Part 15 : Kepergian Zulaikha

1K 60 0
                                    


Assalamualaikum. Jangan lupa sebelum baca, vote dulu yahh. Jangan lupa komen dan follow akun saya😊

✨✨

✨✨

✨✨

✨✨

Happy reading sobat 💕

Masih sore hari dengan keindahan langit senja yang menyambut indah dihari yang cerah itu. Tapi siapa sangka, kalau hari itu akan menjadi hari yang penuh luka bagi seorang gadis yang saat ini masih terbaring lemah di brangkar rumah sakit. Sesaat saat kesadarannya pulih. Yang pertama kali dia ingat adalah Ali. Saat dengan bringas laki-laki itu mengusirnya tanpa memberinya ampun. Atau sekedar membela diri. Walaupun membela diri pun tidak ada yang percaya padanya, kecuali Bi Inah. 

Wanita tua itu sudah seperti seorang ibu baginya. Ia ingat saat wajah yang mulai keriput itu menatap dirinya nanar dengan mata yang berkaca-kaca. Zulaikha tahu. Bi Inah tak tega menyaksikan semua kejadian yang menimpanya siang tadi. Bahkan, gadis itu ingat betul bagaimana derasnya air mata Bi Inah yang mengalir saat ia melangkah meninggalkan rumah suaminya sendiri dengan segala tuduhan keji yang dilontarkan padanya. Ya, Zulaikha menoleh cukup lama kala itu, sebelum akhirnya pergi. Mata mereka pun saling bertatapan. Rasanya Zulaikha ingin berlari memeluk Bi Inah, lalu menangis di bahunya. Seperti layaknya seorang anak yang mengadu pada ibunya. Tapi apalah daya untuk sekedar berpijak pun rasanya Zulaikha sudah tak mampu.

Terlalu lama melamun, sampai Zulaikha tak sadar di mana ia berada sekarang. Munculnya seorang dokter muda disusul seorang ibu-ibu bersanggul dan seorang suster dari arah pintu telah mengembalikan kesadarannya. Zulaikha menatap sekeliling. Ia pun bingung dan bertanya-tanya di dalam hati, "Siapa wanita itu? Bagaimana bisa aku berada di sini?"

"Aww," pekik Zulaikha saat tanpa sengaja menyentuh bagian wajahnya yang ditutupi perban. Ada rasa nyeri di sana dan kepalanya terasa pusing. Ia sulit bergerak, meskipun untuk sekedar bersender ataupun duduk.

"Tidak usah dipaksakan. Keadaan ibu masih sangat lemah," ucap seorang dokter perempuan yang bernama Cindy. Ia membaringkan Zulaikha kembali.

"Bayiku? Bagaimana bayiku?" tanya Zulaikha yang tiba-tiba merasa khawatir dengan keadaan janinnya. Berulang kali ia memegangi perutnya.

"Bayi ibu baik-baik saja. Ibu hanya mengalami luka bakar di bagian wajah akibat air keras. Lukanya tidak terlalu dalam, tapi akan meninggalkan bekas. Untuk proses penyembuhannya sendiri, yaitu sekitar tiga minggu. Nanti saya akan memberikan antibiotik dan juga selep. Ibu sudah bisa pulang besok pagi," ujar dokter itu menjelaskan.

Deg!

Jantung Zulaikha berdegup tak beraturan. Ke mana ia akan pulang? Mengingat ia sudah tidak punya tempat tinggal. Apa ia harus balik ke kampung halamannya? Tempat di mana ia dilahirkan dan dibesarkan oleh sang kakek. Tempat di mana di sana tersimpan beribu luka dan kenangan pahit. Rindu sudah memenuhi relung hati Zulaikha saat ini. Ingin rasanya ia kembali ke tempat itu. Lalu, menziarahi makam sang ibu, bapak serta kakeknya. Ia ingin bercerita, menangis sambil memeluk nisan sang ibu. Seperti yang ia lakukan dahulu. Meski tak pernah melihat wajah sang ibu, namun kehadirannya sering kali ia rasakan. 

Kini, Zulaikha harus menahan rindu yang sudah menggebu itu. Pantang baginya untuk kembali sebelum ingatan suaminya, Ali pulih. Hampa, sepi. Begitulah gambaran kehidupan Zulaikha sekarang. Gadis yang malang itu harus menjalani semuanya seorang diri.

"Saya belum salat asar. Saya mau salat. Tolong bantu saya!" pinta Zulaikha memelas. Seorang suster pun mengambilkan sebuah kursi roda, lalu membantu Zulaikha untuk duduk di sana. Bu Fitri mendorongnya menuju mushola terdekat. Dokter menyarankan untuk bertayamum, karena keadaan yang tidak memungkinkan terkena air.

ZULAIKHA "Istri yang Tak Dianggap" (On Going)Where stories live. Discover now