30.

50 31 12
                                    

Setelah Venna diantar sampai depan rumahnya, Venna mendapati rumah kosong dan hanya ada sepatu kakaknya di teras. Dia menghela nafas perlahan, membayangkan amukan apalagi yang akan ia dengar hari ini. Ia membuka pintu rumahnya dengan malas malsan, dan benar saja di ruang tamu ada kakaknya dan pacarnya yang sedang duduk seakan menunggu kedatangannya.

"Astaga, dek. Lo dari mana aja, sih?" bentak Resca dengan suaranya yang tinggi.

"Jam segini baru balik, gak sekalian gak usah pulang?!" VEnna hanya terdiam sambil melepas sepatu dan kaos kaki yang ia kenakan.

"Tau gak gue gak bisa keluar rumah gara gara lo, lain kali jangan egois dong" omel Resca lagi sambil bangkit dan bersiap pergi bersama pacarnya.

"Iya maaf"

Ucapan Venna seakan tak terdengar.  Resca langsung keluar rumah dengan membanting pintu ruang tamu dengan kencang. HAti Venna rasanya sangat sakit mendapat perlakuan seperti tadi, namun yang bisa ia lakukan hanyalah menghela nafas gusar.

Venna memasuki kamarnya dan langsung meneguk beberapa biji obat obatannya karena dadanya yang terasa semakin berat tidak seperti biasanya. Padahal hari ini dia sangat bahagia, tapi ketika masuk ke dalam rumah rasanya semua itu hanya sia sia.

Venna lantas membuka laptop yang berada di meja belajarnya dan membuka website pendaftaran kampusnya kemarin. Ia masih belum mendapat kabar apakah ia berhasil lolos penerimaan mahasiswa baru atau tidak. Ia juga sempat mengajukan beberapa sertifikat olimpiade nasionalnya untuk beasiswa di kampus tersebut. Kira kira masih lima hari lagi ia mendapat kabar dari kampus swasta tersebut.

Sedangkan Janu saat ini juga semakin menyetir mobil Adimas sedikit brutal. Karena dilihatnya tadi Adimas sama sekali tidak bangun saat dipamiti oleh Venna. Jantungnya rasanya ingin meledak saat Rio mengguncang tubuh Adimas namun tidak ada sahutan sama sekali. Janu segera menyetir ke rumah sakit kembali dan segera menyerahkannya ke dokter.

Dokter Chandra terlihat sudah sangat cemas ketika dilihatnya matahari sudah terbenam namun Adimas belum juga kembali. Ia menelpon ponsel Adimas berkali kali namun tidak ada jawaban. Saat tingkat kecemasannya sudah tinggi, ia melihat mobil Adimas memasuki lobby IGD, dengan cepat dokter Chandra menyambar pintu penumpang dan menggotong Adimas ke atas brankar dan membawanya ke dalam.

Seperti de ja vu, saat ini Janu dan Rio lagi lagi menyaksikan adegan Adimas serta para dokter lainnya yang menangani Adimas bersamaan. rasanya Janu sudah sangat lemas melihatnya dari luar ruangan. Ia terduduk di lantai dengan tatapan kosong ditemani Rio yang ikut was was. Janu sudah seperti kehilangan arah jika Adimas benar benar lepas kali ini.

Tak lama, Fina, Mama Adimas datang setelah ditelpon oleh Rio beberapa saat lalu. Ia langsung menatap Janu yang lemas di seberang ruangan Adimas ditindak. Fina lantas memeluk Janu erat sambil menepuk punggungnya perlahan. Janu tak kuat lagi menahan air matanya menetes.

"Terima kasih ya, Nu. Hari ini kamu hebat banget" ucap Fina sengan suara tegar.

"Tapi tante, Dimas gak sadar lagi. Janu minta maaf" suara Janu bergetar, ia tak kuasa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Hey, tidak apa apa, Janu. You did a great job today" ucap Fina sambil memegangi bahu Janu.

"Lagi pula, saya juga sudah ikhlas kalau Dimas diambil Tuhannya hari ini, saya semacam kasihan jika Dimas terus terusan merasa sakit"

"Dan toh hari ini dia sudah sangat senang berkat kalian"

Fina memeluk Janu sekali lagi untuk menenangkannya. Janu masih terisak kecil merasa bersalah atas segala hal yang ia lakukan kepada Adimas belakangan. Di sisi lain, Rio menatap kejadian di depannya itu dengan senyuman kecil, ia juga ikut meneteskan air matanya namun ia sembunyikan.

Ravenna || Sejeong X Doyoung [END]Where stories live. Discover now