Part 5 : Akhirnya Bertemu

924 61 1
                                    

Sebelum baca, budayakan vote dulu, ya..
Jangan lupa komen juga kalau suka dengan ceritanya..
❤️
❤️❤️
❤️
❤️❤️
❤️
❤️❤️
Happy reading 😍

Zulaikha terus berdoa dan berdoa. Berharap Allah akan memberinya pertolongan. Hatinya kini gelisah. Tak tahu harus kemana, sedangkan ia harus secepatnya melaksanakan salat Maghrib. Pikirannya berkecamuk, hingga ia tidak fokus menyeberang jalan. Saat yang bersamaan, sebuah mobil hitam legam melaju kearahnya. Zulaikha panik dan terkejut.

"Aaaaaaaaaaaaaa!" teriak Zulaikha seraya menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tas ransel ia jatuhkan begitu saja.

Ciiiiiiiiiiit!

Mobil itu mengerem secara mendadak. Jarak badan mobil dengan Zulaikha hanya 10 cm saja. Nyaris tertabrak. Zulaikha terdiam di tempat. Ia pasrah dan membayangkan kalau mobil itu telah menabraknya, tapi bayangan itu kabur seketika saat seseorang menepuk pundaknya. Perlahan ia pun membuka mata. Seorang laki-laki yang mengenakan setelan baju koko dan sarung, berperawakan tinggi, berkulit putih dan berlesung pipi tengah menatapnya cemas.

"Mbaknya nggak apa-apa?" tanyanya pada Zulaikha.

"Tidak apa-apa, Mas," jawab Zulaikha seraya mengatur nafas.

"Mbaknya mau kemana?" Laki-laki itu kembali bertanya saat ia matanya menangkap tas ransel milik Zulaikha.

"Saya hanya ingin mencari masjid di sekitar sini, tetapi saya bingung."

"Kebetulan saya juga mau ke masjid, Mbak. Mari saya antar. Tenang saja, saya bukan orang jahat." Ucap laki-laki itu tersenyum manis menampilkan lesung pipi yang membuat wanita manapun akan terpesona saat melihatnya, tetapi berbeda dengan Zulaikha yang tak berani menatapnya.

Zulaikha diam dan berpikir untuk beberapa saat. Dilihat dari penampilan laki-laki itu, tak mungkin dia berniat jahat padanya. Akan tetapi, pantaskah bila seorang perempuan yang telah bersuami diantar oleh lelaki bukan mahramnya? Saat ini Zulaikha tak bisa mementingkan egonya, ia sadar kalau ia sangat membutuhkan pertolongan atau ia akan berdosa karena tak salat Maghrib. Setelah mempertimbangkan itu semua, akhirnya ia mengangguk.

Dengan ramah laki-laki itu membukakan pintu mobil dan mempersilahkan Zulaikha duduk disebelahnya. Tak ada yang memulai pembicaraan. Laki-laki itu fokus menyetir, sedangkan Zulaikha menunduk sembari memilin-milin ujung jilbabnya. Tak lama kemudian, sampailah mereka di Masjid Nurul Huda. Letak masjid itu tidak terlalu jauh dari posisi mereka sebelumnya. Zulaikha menarik nafas lega, akhirnya ia bisa segera menjalankan kewajibannya.

"Terima kasih banyak, atas tumpangannya, Mas," ucap Zulaikha saat mobil itu telah sampai di pelataran masjid.

"Sama-sama, Mbak. Sebelumnya bolehkah saya tahu nama Mbak?"

"Maaf saya buru-buru." Zulaikha melangkah cepat meninggalkan pelataran masjid, sedangkan laki-laki itu hanya tersenyum melihat tingkahnya. Ia masih duduk di dalam mobil seraya membetulkan peci hitamnya.

Waktu Maghrib sudah berlalu berganti waktu Isya. Zulaikha masih di tempat yang sama, yaitu Masjid Nurul Huda. Ia berniat melaksanakan salat Isya di sana. Salat Isya berjamaah telah usai. Satu-persatu jamaah meninggalkan masjid, tetapi tidak dengan Zulaikha. Kini, ia sedang duduk di teras masjid. Memandang jalan raya yang tampak ramai oleh pengendara yang berlalu lalang. Tanpa sadar, air matanya sudah merebak, kemudian mengalir membasahi pipinya. Ia khawatir jikalau tak bisa bertemu Ali. Mencarinya tanpa alamat di kota besar yang ramai seperti ini sangatlah tidak mudah. Ia hanya bisa berserah diri dan berdoa pada Allah. Karena hanya Allah yang bisa mempertemukan ia dengan sang suami.

Dari kejauhan seorang laki-laki berpeci hitam tengah memperhatikan Zulaikha. Dia menatap iba padanya. Ya, dia adalah laki-laki yang sama yang telah menolongnya tadi. Zulaikha menyusut air matanya, kemudian menunduk sambil memeluk tas ransel dalam pangkuannya. Ia tak tahu harus kemana lagi saat ini. Ia mulai lapar, sedangkan ia tak memegang uang sepeser pun.

"Assalamualaikum. Sedang apa Mbak disini? Ini sudah malam, mau saya antar pulang?" Laki-laki itu menghampirinya. Ia pun mendongak dan menyadari kehadiran seorang laki-laki di depannya. Dengan segera ia mengelap sisa-sisa air matanya.

"Waalaikumsalam. Tidak usah, Mas. Saya tidak punya tempat tinggal. Saya ke kota untuk mencari suami saya." Jawab Zulaikha lirih.

"Oh ya, sebelumnya perkenalkan, nama saya Hanif." Hanif menelungkupkan kedua telapak tangannya di depan dada, diikuti Zulaikha.

"Saya Zulaikha." Zulaikha baru ingat kalau tadi mereka belum berkenalan atau saling menyebut nama karena terburu-buru. Jika ia lihat dari wajah Hanif, ia berumur sekitar dua puluh tahun.

"Kebetulan saya dan kakak saya membutuhkan tambahan asisten rumah tangga. Apa Mbak mau bekerja di rumah kami? Kami menyediakan kamar khusus pembantu."

"Apa Mas yakin? Mas bukan penipu atau penculik, kan?"

"Saya yakin. Ya Allah, sekali lagi, saya hanya mau menolong, Mbak. Jika iya, mari ikut saya ke rumah, nanti akan kukenalkan dengan kakak saya."

Mata sendu Zulaikha berubah menjadi binar. Ia tak menyangka bisa bertemu orang sebaik Hanif. Kebetulan juga ia sangat membutuhkan pekerjaan. Ini adalah kesempatan emas untuknya. Mungkin ini adalah pertolongan dari Allah. Ia benar-benar sangat bersyukur. Ia berharap secepatnya bisa bertemu dengan Ali.

Zulaikha mengangguk. Hanif pun tersenyum. Seperti biasa, Hanif selalu bersikap ramah dan lembut padanya. Dengan terpaksa Zulaikha ikut dengannya dan mengesampingkan ego jauh-jauh. Ia percaya kalau Hanif adalah laki-laki yang baik. Buktinya ia selalu sopan dan menghormatinya.

Mobil hitam legam itu pun mulai melaju. Kali ini Zulaikha memilih duduk di kursi belakang. Untuk menjaga batasan dengan yang bukan mahram, sekaligus batasan antara majikan dan seorang pembantu. Tak ada yang memulai pembicaraan. Hanya keheningan yang tercipta di antara mereka. Zulaikha duduk menyender seraya menutup mata dan sesekali memegangi perutnya yang sedari tadi berbunyi karena lapar. Hari ini sangat melelahkan baginya.

Tiba-tiba Hanif menghentikan mobil di depan sebuah warung sate. Ia pun turun dan meminta Zulaikha untuk tetap diam di dalam mobil. Tak lama kemudian, Hanif kembali dengan membawa sebuah kantong plastik berwarna hitam. Bau harum sate pun menusuk indera penciuman Zulaikha, hingga membuatnya semakin lapar.

"Ini buat kamu. Saya tahu kamu sangat lapar. Ada nasi bungkusnya juga di dalam." Hanif memberikan kantong kresek itu padanya. Zulaikha menerimanya dengan hati-hati. Ia tak menyangka kalau Hanif akan sebaik ini padanya, padahal baru kenal dan status mereka sangatlah berbeda, yaitu majikan dan pembantu.

Hanif melajukan mobilnya kembali menembus jalan raya yang tak pernah sepi oleh pengendara. Lima belas menit kemudian, sampailah mereka di depan sebuah rumah mewah berlantakan dua. Seorang satpam dengan sigap membuka pintu gerbang. Zulaikha menatap rumah itu dengan kagum dan terheran-heran. Hanif menghentikan mobilnya dan mempersilahkan Zulaikha untuk turun. Tak lama kemudian, sebuah mobil berwarna biru datang dan berhenti di samping mobil Hanif.

Zulaikha terperanjat kaget, saat melihat sosok yang keluar dari mobil biru itu. Sosok yang ia kenal dan sosok yang telah meninggalkannya tanpa hati dan perasaan. Seorang laki-laki bertubuh kekar berjalan sempoyongan ke arahnya. Bau alkohol tercium menyengat. Ya, itu adalah Ali. Suami yang selama ini dirindukannya. Tanpa sadar, air mata Zulaikha langsung mengalir deras. Hatinya bergemuruh. Antara rasa cinta dan sakit yang ia rasakan kini saat melihat sang suami. Bahkan keadaannya lebih buruk dari yang ia bayangkan. Ia tak menyangka, bahwa Allah telah mengirimnya di alamat yang tepat. Ya, ternyata Alif adalah kakak dari Hanif. Akan tetapi, mengapa sifat mereka sangat berbeda?

"Kak, ini pembantu baru kita." Ucap Hanif pada sang kakak. Ali menatap Hanif dan Zulaikha secara bergantian. Ia menatap Zulaikha cukup lama, membuat hatinya berdesir. Ia takut kalau Ali akan mengusirnya dengan kasar, tapi ketakutan itu akhirnya hilang saat Ali memintanya untuk masuk. Mungkin karena mabuk, hingga Ali tak mengenalinya? Zulaikha pun merasa lega dan bersyukur.

Bersambung....

ZULAIKHA "Istri yang Tak Dianggap" (On Going)Where stories live. Discover now