Part 7

4.7K 175 1
                                    

Happy Reading.










Mendengar suara bel, Belva melangkah dengan cepat menuju pintu utama. Saat sudah sampai pintu, sebelum membuka pintu, Belva melihat door viewer lebih dulu sebelum membuka pintu.

Melihat Diego yang datang, Belva tidak membuka pintu, karena ingat pesan Elio.

Ting... Tong.

Suara bel kembali terdengar. Belva menghela napas pelan, sebelum memilih kembali ke kamar.

"Maafkan aku," gumam Belva saat sudah di kamar.

Di luar penthouse, Diego masih terus mencoba menekan bel. Sampai 5 menit tidak juga dibukakan pintu, Diego sangat khawatir Belva kenapa-kenapa.

Elio menghentikan langkahnya saat melihat Diego berada di depan pintu penthouse-nya. Tersenyum puas, karena ternyata Belva menepati janjinya, Elio kembali melanjutkan langkahnya.

"Untuk apa Anda kembali datang ke sini?"

Diego menoleh. "Apa Belva baik-baik saja? Sudah lima menit saya membunyikan bel, tapi dia tidak juga membukakan pintu." Diego balik bertanya.

"Saya bertanya, untuk apa Anda kembali ke sini?" Elio mengulang pertanyaannya.

Elio menatap Diego dengan tatapan sangat datar. Bahkan suara Elio tidak ada keramahan. Sementara Diego bersikap tidak peduli.

"Saya hanya ingin kembali memastikan bahwa Belva baik-baik saja," jawab Diego.

"Apa ucapan saya beberapa jam yang lalu masih kurang jelas?" Elio kembali bertanya.

"Sangat jelas. Tapi saya tetap ingin kembali memastikan sendiri bahwa Belva baik-baik saja," jawab Diego.

"Sekalipun dia tidak baik-baik saja, itu bukan urusan Anda, karena Anda sudah tidak memiliki hak apa pun setelah dia keluar dari rumah sakit, karena dia bukan lagi pasien Anda," jelas Elio.

"Benar. Tapi sesama manusia, saya memiliki empati untuk tetap memastikan orang yang pernah menjadi pasien saya baik-baik saja," ucap Diego.

"Tidak perlu berlebihan. Anda tidak sedang menjadi relawan," balas Elio.

"Sebaiknya Anda pergi. Dan jangan pernah datang lagi ke sini," lanjut Elio sebelum Diego bersuara.

Diego memilih mengalah, karena dirinya tidak ingin menimbulkan masalah. Tapi Diego bertekad tetap akan kembali memastikan bahwa Belva benar-benar baik-baik saja.

"Baik. Kalau begitu saya permisi," ucap Diego.

Elio hanya diam, membiarkan Diego melangkah, melewatinya begitu saja. Menoleh ke belakang, melihat Diego sudah menjauh, Elio melangkah menuju pintu.

Elio menekan password, setelah pintu terbuka langsung masuk ke dalam. Belva keluar dari kamar. Melihat Elio baru saja masuk ke dalam penthouse, Belva berusaha tersenyum.

Melangkah cepat menghampiri Belva, saat jaraknya dengan Belva sudah dekat, Elio merengkuh pinggang Belva dengan tangan kirinya, membuat Belva terpekik kaget.

Tidak peduli dengan kekagetan Belva, tangan kanan Elio menahan tengkuk Belva, langsung menempelkan bibirnya tepat di bibir Belva.

Elio melumat bibir Belva dengan lumatan yang menuntut. Elio merasakan Belva perlahan membalas lumatannya.

Merasa senang Belva menepati janjinya, tapi tetap merasa kesal karena Diego sepertinya tidak akan menyerah begitu saja, tanpa sadar ciuman Elio berubah menjadi lumatan yang kasar.

Elio menggendong Belva di depan, membuat Belva refleks melingkarkan kakinya di pinggang Elio. Dress yang dikenakan Belva menumpuk ke atas, membuat paha Belva bersentuhan langsung dengan telapak tangan Elio.

Melangkah menuju sofa, Elio mulai memperlambat ciumannya. Elio membiarkan Belva memeluk lehernya. Tangan Elio meremas paha Belva dengan remasan yang kasar.

Sampai di samping sofa, Elio melepaskan ciuman sambil menurunkan Belva dari gendongannya. Belva berusaha mengatur napasnya dan berusaha berdiri tegak.

"Buka semua yang melekat di tubuhmu," ucap Elio.

Belva mengangguk, lalu mulai melepaskan dress yang dirinya kenakan. Sudah tidak punya rasa malu, Belva bersikap tenang. Wajahnya tidak merona, tetap terlihat biasa saja.

Elio menatap Belva dari atas sampai bawah, memperhatikan Belva yang masih melepas semua yang dikenakan. Sampai akhirnya tubuh Belva benar-benar sudah polos tidak tertutup apa pun.

Tatapan Elio tertuju pada perut Belva. Tidak menyangka ada darah dagingnya di sana. Meski tidak menginginkan anak itu, Elio tetap akan mempertahankan janin itu, karena dengan adanya janin itu, Belva tidak akan bisa kabur darinya.

***

Elio menarik diri setelah mendapatkan pelepasan. Belva berusaha menegakkan tubuhnya, lalu mematikan keran wastafel, keadaan Belva benar-benar sangat kacau.

"El," panggil Belva dengan suara pelan.

Elio yang baru saja selesai memakai boxer dan celananya langsung menoleh.

Belva menatap Elio dengan wajah ragu, sampai akhirnya memberanikan diri bersuara. "Aku tidak keberatan diperlakukan seperti apa pun. Tapi bisakah untuk ke depannya, kau tidak mengeluarkan pelepasan di dalam?" tanya Belva dengan suara pelan.

"Kenapa memangnya?" Elio balik bertanya.

"Dokter kandungan mengatakan bahwa sperma bisa membahayakan janin di awal kehamilan," jawab Belva masih dengan suara pelan.

"Aku tidak peduli. Akan lebih baik kalau anak itu lenyap dengan sendirinya. Jadi aku tidak perlu repot-repot mencari dokter untuk aborsi," ucap Elio.

Belva menatap Elio dengan mata berkaca-kaca. "Aku sudah berjanji akan menuruti semua keinginanmu," balas Belva.

"Lalu?" tanya Elio dengan satu alis terangkat.

"Permintaanku hanya satu. Yaitu biarkan anak ini lahir ke dunia," jelas Belva.

"Akan aku pertimbangkan lagi. Asal kau benar-benar menepati janjimu," ucap Elio.

"Aku berjanji," balas Belva tanpa keraguan.

"Jika kau melanggar, dan membuat satu kesalahan, maka kau harus terima risikonya. Dan ingat baik-baik, jangan pernah bertemu dengan Diego lagi. Jika pria itu datang, dan kau membukakan pintu, maka aku akan melenyapkan janin dalam kandunganmu," jelas Elio.

Melihat Belva mengangguk dengan cepat, Elio membalik badannya, lalu pergi dari sana.

Belva melihat Elio sudah menjauh, tangannya langsung mengelus perutnya dengan lembut. Air mata Belva akhirnya mengalir begitu saja.









See you next part. 👋

23-09-2022.

CRAZY OBSESSION [END]Where stories live. Discover now