BAB 12 : BUANA

22 2 0
                                    

Naira yang tengah meneguk teh hangatnya mulai tersedak

ओह! यह छवि हमारे सामग्री दिशानिर्देशों का पालन नहीं करती है। प्रकाशन जारी रखने के लिए, कृपया इसे हटा दें या कोई भिन्न छवि अपलोड करें।

Naira yang tengah meneguk teh hangatnya mulai tersedak. “Gimana?” Sialan, pemuda ini. Celah kecil mana dalam hidup Naira yang tidak ia ketahui? Rasanya Himalia saja tidak menyadari hal itu, tidak menyadari bahwa sudah ada kehidupan saling balas balon pesan di room chat antaranya dengan Ubanda Kayana.

Gigih tidak menjawab, ia yakin Naira sudah mendengar pertanyaannya. Sorot netranya seolah mengintimidasi keberadaan Naira saat ini sebelum akhirnya berujar, “Pelan-pelan.”

“Aku—“

“LANANG-LANANG, LANING-LANING!” Teriakan itu sontak menyentak seisi kantin yang semula ramai menjadi bungkam dan menoleh ke sumbernya.

Sepasang remaja dengan popularitas tinggi menoleh pada sumber suara. Suaranya tidak asing di indra, visual wajahnya pun serupa dengan guru honorer yang biasa mereka lihat makan tiga waktu—pagi, siang, sore—di warung itu.

“BUAT KALIAN YANG BISA MENEMUKAN CEPUK GAMBAR REOG PUNYA ANAK SAYA AKAN MENDAPATKAN MAKAN SIANG GRATIS BERDUA SAMA ANAK SAYA.” Rupanya itu Pak Kisman atau yang kerap disapa Pak Cium Lelaki yang tampaknya hendak mengadakan sayembara mencari tempat pensil gambar reog milik anaknya—Pak Galuh, si guru honorer yang popularitasnya di Bayundra melangkahi Gigih dan Naira.

"Uwis lah, Pak, isin aku ….” Tampak di sebelahnya ada Pak Galuh yang mengeluh malu—Sudah lah, Pak, malu aku.

Ndak papa, kamu juga belum punya pacar to? Wedon Bayundra iki ayu-ayu, Le.” Dilanjut dengan tawa renyah seraya memperhatikan laning-laning yang tengah sibuk berebut pena guna menambahkan namanya di daftar peserta sayembara—Perempuan Bayundra ini cantik-cantik, Nak.

Tidak ada teriakan kekar di sana, sebab kaum itu tengah sibuk di tempatnya masing-masing—tidak tertarik mendaftar. Termasuk dua remaja yang kini justru menatap datar ke arah belasan wanodya yang riuh berebut pena.

Laning apaan coba.”

“Gak ikut daftar, Nai?”

“Hah?” Wanodya yang lima detik lalu bergumam menyindir bahasa Jawa ngawur yang keluar dari lisan Pak Kisman itu tersentak. “Daftar apa?”

Gigih menggedikan dagunya ke arah kerumunan yang berebut menulis nama yang kelak akan menjadi kandidat pemenang serta mendapatkan hadiah makan siang. Nami juga ada di antara kerumunan. Ayolah, siapa yang mau menyia-nyiakan kesempatan ini? Siapa sangka hanya dengan menemukan tempat pensil bergambar reog mereka bisa menggapai impiannya sejak pertama kali mengemban ilmu di Bayundra.

“Oh, enggak.”

Satu lagi kejanggalan yang ia dapati dari Naira. Aneh, ada intuisinya yang merasakan bahwa ini bukan Naira. Kendati fakta itu tak bisa dihindari—ini memang Naira, dan Naira tidak memiliki saudari kembar. “Kenapa? Biasanya lo sama Nami suka gelut gara-gara rebutan Pak Galuh.”

BandaNeiraजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें