Chapter 11

524 47 1
                                    

Kebiasaan itu mulai biasa,hingga saat ia tak ada,hatiku mulai bertanya-tanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kebiasaan itu mulai biasa,
hingga saat ia tak ada,
hatiku mulai bertanya-tanya.

___

Pagi baru di rumah yang asing. Para pelayan yang sibuk dengan rutinitas kerja pagi mereka serta dapur yang tampak ramai dengan beberapa orang yang memasak. Kecanggungan jelas Kalinda rasakan, antara ingin membantu dan takut bila mengganggu. Ia bahkan sudah berdiri sedikit jauh dari dapur sejak lima menit yang lalu. Hanya karena berdebat dengan pikirannya untuk memilih bergabung atau kembali ke kamar dan diam di sana sampai ada orang yang memanggilnya.

Ia menghela napas, kakinya melangkah satu demi satu di atas lantai yang mengkilap. Ia mendekat, lalu saat ada seorang pelayan yang menyadari kehadiran Kalinda, matanya membola. “Nona, apa anda butuh sesuatu?”

Kalinda kikuk ditanya seperti itu, “tidak ada. Em, apa ada yang bisa kulakukan di sini?”

Pelayan itu hanya diam, “Maksud Nona?”

“Aku ingin membantu memasak.”

Sontak semua yang ada di sana menoleh mendengar ucapan Kalinda barusan. Entah suaranya yang sedikit keras atau mereka memang baru menyadari kehadirannya di sini. Namun yang pasti, tatapan mata mereka tersirat keterkejutan.

“Tidak Nona, kami sudah hampir selesai.” Elaknya.

Kalinda menatap semua yang ada di sana satu persatu, menyelami sorot mata mereka yang seolah kompak berteriak agar Kalinda segera pergi. Mereka seolah tak nyaman dengan kehadirannya dan seolah tatapan mata itu juga menyembunyikan suatu hal tentangnya. “Baiklah kalau begitu.” Ucapnya, lantas berjalan kembali ke kamar.

Saat Kalinda berjalan, seseorang memanggil namanya, ia menoleh kemudian menegang saat mendapati ibu mertuanya yang berjalan ke arahnya. Seketika semua pikiran Kalinda kosong, wanita itu berjalan dengan begitu elegan namun angkuh. Sorot matanya tajam seolah memaksa orang yang berhadapan dengannya tunduk, hanya dengan tatapannya itu. Namun sebisa mungkin Kalinda bersikap biasa.

“Ada yang ingin aku katakan.” Kalinda menatapnya dalam diam, “kau ada di sini karena Karan yang memintanya, jika tidak dia tidak mau datang ke sini. Jadi kau harus tau posisimu di rumah ini, kau hanya gadis asing yang memanfaatkan situasi anakku lalu menikah dengannya tanpa mencari tau siapa identitas aslinya. Karena itu pernikahan kalian tidak akan pernah sah! Jadi jangan bangga dengan pernikahanmu ini.” Sintya menatapnya dengan penuh permusuhan.

Kalinda terus memperhatikan, lalu menunduk sejenak, lantas kembali mendongak. “Tetapi pernikahan kami sah di mata agama.” Ujarnya yakin. Namun sebenarnya ia berusah menyakinkan dirinya sendiri dengan ucapannya barusan.

Garis Batas (End)Where stories live. Discover now