Part 8 : Rindu tatapan itu

726 51 10
                                    

Sebelum baca, vote dulu ya, readers 😍
🐼
🐼🐼
🐼🐼
🐼
🐼🐼
🐼🐼
🐼
HAPPY READING ❤️

Di dalam sebuah tempat diskotik, lima orang pemuda tengah berkumpul dan berpesta minuman keras. Alunan musik DJ pun mengalun menggema di seluruh ruangan. Mereka duduk memutar dengan sebuah meja persegi yang berada tepat di tengahnya. Dengan lihai para pemuda itu memainkan kartu dalam genggamannya. Di samping mereka masing-masing ada wanita cantik berpakaian minim yang mendukung dan memberinya semangat. Mereka bergelayut manja di lengan kekar para pemuda itu. Wanita-wanita itu dibayar hanya untuk menemaninya bermain judi, minum, bahkan menari. Mereka terus meneguk satu persatu minuman yang para wanita itu sajikan di atas meja. Bau alkohol pun tercium menyengat di seluruh ruangan.

"Tinggal 5 juta. Udah nggak bawa uang lagi, Bro," ucap seorang laki-laki yang tak lain adalah Ali. Ia menaruh puluhan lembar uang di atas meja. Semua orang yang ada di ruangan itu tertawa dan kartu pun kembali dimainkan.

"Yes," ujar seorang laki-laki berkumis tebal. Ia bersorak riang dan kegirangan saat akhirnya ia yang berhasil memenangkan judi pada malam itu. Sedangkan yang lainnya hanya bisa mendengus kesal. Mereka telah kalah dalam judi dan uang mereka ludes.

"Yah," Ali mendengus.

Dengan langkah gontai laki-laki itu meninggalkan tempat diskotik. Kepalanya sedikit pusing karena minuman haram yang ia teguk. Malam ini dia kehilangan uang 10 juta dalam berjudi. Sungguh, itu jumlah yang tidak sedikit. Namun, bagi Ali uang itu belum lah seberapa dan tidak ada nilainya.

Ali melajukan mobilnya dengan kecepatan normal dan lebih hati-hati lagi saat berkemudi. Ia tak mau mengulangi kejadian itu lagi. Ia ingat saat kecelakaan dulu, dan mobilnya terjun bebas ke sungai. Ia tak mengingat apa pun setelahnya. Ketika sedang menyetir, tiba-tiba bayangan seorang gadis cantik berjilbab terlintas di pikirannya.

"Sebenarnya perempuan itu siapa? Kenapa dulu aku bisa berada di dalam gubuknya? Apakah dia benar istriku? Ah, kenapa aku tidak bisa mengingatnya?" gumam Ali. Ia menggeleng berharap bayangan Zulaikha pergi dari pikirannya. Akhir-akhir ini ia sering memikirkan gadis itu. Gadis yang menurutnya penuh dengan teka-teki.

Tak menunggu waktu lama, akhirnya sampailah laki-laki itu di rumahnya. Sebuah rumah mewah berlantaikan dua yang ia bangun dengan kerja kerasnya. Tentu dibantu dengan sang adik. Setelah memarkirkan mobilnya di bagasi, ia pun masuk ke dalam rumah. Ia dikejutkan dengan seorang gadis yang duduk termenung di teras rumah. Matanya memandang jauh ke atas langit yang memang tak bisa dipungkiri olehnya kalau malam itu angkasa tampak begitu indah dengan beribu bintang yang menghiasinya. Gadis itu memeluk tubuhnya sendiri, kemudian mulai terisak. Tanpa diketahuinya, laki-laki itu memperhatikan gerak geriknya.

"Ibu, Bapak, Kakek, semoga kalian tenang di sana. Doakan Likha yang sekarang ini sedang berjuang untuk mengabdi sebagai istri yang baik untuk suami Likha, walau kenyataannya dia tidak pernah menganggap Likha." Gadis itu semakin terisak membuat Ali semakin bingung. Ia berjalan mendekatinya.

"Sebentar lagi dia akan menikah dengan perempuan lain yang kini sedang mengandung anaknya. Doakan Likha semoga kuat menjalani semua ini." Gadis itu menyusut air matanya, kemudian mendongak. Ia terkejut saat menyadari sang suami yang tiba-tiba berada tepat di depannya. Rambutnya acak-acakan. Tiga kancing kemeja bagian atas dibiarkan terbuka memperlihatkan dadanya yang cukup bidang. Tak lupa, bau alkohol yang khas tercium menyengat.

"Siapa dirimu yang sebenarnya? Apakah benar kita pernah menikah? Kapan dan bagaimana?" tanya Ali menatap dalam manik hitam milik Zulaikha. Gerak-geriknya khas seperti orang yang sedang mabuk.

Gadis berbibir merah muda itu membalas dengan tatapan sendu. Ia rindu tatapan bola mata itu. Ia rindu wajah itu. Ia ingin sekali memeluknya dan menangis di bahunya, tapi sekarang semua itu hanyalah mimpi yang tak tahu kapan akan menjadi nyata.

"Apa maksud Tuan? Saya hanyalah seorang pembantu di sini. Tuan adalah majikan saya." Zulaikha memilih diam. Jika ia menceritakan semuanya dengan jujur pasti akan menimbulkan masalah baru yang mungkin bisa merusak pernikahannya dengan Nora dan belum tentu juga laki-laki keras kepala itu akan percaya dengan omongannya. Ia tak ingin janin tak berdosa yang dikandung Nora lahir tanpa seorang ayah.

"Tunggu!" teriak Ali mencengkal tangan Zulaikha saat gadis itu berusaha kabur darinya.

"Lepaskan, Tuan." Zulaikha memberontak. Air mata yang membendung tak bisa ia tahan, hingga akhirnya laki-laki itu melepaskan tangannya.

"Suatu hari nanti aku yakin kamu akan mengingat semuanya sendiri, Mas. Semoga Allah segera memberimu hidayah," ucap Zulaikha dalam hati seraya menatap sekilas wajah itu, kemudian pergi dari hadapannya.

*********
Di ruangan bernuansa putih elegan dengan sebuah tv berukuran besar menempel di dindingnya. Sebuah karpet mewah di gelar di bawah lantai. Sofa empuk berjejer dan tertata rapi. Di sana, duduklah seorang laki-laki dan perempuan yang tengah bersantai menikmati acara televisi siang itu. Makanan ringan dan jus buah naga pun ikut menemani waktu bersantai mereka.

"Sayang, dua hari lagi kita akan menikah. Aku bahagia sekali," ujar seorang gadis yang tak lain adalah Nora. Raut wajah sumringah terpancar di wajahnya.

"Aku tidak sabar dengan kehadiran calon anak kita ini," lanjutnya pelan seraya mengelus perutnya sendiri.

Ia melirik laki-laki yang berada di sebelahnya saat ucapannya tidak mendapatkan respon. Ia pun menelisik mengikuti arah pandang Ali. Seketika gadis dengan baju seksi itu pun memanyunkan bibir dan kesal saat sadar bahwa calon suaminya tengah memperhatikan sang pembantu yang tengah mengepel lantai tak jauh dari tempat mereka duduk. Tampak gadis itu begitu semangat melakukannya, meski peluh mulai membasahi wajahnya. Berbalut hijab persegi polos berwarna ungu, gadis itu tampak begitu cantik dan lugu. Ya, meski penampilannya sederhana.

"Sayang, aku nggak mau kamu merhatiin gadis kampung itu lagi. Lihat di sini. Aku calon istrimu, dan yang pasti aku lebih cantik darinya," ucap Nora menggoyangkan tubuh Ali perlahan hingga akhirnya ia pun tersadar dari lamunannya.

"Maaf, bukan begitu, Sayang. Iya, Honey, aku juga tidak sabar dengan pernikahan dan kelahiran anak kita ini."

Ali mengelus perut Nora lembut kemudian dengan penuh rasa sayang ia mengecup keningnya. Laki-laki itu tidak mengerti dengan dirinya sendiri bagaimana bisa dia memperhatikan pembantu itu. Gelisah telah menjalar hatinya saat ini. Gadis itu tetap menjadi misteri untuknya. Tiba-tiba gawai Nora berbunyi dari dalam tas. Sesegera mungkin ia mengeceknya. Terdapat tulisan dengan nama Leyon pada layarnya. Ia tercengang dan diam sesaat.

"Siapa, Honey?" tanya Ali sambil melingkarkan tangannya pada pundak Nora.

"Sebentar, Sayang, ini ada telfon penting." Dengan cemas gadis berambut pirang itu menjauh dari laki-laki yang ada di sampingnya. Ia menggulir tombol hijau yang bergambar telepon pada layarnya.

"Nanti saja aku hubungi lagi. Jangan menelfon dulu!" ucap Nora pelan dan sedikit berbisik. Panggilan telepon ia putus secara sepihak dan sesegera mungkin ia kembali ke tempat di mana Ali berada.

Bersambung....

JANGAN LUPA VOTE DAN SPAM KOMENTAR YA, BIAR SAYA SEMANGAT MELANJUTKAN CERITANYA. MAKASIH READERS😘

SEE YOU NEXT PART!

ZULAIKHA "Istri yang Tak Dianggap" (On Going)Where stories live. Discover now