Part 18

86.4K 11.4K 2.2K
                                    

Sekarang aku sadar memilikimu bukan lagi impian
Karena bapakmu lebih menawan
~Janda bahenol, Rana

~Sejumput Dendam Rana~

Ibu beranak satu itu sejenak memejamkan kedua netranya, menghirup rakus aroma cafein yang mengepul dalam mug bergambar kucing di hadapannya. Aroma kopi itu seperti candu, begitu nikmat dan menenangkan. Maka dari itu dirinya selalu mengibaratkan jika hidupnya seperti kopi. Tak apa menjadi pahit, asal bisa memberi kesan mendalam nan memabukkan.

Hingga kedua mata bulat perlahan terbuka, saat dirasa ada sepasang mata yang menatapnya lekat. Dugaannya tepat, saat kedua mata berpagar bulu mata lentik itu terbuka sempurna, netranya tepat bertemu sepasang manik si pelaku yang menganggu kekusyukannya menghidu aroma kopi. 

Si pemilik pahatan sempurna yang didukung lengkungan garis bibir begitu manis, ah kenapa dirinya baru menyadari jika lelaki berkepala empat itu begitu mempesona.

Tanpa sadar kedua sudut bibir perempuan itu ikut berkedut, membentuk lengkungan manis yang disambut usapan lembut pada kepalanya. Rasanya begitu menenangkan.

Sejenak sepasang insan itu hanya saling pandang, mencoba saling menyelami lewat bahasa mata, menikmati dentuman keras yang berdetak tak karuhan, menggedor seakan ingin terlepas di dalam sana. Sampai akhirnya sang perempuan tersadar, ini merupakan sebuah kesalahan.

"Pa?" cicit perempuan berdres biru itu pelan membuat laki-laki berkepala empat itu berdehem dan segera menarik tangannya yang dengan kurang ajar membelai puncuk kepala wanita cantik di hadapannya.

Ah, memang laki-laki itu selalu begitu. Jika perihal Rana dirinya selalu saja menggila! Rana dan pesonanya memang benar-benar begitu menjerat!

"Menikmati kopi sendirian, Rana?" sindir laki-laki berkepala empat dengan suara serak itu membuat Rana menelan ludahnya susah payah. Damn! Suara Ayah mertuanya ini sangat seksi, membuat bulu hidung Rana bergoyang perlahan.

"Ran,"

"Hah?" beo Rana membuat laki-laki di hadapannya melirik cangkir di hadapan Rana.

"Menikmati kopi?" ulangnya membuat Rana mengerjab berlahan, mengalihkan pikiran-pikiran kotor dalam benaknya! Sial, jiwa-jiwa janda haus belaian sudah benar-benar sudah merasuki Rana. Padahal Rana sendiri belum genap satu jam menyandang gelar janda bahenol, poor Rana!

"Rana!"

"Ah ya, Papa mau menikmati Rana? Kebetulan Rana udah siap!" jawab Rana lantang membuat laki-laki di hadapannya menaikkan sebelah alis. 

Hingga Rana langsung melotot begitu menyadari jika kata-kata yang dikeluarkan dari bibirnya mengandung kata ambigu, ah sial sepertinya Rana salah bicara, kemudian perempuan berkuncir kuda itu berdehem pelan.

"Maksudnya, Rana udah nyiapin kopi juga buat Papa biar kita bisa sama-sama menikmati kopi." cicit Rana sebelum beranjak, mengambil secangkir dalam mug berwarna putih bergambar srigala dan menyodorkannya di hadapan sang Ayah mertua.

Hening, sejenak kedua sepasang insan itu sama-sama terhanyut dalam pikirannya masing-masing.

"Onad udah tidur, Pa?" tanya Rana memecah keheningan membuat laki-laki yang mulai menyeruput kopinya itu mengangguk pelan.

"Udah, kenapa kamu mau saya tidurin juga?"

"Papa!" pekik Rana tertahan membuat laki-laki di hadapannya terbahak.

"Saya bercanda, Ran. Biasanya kamu juga gitu, ini saya becandain balik kamu heboh banget."

"Papa nyebelin!"

Sejumput Dendam RanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang