"Mas," Suara panggilan bernada khawatir itu membuat Damar tersadar dari lamunannya. Ah, bisa Damar tebak pasti Nirmala khawatir jika Damar sakit hati dengan penolakan Onad.

Damar memang beruntung mempunyai istri berhati mulia seperti Nirmala. Entah bagaimana jadinya jika yang menjadi pendampingnya sekarang bukan Nirmala, Damar tak tahu bagaimana jadinya.

"Jangan khawatirin Mas, Nir." Ungkapnya begitu mantap membuat Nirmala mau tak mau mengangguk.

Damar tersenyum lembut sebelum menyentuh lembut lengan Onad, membuat atensi pemilik sepasang mata bulat itu beralih kepadanya.

"Onad lupa?"

"No Nad lupa, Nad Maheswala." protes lelaki kecil itu membuat Damar meringis, sepertinya berbicara dengan Onad tidak semudah kelihatannya.

"Iya tahu, Onad Maheswara. Yang mau Papa tanyain Onad nggak inget sama Papa? Onad lupa sama Papa?"

Onad menunjuk ke arah tangga "Papa di kamal mencukul uwal godon."

Bukan, bukan itu yang Damar ingin tanyakan. Damar hanya ingin bertanya apakah Onad mengingatnya sebagai Ayah. Tapi Onad malah salah paham mengira Damar bertanya tentang Daniel yang berada di kamar mencukul uwal godon. Entahlah, Damar tak mengerti dan tak ingin mengerti apa itu mencukul uwal godon. Hal itu tak penting baginya.

"Onad nggak inget sama Papa?" Damar menunjuk dirinya sendiri. "Ini Papa Onad, Papa kandung. Papa Onad yang asli. Namanya Papa Damar."

"Danaal?"

"Damar," koreksinya.

"Jamal?"

"Damar, Sayang. Papa Damar, Papanya Onad."

Onad mengerutkan kening, "Papa?"

"Iya, ini Papa. Papa Damar, Papanya Onad. Onad lupa sama Papa Sayang? Onad nggak inget dulu Papa selalu tidur di samping Onad. Papa juga pernah beliin Onad maninan pesawat pas Onad kecil. Onad inget?"

Sepasang mata bulat itu mengerjab sesaat, sebelum menggelengkan kepala membuat hati Damar semakin ngilu rasanya. Ternyata Onad benar-benar melupakannya. Padahal hanya berselang beberapa waktu, tapi mengapa Onad sudah lupa?

Dari sekian banyak memori yang mereka lewati, mengapa Onad tidak mengingat sedikitpun? Padahal dulu kata Rana setiap detik kebersamaan Damar dan Onad pasti akan berkesan di masa depan. Mungkinkah Rana membohonginya agar Damar mau menghabiskan waktu dengan Onad? Keterlaluan! Rana benar-benar keterlaluan!

"Ini Papa, Papanya Onad."

"Olang kaya?"

"Onad nggak boleh ngomong gitu, semua manusia itu sama." celetuk Nirmala yang sedari tadi hanya menjadi penonton membuat Onad menggeleng.

"Ndak cama, Eek Uti kolengan."

Nirmala menghela nafas, mengapa dirinya lupa jika yang berada di hadapannya merupakan duplikat Rana?

"Nad, nggak boleh ngomong gitu ya? Ngomong jelek itu nggak baik nanti tempatnya di neraka. Neraka itu panas, Onad nggak mau masuk nerakakan?"

Onad mengerjab perlahan, menatap Nirmala penuh selidik, "Eek Uti pelnah ke nelaka?"

Demi Tuhan, Onad ini benar-benar menyebalakan persis seperti Rana. Tapi sekali lagi emosi Nirmala yang sudah berada di ubun-ubun harus tertahan, karena bagaimanapun Onad masih kecil bukan? Jadi tidak sepantasnya Nirmala menghakimi, sebagai manusia beradap dan bermoral sepertinya tugasnya hanya meluruskan.

Sejumput Dendam RanaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora