semua baru

10.2K 717 21
                                    

Kamu  hadir di hidupku sudah seizin Allah. Kita bertemu juga bukan sekadar untuk saling mengerti, tapi untuk saling melengkapi





Selamat membaca.

Setelah melaksanakan sholat maghrib berjamaah bersama sang istri, Famyan maupun Azkiya kini sudah siap untuk pergi ke rumah Abi Rahim.

"Udah siap?" Tanya Famyan. 

"Belum." Jawab Azkiya.

"Kenapa lagi, Azkiya?"

"Aku mau di rumah aja, Amy. Kiya malu nanti kalau ketemu santri santri di sana, apalagi kalau jalan sama, Amy."

"Ohh, jadi kamu malu jalan bareng sama saya?" Tanya Famyan.

"Gak gitu, Amy. Amy kan tau sendiri, kalau Amy tuh gus di pondok, baru nikah lagi, pasti mereka bakal langsung cari tau istri, Amy."

"Kalau mereka tau, istri dari seorang gus Famyan bukanlah seorang ning ataupun santri, nanti malah malu maluin keluarga Abi Rahim." Ujar Azkiya berusaha mengeluarkan semua uneg uneg yang ada di pikiran nya.

Bukan nya menjawab, Famyan memilih untuk menggandeng tangan mungil Azkiya, untuk berjalan bersama. 

"Ehh-"

"Amyy, lepasin gak!!" berontak Azkiya.

"Gandengan aja, takut kamu nanti nyasar." Ujar Famyan tidak nyambung dengan arah bicara Azkiya.

"Amyy! Amy gak denger Kiya ngomong tadi?"

Azkiya menatap tak percaya pada Famyan, sedari tadi Azkiya berbicara panjang kali lebar, apa Famyan tidak mendengar sama sekali? Apa suaminya ini sudah rusak pendengaran nya.

"Kita pergi nya sekarang, setau saya, jam segini para santri pada ngaji kitab."

Akhirnya Azkiya mengangguk saja, semoga saja yang di katakan suaminya itu memang benar.

"Kita ke sana jalan kaki?" Tanya Azkiya.

"Iya, jaraknya deket, gak jauh."

.......

Ternyata memang benar ucapan Famyan, pesantren sangat sepi, jadi Azkiya aman.
Azkiya dan Famyan melangkah memasuki rumah berbahan kayu jati yang terlihat elegan. Tak kalah bagus dari rumah suaminya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh ." Jawab seorang wanita yang duduk di kursi sambil bermain ponsel.

"Loh, mas Famy, mbak Kiya,"

"Kok uda ke sini?" Tanya Bila, adek perempuan Famyan.

"Kenapa kamu gak ke musholla?" Tanya Famyan. 

"Aku libur, mas."

Bila berdiri, lalu mempersilahkan kakak serta kakak iparnya untuk duduk di kursi.

"Tadi kata Umi, mau ke sini habis isya'?"

"Gak jadi." 

"Udah nikah masih aja cuek."

"Kasian banget kamu mbak Kiya, pasti kau di cuekin mas Famy terus kan?" Tanya Bila merasa kasian pada kakak iparnya saat melihat sifat kakak laki lakinya berubah rubah seperti bunglon, kadang cuek kadang perhatian. 

"Emang cuek banget ya Bil?" Tanya Azkiya.

"Kadang kadang aja, kalau lagi kumat."

"Tapi ini buat keluarga atau orang orang terdekat aja, beda lagi kalau sama orang yang gak di kenal, bahkan senyum sama omongan aja pelit banget."

Azkiya sedikit terkejut dengan apa yang di katakan Bila mengenai suaminya, benarkah seperti itu? Azkiya harus sering menamati suaminya mulai sekarang.

Tapi untung saja, ketika bersama dirinya Famyan tidak terlalu cuek, dan tidak irit bicara.

"Gak usah di dengerin." Tegur Famyan takut jika istrinya memikirkan hal yag tidak di duga duga.

Sembari menunggu kehadiran Umi Halimah dan Abi Rahim, Bila mengajak Azkiya untuk mengobrol, bertanya tanya tentang pesantren yang di tempati Bila, kapan Bila kembali ke pesantren dan lain lain. Sedangkan Famyan memilih diam, mendengarkan.

.....

"Istri kamu udah tidur?" 

"Belum, masih nungguin di kamar, Abi."

Abi Rahim mengangguk, sekarang ayah dan anak ini berada di teras rumah, setelah melakukan makan malam bersama tadi.

"Ada apa Abi panggil Famy ke sini?" Tanya Famyan.

"Abi mau tanya,"

"Tanya apa, Bi?" Famyan penasaran. 

"Masalah keinginan kamu dulu mau mengajar pesantren Abi."

Famyan terdiam lau meilirik Rahim sebentar, dulu saat Famyan sudah mendapati 5 tahun mondok, Famyan mengatakn jika dirinya ingin megajar di pesantren walaupun sebagai sampingan, walaupun pekerjaan utama Famyan adalah dokter, karena niat Famyan ingin mengamalkan ilmu yang ia cari di pondok, tidak masalah jika Famyan mengajar di kelas bawah.

"Abi udah punya jadwal untuk kamu, kalau saat jadwal ngajar gak sengaja bareng sama jadwal kamu di rumah sakit, kamu bisa minta kang pengurus atau ustadz di sini, biar gantiin kamu."

"Abi berharap kamu setuju, Famyan."

.......

Malam ini, Umi Halimah meminta Famyan dan Azkiya untuk tidur di rumah nya saja, sekalian besok pagi sarapan di rumah Abi Rahim, setelah itu boleh pulang ke rumah Famyan buat nyiapin pakean yang di bawa ke jogja besok.

"Ini kamar Amy?" Tanya Azkiya.

"Hmm."

"Kamu suka?" Tanya Famyan.

Azkiya mengagguk semangat. "Indah."

Famyan hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Azkiya.

"Di lemari ada baju tidur buat kamu, pakai aja,"

Bentar bentar baju tidur buat Azkiya? Apakah Famyan sebelum menikah udah pernah membawa cewek lain ke kamar nya, sampai sampai di lemari ada baju tidur wanita.

"Saya sengaja siapin semua sebelum hari pernikahan kita, Umi yang nyuruh saya."
Lanjut Famyan, agar tidak terjadi salah paham. 

Azkiya mengangguk paham, "Amy,"

Famyan menoleh menatap Azkiya, "Iya?" 

"Apa kita tidur seranjang?" Tanya Azkiya takut. 

Famyan terdiam.

"Bukan nya Kiya gak mau, tapi Kiya belum terbiasa saja." Ujar Azkiya.

"Bukan kah, lebih baik jika seorang suami istri tidur satu ranjang?" Tanya Famyan. 

Kini gantian Azkiya yang mengangguk membenari ucapan Famyan.

"Hanya tidur biasa, insyaallah saya bisa menahan nafsu saya."



Jangan lupa vote dan komen yaa

Gus Tampan Imamku Where stories live. Discover now