BAB 3 : KABIRA

70 14 39
                                    

"Uban? Kamu Uban, 'kan?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Uban? Kamu Uban, 'kan?"

"Ckk! Banda!" Demi Tuhan sepertinya Banda benar-benar harus menempelkan spanduk bertuliskan UBANDA NOT UBAN di gerbang sekolah supaya semua orang tidak salah dan tidak memelesetkan namanya lagi. Naira adalah orang ke-16168 yang memanggilnya begitu.

"A-ah iya maaf. Ba-Banda, kamu ke sini mau bantuin aku, 'kan? Kamu pasti mau bantu kasih obat merah ke lutut aku yang luka. Yaudah tolong dong, Banda, aku tadi jatoh nih sakit banget." Pede tingkat dewa. Dengan santai seolah semua orang adalah temannya, Naira menyodorkan obat merah yang ia ambil dari kotak P3K.

Banda mendengus pelan, menerbitkan seringaian di wajahnya. Ia duduk di sebelah Naira, memberi jarak setengah meter di antara mereka. "Pede. Kayaknya harga permen milkita lebih mahal daripada lo," sembur Banda dengan sinisme tak terduga.

"Ka-kamu kok ngomong gitu sih, Banda ...." Naira menatap Banda dengan tatapan sendu. Wajahnya yang nampak memelas membuat siapapun tidak tega menyakitinya lebih lagi. Tidak, kecuali Banda.

Binar netra itu menatap Naira dari bawah sampai ke atas, menelaah ekspresinya, lantas beranjak berdiri dan menatap Naira geli. "Menyedihkan," pungkas Banda yang lalu melenggang menjauh, berlalu dari hadapan gadis yang ia anggap lemah tak berdaya tanpa lindungan Himalia.

Pria yang kerap disapa Uban oleh teman-temannya itu pergi begitu saja setelah satu kata penuh makna yang terlontar dari lisannya.

Ekspresi memelas Naira memudar, digantikan dengan ekspresi yang mirip seperti Banda menatapnya tadi. Datar, dingin, benci. Tangannya terkepal erat, berusaha menahan diri supaya tidak membawa Ubanda Kayana terbang ke negara tetangga karena bogemannya.

"Brengsek."

***

Himalia berpesan bahwa dirinya tak bisa pulang bersama seperti biasa dikarenakan urusan mendadak yang melibatkan dirinya dan otaknya. Sebarbar-barbarnya Himalia, gadis itu termasuk siswi yang pernah menempati posisi ketiga pada seleksi Olimpiade Sains di sekolahnya.

Dan tentu kasusnya sama dengan hari ini. Himalia mengikuti olimpiade lain di luar sekolah.

Terpaksa, tapi tidak apa-apa. Naira yang berbedak tidak semanja itu sampai membuat Himalia membatalkan rencananya. Bisa saja ia melepaskan semua atribut unfaedah itu, tetapi apa daya sebab ini masih di luar rumah. Bira hanya memperbolehkan Naira menjadi asli di dalam rumah. Bira juga mengatakannya bilamana Naira pulang sekolah dengan penampilan demikian, ia harus masuk rumah melewati pintu belakang. Atau kata lainnya ia harus masuk lewat toko milik sang bapak.

Baiklah, tak ada siapapun yang bisa mengubah aturan yang Bira ciptakan, seaneh apapun itu. Naira masuk ke dalam gang sempit, satu-satunya jalur pintu belakang kebun binatang berbentuk rumah itu.

Yang menjadi ketakutan Naira saat ini ialah para cabulers yang biasa menongkrong di sana. Pria-pria dengan hobi menggoda wanita yang lewat di sana itu membuat Naira selalu berlindung di belakang punggung Himalia tatkala melewatinya.

BandaNeiraWhere stories live. Discover now