9.

118 96 14
                                    

Aku melihat secarik kertas dan kuambil. Itu sebuah surat.

"saya tukang bersih bersih disini. cepat pergi, aku tau salah satu dari kalian sudah sadar, mereka sedang di kampus. kupastikan semua aman. pergi dan melaporlah, saya akan mengurus sisanya"

Aku segera bangkit. Melihat keadaan Jeno dan Naren yang sama memilukannya sepertiku. Aku menggoyangkan tubuh Jeno perlahan.

Ku lihat kakinya penuh luka dan lebam, aku tidak tega. Serta Naren yang kondisinya lebih parah tidak bangun walau ku guncangkan tubuhnya. Satu genggaman mendarat di kakiku.

"keluar dim, pergi" suara lemah Jeno mengisi keheningan.

"lo harus ikut" sahutku gemetar.

"gak. Gue disini. Gue ga seberani lo. Gue bakalan baik baik aja, selametin diri lo, cari bantuan, buat kita keluar dari sini" jelas Jeno dengan suara yang sangat lemah. Aku kembali menangis.

"tahan dikit lagi, gue bakal cari bantuan" bisikku setelah kulihat ia tersenyum kecil dan membalas ucapanku dengan anggukan.

Aku berjalan sekuat tenaga. Tubuhku penuh memar dan luka. Kakiku lemas, serta bagian bawahku yang sangat perih membuatku kesulitan berjalan. Kuedarkan pandangan saat berhasil mencapai ruang tengah, aku tidak melihat keberadaan barang barangku. Di sebrang ruangan, aku melihat satu ibu ibu memegang sapu, ia mengangguk dan tersenyum lembut tanda meyakinkanku. Tanpa pikir panjang aku pergi dengan langkah pincang.

Aku berhasil keluar dari apartemen tersebut. Dengan sedikit tergesa gesa aku melarikan diri dari tempat itu. Langkahku sedikit terseret seret karena rasa nyeri yang menyambar. Tanganku gemetar bukan main, aku takut kalau kalau kating brengsek itu kembali dan memergoki ku kabur.

Tak jauh dari tempatku berdiri, aku melihat becak motor yang melaju. Aku menyetopnya dengan buru buru. Kakiku gemetar, aku terjatuh di aspal. Bapak bentor itu berhenti di depanku, dan membantuku berdiri.

"dek? kamu gapapa?" tanyanya dengan nada cemas sambil mendudukanku di becaknya.

"t-tolong bawa saya jauh dari sini. Kantor polisi" ucapku lemah.

Untungnya bapak tersebut paham dengan situasinya setelah melihat tubuhku penuh luka dan memar, ia memakaikan topi nya untuk menutupi wajahku, menutup becaknya dengan plastik yang biasa ia gunakan saat hujan. Becak yang ku tumpangi saat ini mulai melaju yang kurasakan sedikit kencang.

"Ya Tuhan, terimakasih" lirihku lemah.

Setelah kurasa cukup jauh, tiba tiba becak itu berhenti. Aku lemas sambil menyandar di besi pinggir becak itu, aku hanya mampu mendengar obrolan obrolan yang samar.

Plastik becak itu terbuka, terlihat bapak becak itu tersenyum sambil menyodorkanku minum. Aku kembali bersyukur dipertemukan dengan orang baik disaat seperti ini. Aku tersentuh sampai meneteskan air mata, tersenyum kecil, dan mengambil botol air itu.

"terimakasih"

"polsek dikit lagi nyampe, dek. Agak jauh memang, tapi kamu santai saja, kamu aman sama saya"

Aku tersenyum tulus sambil terus meneteskan air mata syukur.

Becak kembali melaju. Aku menyandarkan tubuhku sambil mengatur nafas perlahan. Meremat tangan gemetarku agar berhenti bergerak.

Ravenna || Sejeong X Doyoung [END]Where stories live. Discover now