanya.

"Selamat, Ibu sedang mengandung sekarang. Saya memberikan obat dan beberapa vitamin, tolong nanti diminum sesuai aturan ya, dan jangan lupa untuk diperiksa rutin kandungannya, ya" ucap dokter Felis tersenyum ramah sembari meninggalkan kamar. Gadis itu mengangguk. Rasa sakit hatinya kini berangsur reda karena kabar yang menggembirakan itu. Di luar kamar, dokter Felis telah mengatakan keadaan Zulaikha yang sebenarnya pada Hanif, membuat laki-laki itu semakin bingung dan bertanya-tanya.

"Di mana ayah dari janin yang berkembang di rahim gadis itu?" gumamnya. Ia memilih untuk diam dan menepis rasa ingin tahunya itu hingga esok hari atau nanti saat keadaannya membaik.

Zulaikha membolak-balik obat dan vitamin yang diberikan dokter untuknya bersamaan dengan Bi Inah yang datang dan membawa segelas jamu yang ia buat dengan racikan tangannya sendiri. Bersamanya lah gadis itu merasa tenang. Ia menganggapnya sebagai ibunya sendiri. Begitu juga sebaliknya.

"Siapa yang memanggil dokter, Bi?" tanya Zulaikha.

"Tuan Hanif, Nduk. Dia memang baik," jawab Bi Inah sembari meletakkan jamu di atas meja samping tempat tidur. Mendengar itu Zulaikha tersenyum dan lega, karena ia merasa dikelilingi oleh orang-orang baik di rumah itu, seperti Bi Inah dan Hanif. Karena itu ia merasa tidak sendiri lagi.

Bersambung....

JANGAN LUPA KLIK TOMBOL BINTANG DI BAWAH. DAN JANGAN LUPA BERI KOMENTARNYA YA😘

NEXT?

ZULAIKHA "Istri yang Tak Dianggap" (On Going)Where stories live. Discover now