Chapter 28

480 40 1
                                    

Alex

Aku berjalan terburu-buru setelah mengetahui berita yang mengancam posisi kakakku, Karan. Kuabaikan beberapa sapaan karyawan saat memasuki kantor. Saat ini pikiranku tengah kacau, benar-benar sangat kancau. Tanpa mengetuk pintu kubuka pintu dengan keras, sontak menarik perhatian orang yang tadinya terlihat sibuk dengan berkas-berkas. Dia menatapku sembari mengerutkan dahi, apa mungkin berita ini belum sampai padanya?

"Ada masalah. Apa kakak sudah mendengarnya?" Dia hanya menatapku dengan wajah datar.

"Para pemilik saham. Mereka meragukanmu karena pernah menghilang beberapa bulan setelah papah meninggal lalu kembali lagi dan langsung memimpin perusahaan. Mereka berpikir kau tidak kompeten dan suka lari untuk menghindari masalah. Mereka meragukanmu untuk memimpin perusaan ini ...."

Sekilas kulihat pupil matanya yang membesar. Bisa disimpulkan dia baru mengetahuinya.

"Kenapa tiba-tiba?"

"Kurasa ada seseorang yang memancing mereka untuk melawanmu," pandangan kami saling beradu, "dan sepertinya aku tau siapa pelakunya." Ucapku geram. Siapa lagi kalau bukan si tua pembuat onar itu. Agustinus, laki-laki tua yang masih saja betah menganggu dari belakang. Dan bodohnya dia terlihat dermawan di depan hingga membuat almarhum mantan pemimpin perusahaan ini menjadikannya teman. Tak bisa dipercaya, papa lebih mempercayainya dari pada anaknya sendiri.

Aku sudah mengetahui kebusukannya setelah pertungan Alana dan kakak dilangsungkan. Sempat aku menceritakan itu pada papa, namun dia justru menganggap ku hanya mengada-ada. Mendengar itu aku merasa kecewa, sehingga kuputuskan tak akan ikut campur dalam permasalahan ini. Bahkan aku baru menceritakan semua ini pada kakak setelah dia menghilang berbulan-bulan. Aku merasa tak ingin ikut campur hingga kuputuskan untuk diam. Akan tetapi setelah aku mengetahui bahwa Sintya juga bergabung dengannya, hatiku berkata bahwa aku tidak boleh diam saja. Itulah mengapa kakak merencanakan pembalasan ini, dan masih berpura-pura hilang ingatan hanya untuk membalas perbuatan seseorang.

"Tenang saja, akan kucari jalan keluar." Ucapnya santai dan kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Jalan keluar seperti apa?" Tangannya berhenti membalikkan dokumen, lalu menatapku.

Dia memalingkan muka, membuang napasnya lalu berdiri dari sana. Ia berjalan lalu memunggungi ku menghadap ke arah jendela, dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana.

"Sebenarnya," ucapku ragu untuk melanjutkan," ada seseorang yang menawari kita bantuan. Dan menurutku itu bantuan yang sangat menguntungkan."

"Siapa?" Tanyanya yang masih menghadap ke jendela.

"Alana, dia menawari untuk membantu permasalahan ini ... Namun kau harus menikah dengannya agar bisa mendapatkan bantuan."

Ia langsung berbalik mendengar itu. "Kau sudah tidak waras."

"Tapi dengarkan dulu, kak. Pernikahan kalian tentu akan disambut baik oleh para pemilik saham. Pikirkanlah, bukan hanya masalah ini saja, kita bisa mengatasi banyak masalah di masa depan nanti."

"Keluarlah. Pikiranmu sedang tidak stabil." Nada bicaranya terdengar biasa, namun aku bisa melihat pancaran matanya yang menahan amarah.

Aku hanya bisa menghela napas melihat reaksinya, jujur aku juga tidak mengharapkan jalan keluar seperti itu. Namun bagaimana lagi, menurutku itu jalan keluar yang paling realistis untuk saat ini. Atau memang mungkin hanya itu satu-satunya jalan keluar.

Garis Batas (End)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon