BAB 10 : BUYAR

34 4 0
                                    

Orang zaman sekarang mungkin akan menyebutnya deep talk—percakapan yang membicarakan hal-hal bermakna—walau sebenarnya ada banyak aksara bersuara yang masih tersembunyi dan enggan berbunyi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Orang zaman sekarang mungkin akan menyebutnya deep talk—percakapan yang membicarakan hal-hal bermakna—walau sebenarnya ada banyak aksara bersuara yang masih tersembunyi dan enggan berbunyi. Setidaknya sepuluh menit sebelum bagian kedisiplinan meneriaki mereka dan memintanya segera turun. Jadilah dua manusia aneh itu terbirit-birit menghindari wejangan panjang—yang sebetulnya sudah mereka ketahui—dari sang empunya.

Pengalaman yang cukup menarik untuk bolos bersama primadona sekolah.

Dengan hati-hati satu persatu genteng mereka pijaki, jalur aman untuk turun dari atap sudah tidak berlaku lagi, sebab jika mereka memilih keluar dari sana sama dengan cari mati. Alhasil tangga yang Banda gunakan untuk menuju ke atap menjadi opsi. Mula-mula Banda, disusul oleh Naira yang menuruni anak tangga dengan luas alas yang setara dengan kotak pensil harga dua puluh ribuan.

Namun yang lebih menarik adalah, ketika Naira nyaris terjatuh tetapi justru wignya yang terlepas dari tempatnya. Membuat surai cokelat yang terpapar sinar matahari siang itu terlihat jelas oleh kedua netra Banda. Beruntungnya tidak ada yang melihat kejadian tersebut selain Banda dan Naira sendiri. Tetapi tetap saja, adegan wig jatuh itu membuat Banda terkekeh pelan kala kembali mengingatnya di perjalanan menuju kelas setelah mereka berpisah.

"Katanya gak suka, Ban?"

Seruannya membuat pemuda itu benar-benar tersentak, Banda terjingkat dan mundur satu langkah dari tempatnya. Ia mampu melihat seseorang yang tempo hari bertengkar dengannya hanya perkara satu wanita. "Gak suka apa?" balasnya setelah mengusap dada akibat terkejut tadi.

Hingga akhirnya pemuda seumuran Banda yang tengah menyandarkan tubuhnya pada tembok dengan tangan terlipat itu mengangkat sebelah tangannya yang memegang ponsel dengan monitor yang memperlihatkan dua remaja tengah berinteraksi dua arah di atas genteng sekolah. Banda jelas tahu dan sangat tahu siapa dua orang itu, salah satunya memiliki ciri khas rambut setengah merah muda. Jelas sekali itu adalah dia dan Naira.

Yang kini ia herankan, dari mana Gigih mendapatkan gambar itu atau mengapa Gigih bisa tahu mereka ada di atap? Matanya terbelalak.

"Lo kok bisa ...."

"To the point aja deh, Ban, sama gue sekarang. Sebelum terlalu jauh. Lo suka sama Naira, 'kan? Dan lo lagi PDKT, right?" Dengan ringan Gigih menyimpulkan hal tersebut seolah memang Banda yang hendak menyalipnya dari belakang untuk mendekati Naira.

"Enggak." Singkat, sebab memang begitu jawaban yang sesungguhnya.

Tubuhnya beranjak dari sandaran pada tembok, Gigih mendengus pelan. Banda bisa mendengar kekehan remeh darinya. "Kalo lo suka, bilang aja sih. Cowok bukan lo? Lo ngaku, gue ngaku, kita perjuangin Naira bareng-bareng. Selesai!"

"Gue gak suka sama Naira, Gih!" Seruannya dikeluarkan dengan satu tarikan napas. Adalah pertama kalinya Banda meninggikan suara dalam pembicaraan kali ini.

BandaNeiraWhere stories live. Discover now