36. Permainan

36.7K 2.8K 21
                                    

Happy Reading guyss!!
.
.
.

🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒

"Kenapa hanya Tante Luna? Kakek tidak diajak?" Ucap paman Milson berpura-pura sedih.

"Buka begitu kakek, kami main tutup mata. Nanti kakek yang cudah tua akan pucing jika menutup mata telalu lama." Ucap Irish.

"Begitu ya. Baiklah, Kakek akan melihat saja dari sini." Ucap Mil.

"Oke Kakek. Ayo Tante Luna, cemua olang cudah menunggu." Ucap Irish.

Luna pun di tarik Irish untuk ke tempat permainan. Saat ia sudah disana, Luna melihat Max juga di tarik oleh Axel untuk ikut bermain.

Max menatap Luna tajam seolah berbicara pada Luna melalui mata.

'Apa yang kau lakukan? Kakimu sedang terkuka!'

Luna yang entah kenapa seperti paham apa yang ada dikepala Max pun menanggapinya dengan menatap tajam Max lalu mengalihkan pandangannya ke tangannya yang di tarik Irish. Agar Max juga melihat ke arah tangannya yang di tarik Irish.

'Kau tidak lihat? Irish lah yang mengajak ku.'

Max hanya menggeleng pasrah, ia punya firasat tidak baik jika Luna ikut bermain apalagi jahitan di kakinya belum sembuh total.
.
.

Permainan pun akan segera dimulai, permainan dilakukan oleh 10 orang dan terlihat bahwa orang dewasa hanya Max dan Luna. Felix juga ada dilingkarkan itu, namun ia hanya menjadi seorang pengawas yang membantu agar permainan berjalan lancar.

Luna melihat wajah Max yang ogah-ogahan, itu terlihat lucu dimata Luna karena Max tetap ikut bermain walaupun dengan wajah terpaksa.
'Tidak diragukan lagi, ia memang sangat menyayangi keponakannya.' pikir Luna.

Luna dapat melihat usaha Max untuk membuat keponakannya yang berulang tahun menjadi senang, itu membuat hati Luna menghangat karena melihat kepedulian Max yang begitu besar.

"Baiklah, disini ada 9 bola. Saat bola ini di lempar ke udara, satu orang harus mendapatkan satu bola, siapa yang tidak bisa mendapatkannya ia lah yang akan ditutup matanya." Ucap Felix.

Semua orang mendengar dan mengangguk.

"Baiklah semua paham?" Tanya Felix memastikan.

"YA!!" Balas mereka serempak.

"Baiklah semua bersiap-... Satu. Dua. Tiga." Felix pun melempar bola ke udara, dan dengan mudah Luna dan Max menggapainya karena mereka yang paling tinggi.

"Kyaaaaa!!! Aku dapat bolanya!"
"Aku dapat!"
"Yes! Aku mendapatkannya"
"Yuhuu... aku dapat."

Suara riang terdengar karena mereka mendapat bola.
Semua bola telah didapatkan dan hanya Iris lah yang tidak memegang bola.

"Ilish tidak dapat bola. Ilish lah yang akan ditutup matanya. Ayah, tutupkan mata ilish." Ucap Irish menghampiri Felix.

"Ayah yakin Irish hanya berjaga sebentar. Irish akan mudah menemukan yang lain walau dengan mata tertutup." Ucap Felix menghibur anaknya.

"Tentu caja! Ilish akan mudah mendapatkan meleka." Ucap Irish semangat.

"Baiklah, sudah selesai. Ayo ayah antar ke tengah." Felix pun mengantar Irish yang ditutup matanya ketengah area permainan dengan menggendongnya.
"Baiklah, semua bersiaplah menjauh. Nah Irish, ayah akan putar tubuhmu tiga kali ya. Satu. Dua. Tiga. Ayo cari teman-temanmu!" Ucap Felix.

Irish pun mulai berjalan tak tentu arah. Ia hanya mengikuti instingnya. Ia mendengar orang-orang menyemangatinya, membuatnya semakin bersemangat, ia juga mendengar suara Axel memanggilnya dan beberapa orang-orang yang ikut bermain mencoba mengecohnya dengan membuat suara-suara. Namun ia tetap fokus pada satu arah, ia yakin mereka hanya mengecoh agar ia kebingungan.

Marriage Contract With Mr. CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang