Chapter 23

428 44 0
                                    

Karan pov

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.


Karan pov

"Jadi, dia memang pergi dengan Alana?" sesaat setelah ponsel kumatikan, mataku menoleh ke arahnya.

"Ya, dia pergi dengan Alana." Jawabku sembari menatap matanya.

Tak pernah terpikirkan gadis itu bisa menjadi dekat dengan Kalinda. Entah apa yang sedang dia rencanakan tapi pasti rencananya sudah di mulai, dan bodohnya aku tidak menyadari itu sejak awal, apalagi dengan sifat Kalinda yang terlalu naif untuk mengadapi dunia yang penuh topeng ini. Dia mudah termanipulasi.

"Lalu, apa rencana selanjutnya?"

Aku tak langsung menjawab, dan kurasa diamku itu bisa dimengerti oleh pria yang hanya berada berdua denganku di ruangan ini.

"Jujur, aku masih tidak bisa menebak caramu berpikir. Pertama kali kita bertemu setelah beberapa bulan, sejak itu aku sadar bahwa ada banyak hal yang tidak aku ketahui tentangmu ... Kita dibesarkan di lingkungan yang sama, tapi aku masih tidak bisa mengenalimu sepenuhnya."

Sorot matanya memancarkan sesuatu yang berbeda. "Apa maksudmu?" tanyaku.

Kulihat ia yang menghela napas, "mulai hari ini mari kita saling terbuka."

"Aku sudah terbuka. Buktinya hanya kau yang tau bahwa aku sudah mengingat semua masa laluku."

Ia memutar bola matanya, "karena aku memergokimu."

"Lalu aku mengaku dan cerita padamu, bisa saja aku mengelak waktu itu." Koreksiku.

"Karena sudah ketangkap basah. Itu alasan kenapa akhirnya kau mau cerita."

Ah benar, jika saja waktu itu Alex tidak melihatku menyelinap ke ruangan yang hanya diketahui oleh aku, Alex, dan papa di dalam rumah, mungkin sampai sekarang aku takkan cerita. Lagi pula dia bisa membantuku mencari tau yang sebenarnya.

"Sudahlah, lupakan." Alex memutar bola matanya jengah. Setelahnya, aku tak peduli apa yang dia lakukan. Namun beberapa saat kemudian dering telfonnya terdengar, Alex langsung mengangkatnya.

"Tunggu, aku akan segera ke sana." Hanya kalimat itu yang ia ucapkan sebelum posel dimatikan, kemudian ia menatap ke arahku.

"Dia ingin menemuimu, katanya ada hal penting yang hanya mau dia sampaikan padamu langsung."

"Siapa?"

"Pria itu."

Aku terdiam, seketika kepalaku penuh dengan segala macam dugaan. "Kita pergi sekarang." Alex mengangguk, aku berdiri dan segera menuju ke tempat pria itu, tak ingin dia menungguku lebih lama.

***

Mobil memasuki kawasan sepi penduduk. Di sepanjang jalan kini hanya ada semak-semak belukar dan pohon rindang. Perjalanan yang lumayan melelahkan dan jauh, butuh waktu sekitar tiga jam untuk sampai ke tempat ini. Tempat yang lebih buruk dari penjara pemerintah, sebab aku yang membuatnya.

Garis Batas (End)Onde histórias criam vida. Descubra agora