BAB 6 : NEIRA

52 7 38
                                    

I think you guys should listen to the song~~~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

I think you guys should listen to the song
~~~

Plak!

Dan untuk kesekian kalinya.

Tamparan itu lagi.

Perih. Sungguh. Kendati semua ini memanglah salahnya, dan tak tahu apa yang 'kan terjadi bila pria paruh baya itu tahu identitas putrinya telah diketahui salah satu adam di sekolah-yang membencinya-mungkin tamparan itu sudah berubah menjadi lecutan gesper. Dan tiket pesawat keluar pulau telah menunggu untuk dipesan.

"Belum cukup kamu di-DO dari sekolah kamu di Semarang?! Dan setelah dua tahun kamu berjuang supaya muka kamu gak ketauan sama mereka, kamu malah mau terang-terangan sekarang?! Pikir dong, Naira! Pikir pake otak! Jangan pake hati terus!"

"Emang muka aku gimana, Pak?" Dan sudah menjadi tabiatnya selalu melawan kala dinasihati. Atau tepatnya memberi pembelaan, Naira tidak terima jika dirinya selalu disalahkan atas semua ini. Walau faktanya ini memang kesalahan terbesar Naira. "Muka aku kenapa, Pak? Jelek? Pucet? Kusem? Kenapa, Pak?"

"Karena selain memiliki etika yang bagus, perempuan juga harus mempunyai paras yang rupawan, supaya laki-laki itu mau sama kamu! Tapi sekarang? Buktinya belum ada tuh yang berani datang ke hadapan Bapak, mengakui langsung kecintaannya sama putri Bapak dengan serius."

"Pak, aku masih SMA! Jelas dong belum ada yang datang ke sini buat ngelamar aku? Kita masih remaja dan terlalu dini untuk memulainya!"

Bira terdiam sejenak, tetapi netranya masih menatap nanar ke arah Naira, seolah tersirat perasaan lain di dalam sana yang tak bisa diutarakan. Perkataan sang putri memang ada benarnya juga, masih terlalu dini untuk masuk ke jenjang hubungan yang lebih serius itu. Dan selain memiliki pendamping hidup terbaik, Naira harus menggapai cita-citanya dengan cara yang terbaik pula. Kendati pemikiran tentang cita-cita Naira sedikit Bira tepis, sebab sehebat apapun dirinya nanti, pada kerentaannya perempuan akan berakhir dengan lebih fokus mengurus anak dan suami di rumah.

Hal itu seolah sudah membuktikan bahwa tak ada celah untuk Naira bisa keluar dari permainan mencari laki-laki yang mau melamar itu.

"Benar, Naira, kalian masih SMA."

Kurva semu itu sedikit terbentuk kala mendengar ujaran pertama Bira setelah bergeming cukup lama. Namun ketika Naira kira walinya akan memperbolehkan semua atribut dibebastugaskan dari menutupi Naira yang asli-

"Tetapi umur tidak menjadi penghalang, kalau belum sampai ke lamaran, mungkin bisa dimulai dengan kenalan. Tapi pacar aja kamu belum punya."

-ternyata realita hanya menghancurkannya.

Sudah lelah hati dan pikiran menghadapi bagaimana kerasnya Bira, jika perdebatan ini dilanjutkan pun tidak akan ada kesempatan Naira untuk menang, terlebih dengan jawaban bapaknya yang aneh itu. Tidak ada harapan. "Terserah Bapak, Naira mau ngerjain tugas, biar otaknya kepake."

BandaNeiraWhere stories live. Discover now